Mohon tunggu...
Sophan Ajie
Sophan Ajie Mohon Tunggu... Penulis - Pengajar&Penulis

Biasa dipanggil Ophan atau Ajie adalah seorang pengajar, sutradara, dan pembuat ilustrasi cerita.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kepemimpinan di Indonesia dari Filosofi Militer Prabowo Subianto

10 Agustus 2021   19:40 Diperbarui: 10 Agustus 2021   20:08 1240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kehidupan Adalah Sekolah Sejati

Penjahat, orang baik, dapat dihasilkan dari sistem pendidikan. Muara dari pendidikan ditentukan oleh cara seseorang mengelola pengalaman hidupnya dan juga sistem Pendidikan itu sendiri. Dalam buku Kepemimpinan Militer, secara eksplisit disemai kesadaran pada Pendidikan untuk memiliki kemampuan diri dalam belajar dari masa lalu. Kemudian, menghubung-hubungkannya dengan pengalaman yang terjadi pada waktu dan tempat berbeda. Bukan untuk membandingkan, melainkan mencari titik temu yang dapat dijadikan anyaman pengalaman dan makna hidup.

Agar kita tidak mengulang kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan di masa lalu, dan agar kita dapat bangkit menjadi bangsa yang menang, kita harus pelajari dan hidupi sikap-sikap pemenang para pendahulu kita. Terutama pendahulu kita yang telah memberi kemenangan besar bagi bangsa Indonesia. (hlm. 442)


Pernyataan yang disampaikan oleh Prabowo Subianto itu pun sejalan dengan pemikiran Soren Kiegergaard, filsuf yang lahir di Copenhagen, Denmark. Ia menyatakan bahwa hidup bukan sekedar apa dipikirkan, melainkan sesuatu yang dihayati. Kedalaman seorang pribadi menghayati hidupnya, semakin dalam juga makna hidupnya. Kedalaman penghayatan akan hidup inilah yang menjadi salah satu modal vital dalam menciptakan gagasan-gagasan yang bermanfaat di masa depan.

Di ekosistem digital yang juga terkoneksi dengan jaringan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan, penghayatan terhadap hidup itu sendiri kadang kala mengalami kekeringan. Dinamika politik -meskipun sesekali gaduh- tetapi kering akan makna. Sebagian politisi kehilangan penghayatan dalam panggilan politiknya. Lalu, terjebak pada aksi formalitas yang sekedar ada, sekedar hadir, namun kehilangan makna. Kondisi ini yang menjadi tontonan masyarakat, sehingga menjadi role model yang kemudian ditiru oleh masyarakat.

Begitu selanjutnya dengan bidang-bidang lain. Dampaknya, adalah bencana kekeringan nasionalisme. Terkadang, berbicara nasionalisme justru dengan mudah berubah menjadi perdebatan nasionalisme yang kehilangan titik temunya. Mahasiswa-mahasiswa melakukan demontrasi yang hanya sekedar aktualisasi diri atau kelompok, bahwa mereka kaum muda Indonesia yang memiliki energi untuk memberontak. Bangsa Indonesia seolah kehilangan arah yang dituju oleh karena kebijakan publik yang sifatnya temporary, dan bergesernya makna kritik yang seharusnya menilai, tetapi digeser paksa berkonotasi negative menjadi ancaman, menyudutkan, dan mengobral aib atau kekurangan.

Pada kondisi inilah, kita ditawakan pada ikhitiar untuk kembali menghayati hidup manusia Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Melalui kesadaran untuk menghayati Pancasila, pengalaman hidup sehari-hari tidak berlalu begitu saja, tetapi menjadi sebuah sarana untuk mengubah nasib bangsa yang sudah sepatutnya berada di garis kemakmuran dan keberadaban. Di new normal penghayatan menjadi kunci penting untuk menyadari posisi dan peran kita di dalam kehidupan kita masing-masing. Keteladannya sudah ditunjukan oleh Tuhan yang Maha Esa melalui para pendahulu kita, pejuang-pejuang yang telah mengorbankan diri mereka demi sebuah nilai luhur, yaitu kemerdekaan. Apakah kita masih berbedat sudah merdeka atau belum? Bertengkar melalui agama demi kekuasaan. Sibuk mengeluh pada keadaan. Tanpa Lelah menginventarisasi kesalahan orang lain (termasuk pemerintah), akan tetapi lupa menghayati siapa diri kita sesungguhnya? Sekali merdeka tetap merdeka! Mari kita isi kemerdekaannya dengan semangat Pancasila dan penghayatan terdalam pada kemerdekaan negara Republik Indonesia.

 

"Mari kita sekarang pelajari, dalami, jalani, sikap-sikap pejuang kita. Mari kita beri arti nilai kepada perjuangan mereka. "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun