Sekularisme Suburkan Tindak Amoral
Oleh: Rengga Lutfiyanti
Meskipun tindak aborsi dipandang sebagai tindakan amoral nan keji, nyatanya perbuatan tersebut tetap saja terjadi. Belum lama ini, terjadi kasus aborsi yang dilakukan oleh sepasang kekasih berinisial DKZ (23) dan RR (28) di Pegadungan, Kalideres (kompas.com, 30/08/2024). Kasus serupa juga terjadi di Kota Palangka Raya. Satreskrim Polresta Palangka Raya berhasil mengungkap kasus dugaan aborsi yang dilakukan oleh seorang mahasiswi berinisial MS (22) bersama mahasiswa berinisial KAD (21). Tersangka MS diduga melakukan aborsi karena tidak ingin kehamilannya diketahui orang lain (borneonews.co.id, 30/08/2024).
Ini hanyalah sebagian kecil dari kasus aborsi yang terjadi di negeri ini. Karena menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2023), memperkirakan bahwa kasus aborsi setiap tahunnya mencapai 2,4 juta jiwa, dimana sekitar 700.000 kasus terjadi pada remaja (komnasperempuan.co.id, 03/08/2024). Maraknya kasus aborsi menandakan bahwa generasi saat ini darurat pergaulan bebas. Banyak faktor yang menyebabkan generasi secara sadar bahkan nyaman terarus dalam pergaulan bebas, diantaranya rusaknya tata pergaulan. Interaksi laki-laki dan perempuan yang tidak lagi ada batasan.Â
Hal ini karena mindset liberal yang menjadi dasar berpikir dan bersikap generasi saat ini. Bagi mereka sah-sah saja menjalin hubungan bahkan zina. Sebab semua itu bagian dari kebutuhan biologis dan hak mereka. Pergaulan bebas juga semakin merajalela karena sistem mendirikan saat ini gagal mencetak generasi mulia. Pendidikan saat ini membuat generasi terjebak pada standar materi, hingga nilai-nilai akhlak sudah tidak lagi menjadi pertimbangan.Â
Alhasil generasi tidak hidup dalam lingkungan pendidikan yang mengajarkan mereka tentang baik dan buruk sesuai tuntunan agama. Generasi tidak lagi memandang pergaulan bebas, zina, dan aborsi sebagai tindak kemaksiatan. Karena bagi mereka hal semacam itu adalah urusan pribadi. Parahnya secara sadar negara justru memfasilitasi pergaulan bebas di kalangan remaja. Sebagaimana yang tertulis di dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang kesehatan, khususnya Pasal 103 ayat 1 dan ayat 4. Padahal, di kalangan remaja banyak terjadi kasus penyakit menular seksual (PMS) akibat perzinahan. Bukannya melarang perzinahan, negara justru membuat aturan terkait penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar.Â
Tidak hanya itu, negara juga gagal memberikan sanksi jera kepada pelaku aborsi. Mereka hanya dihukum penjara sekian tahun atas tindak aborsinya. Tetapi tidak dihukum karena melakukan perzinaan maupun terlibat dalam pergaulan bebas. Pergaulan bebas semakin tersuasana akibat banyaknya tayangan yang menjerumuskan, konten yang mengumbar aurat, adegan yang memicu syahwat, hingga adegan suami istri menjadi tontonan yang biasa. Bahkan, video porno juga mudah diakses oleh siapapun.
Padahal tayangan-tayangan yang demikian merupakan pemicu seseorang untuk senantiasa berfantasi terkait seksual. Inilah efek dari sistem kehidupan yang diterapkan saat ini. Sistem sekularisme kapitalisme telah menjadikan masyarakat hidup dalam kondisi tidak menggunakan aturan syariat sebagai hukum. Mereka justru menggunakan standar kepuasan capaian materi dalam memenuhi keinginan mereka. Maka wajar, jika pergaulan bebas, perzinahan, dan aborsi yang jelas-jelas dilarang oleh Allah tidak dianggap sebagai kemaksiatan. Mereka menganggapnya sebagai sarana pembunuhan kepuasan jasadiyah semata.Â
Tentu berbeda halnya dengan sistem Islam. Islam dengan tegas mengharamkan perzinaan. Hal ini dengan jelas disampaikan di dalam Surat Al-isra ayat 32, "Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk".
Maka segala sesuatu yang menghantarkan perzinaan seperti pergaulan bebas juga diharamkan. Keharaman ini akan menuntun negara untuk berupaya menutup semua celah melalui berbagai aspek. Hal tersebut dilakukan karena negara dalam sistem Islam berperan sebagai raa'in (pengurus) dan pelindung (junnah) umat. Sehingga, negara akan bersungguh-sungguh menjaga rakyatnya dari segala macam bahaya. Termasuk pergaulan bebas yang menjadi celah perzinaan dan berujung pada aborsi.
Negara Islam akan menerapkan sistem pergaulan yang akan menjaga kesucian masyarakat. Sistem pergaulan Islam, mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan di ranah publik sebatas ta'awun dan amar ma'ruf nahi mungkar. Maka mereka wajib terikat dengan hukum-hukum larangan berkhalwat, larangan ikhtilat, larangan tabarruj, ghadul bashar, dan lainnya. Sementara di ranah privat, mereka wajib terikat dengan hukum syariat yang berkaitan.
Negara Islam juga menerapkan sistem pendidikan Islam yang memiliki kurikulum yang berbasis akidah Islam. Hasil dari pendidikan Islam adalah masyarakat yang memiliki kepribadian Islam. Masyarakat terbiasa untuk berpikir dan bersikap sesuai dengan tuntunan Islam. Dengan demikian, pergaulan bebas otomatis menjadi hal tabu di kalangan masyarakat. Karena mereka memahami jika perbuatan tersebut termasuk kemaksiatan yang berhak untuk diingatkan.Â
Negara Islam juga akan memastikan sanksi yang diberikan kepada para pelaku kemaksiatan mendapatkan hukuman yang setimpal. Misalnya saja pelaku zina, mereka akan mendapatkan hudud zina bukan penjara. Bagi pezina yang sudah menikah (muhsan), mereka akan dirajam. Sementara bagi pezina yang belum menikah (ghairu muhsan), mereka dicambuk dan diasingkan dari desanya selama satu tahun. Hudud zina akan membuat masyarakat tidak mau melakukan pergaulan bebas dan membuat pelaku zina menjadi jera.Â
Negara Islam juga menata media informasi agar menginformasikan kebaikan dan ketakwaan. Aturan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari tayangan rusak dan merusak akidah Islam. Sehingga masyarakat tidak memiliki gambaran untuk berbuat kemaksiatan termasuk melakukan aborsi. Semua aturan ini sangat mungkin untuk diterapkan asalkan tiga pilar yang menjaga umat ditegakkan. Yaitu individu yang bertakwa, masyarakat, dan negara saling bekerja sama dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.Â
Inilah keistimewaan Islam, bukan hanya sebagai agama ritual saja tetapi juga memiliki aturan yang mampu memberikan solusi atas setiap permasalahan umat dengan efektif dan efisien. Bukan membuat aturan yang tumpang tindih sebagaimana yang terjadi dalam sistem saat ini.
Wallahu a'lam bishawab.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H