Mohon tunggu...
Moch Diki Widianto
Moch Diki Widianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mahasiswa yang hobi pada Jurnalistik dan ingin terus belajar menggali ilmu jurnalistik lebih dalam lagi serta menjadi jurnalis yang independen

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Realita dibalik KA Patas Merak

24 Juli 2015   16:39 Diperbarui: 24 Juli 2015   16:39 2864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Foto diambil di Stasiun Serang, Banten pada pukul 07:05 WIB"][/caption]

Transportasi nyaman, aman dan tertib merupakan kenginginan masyarakat pada umumnya dan menjadi cita-cita bagi penyelenggara transportasi. Kereta api merupakan moda transportasi darat yang masih jadi primadona masyarakat selain karena harga yang relatif murah dan juga efisien waktu dibandingkan dengan transportasi darat lainnya.

PT KAI (Kereta Api Indonesia) yang beroprasi sejak 66 tahun yang lalu hingga saat ini dinilai masiih belum bisa mewujudkan transportasi yang nyaman, aman dan tertib. Dalam pelaksanaannya PT KAI memang telah memasang sistem yang lebih ketat ditahun ini dengan menerapkan pembatasan tiket serta pengamananan setiap di tiap stasiun.

Namun disamping itu masih banyak pelanggaran atau ketidaksesuaian yang saya temukan. Ini merupakan pengalaman pribadi saya yang sengaja melakukan survey lapangan menggunakan KA Lokal Patas Merak  dari stasiun Serang menuju Rangkasbitung.

Keterlambatan hingga 20 menit

Sampai di stasiun Serang, saya langsung antri membeli tiket. Ada dua jenis tiket yang berbeda kelas. Tiket KA Express Kalimaya dan KA Lokal Patas Merak. Untuk tujuan yang sama (Rangkasbitung) harga tiket KA Express Kalimaya seharga Rp 15.000,- sedangkan KA Lokal Patas Merak yang saya beli seharga Rp 8.000,-

Jadwal yang tercantum di tiket yang saya beli (KA Lokal Patas Merak) menunjukkan keberangkatan pukul 07:01 WIB namun kenyataannya sekitar pukul 07:20 WIB kereta api merapat ke stasiun Serang tempat saya menunggu. Jika berangkat telat, datang pun telat, menurut tiket yang saya beli adalah pukul 07:55 WIB kereta sampai, kenyataannya sekitar pukul 08:30 WIB kereta api baru tiba di Rangkasbitung.

Tidak punya tiket, masih bisa naik

Di dalam gerbong, saya bertemu banyak orang yang satu sama lain tidak saya kenal. Namun kejanggalan aneh ini setelah Saya melewati stasiun Catang dan Jambu Baru. Saya mendengar percakapan beberapa orang yang berkelompok. Saya tidak tahu pasti tujuan mereka kemana. Mereka bercapakap hingga akhirnya terdengar ada beberapa dari mereka yang tidak membeli tiket.

Tidak ada petugas periksa tiket di dalam

Saya akhirnya tahu dan sadar, dalam kereta api yang penuh itu pantas saja ada penumpang tak bertiket keluar masuk. Jelas saja, karena tidak ada petugas pemeriksa tiket di kereta yang saya tumpangi pagi itu. Terlebih kurangnya pemeriksaan tiap stasiun yang sama lewati menjadi penyebab adanya penumpang tak bertiket naik dan turun seenaknya. Saya tidak berburuk sangka. Mungkin saja pada saat saya naik hari itu sedang tidak ada pemeriksaan tiket di dalam. Semoga hari-hari biasanya ada.

Situasi digerbong padat padahal nomor tempat duduk tercantum di Tiket.

Kereta api ekspres yang saya naiki pagi ini padat sekali, tiap stasiun selalu ada penumpang naik, kategori kereta yang saya naiki ini patas, namun tidak dapat dipungkiri kepadatannya seperti yang bisa pembaca lihat dalam foto yang saya ambil dari dalam gerbong. Padahal logikanya “apabila tiket dibatasi, maka kereta api tidak akan penuh”. Namun melihat dari minimnya pengawasan tiket disetiap stasiun berimplikasi pada ketidaknyamanan penumpang yang sudah mengorbankan membeli tiket Rp 8000,-. Saya juga tahu gitu mending gak usah membeli tiket. Di tiket yang saya beli tercantum nomor tempat duduk EKO 5, 19 E.

Analisis saya mengenai pembatasan tiket

Bukan berburuk sangka. Menurut asumsi saya, melihat dari kepadatan (orang yang sudah membeli tiket) yang menunggu pada peron di stasiun Serang pagi itu menurun 25% dari yang saya amati sebelum adanya sistem pembatasan tiket.

Jumlah gerbong kereta api yang saya naiki pagi itu tepatnya ada 8 rangkaian dengan total kursi per rangkaian 4 (A, B, C, D) dikali 18 atau 19 baris atau sekitar 72 s/d 90 total penumpang per rangkaian gerbong. Berarti kurang lebih besarnya ada 720 penumpang didalamnya. Kereta api sudah overload sejak saya naik dari stasiun Serang. Masih ada 4 stasiun yang kereta api harus singgah diantaranya Walantaka, Cikeusal, Catang dan Jambu Baru, barulah sampai Rangkasbitung.

Melihat sudah penuhnya kereta yang saya tumpangi itu membuat saya berasumsi bahwa pembatasan tiket KA Lokal Patas Merak hanya menurunkan beberapa persen total keseharian penumpang yang naik sebelum tiket dibatasi (menurunkan kisaran 28% s/d 40% total penumpang per stasiun). Sehingga meskipun dibatasi, tetap saja kereta api ekonomi ini akan penuh, berbeda halnya dengan KA Kalimaya dan KA Rangkas Jaya yang pernah saya naiki 3 hari sebelumnya.

Tak terlepas dari itu, penumpang tak bertiket merenggut hak penumpang yang membeli tiket. Ini hanyalah suatu analisis melihat langsung dari keadaan lapangan. Dan data yang digunakan hanya perkiraan.

Sungguh ironis, transportasi sejuta umat yang harusnya bisa menjadi alternatif masa depan malah belum bisa dikelola secara maksimal. Semoga kedapannya PT KAI bisa berbenah dalam membangun transportasi kereta api yang nyaman, aman dan tertib.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun