Napas di tengah hutan cemara masih terasa begitu bertuba
Jalan setapak nan curam masih terbayang mencekam
Deras hujan seakan masih tajam menusuk pori-pori kehidupan
Badai angin masih terasa begitu sesak di relung jiwa
Perjalanan ini belum selesai kukira begitu adanya
Matahari masih enggan menampakkan diri rupanya
Kabut-kabut terus menggauli tubuh-tubuh tanpa cinta untuknya
Dipagut dingin, dihantam badai angin yang terus meraja
Kristal langit tiada henti beri basah mimpi-mimpi
Menggigil tubuh menemui sunyi di kompleks candi
Pepohonan termangu menahan dingin disepanjang hari
Kata-kata bersembunyi menyimpan makna ironi di dalam hati
Aku terpaku tertusuk jarum dingin di kompleks Dieng
Jiwa terasa beku, menulis pun ragu
Kata-kata menjadi layu berlalu
Gemuruh batin tertahan, meletup menjadikannya geram mendalam
Bangunlah kata-kata dari kesakitan sementara
Berikan makna kepada pusi-pusi yang penuh gelora
Jangan biarkan jarum dingin di kompleks Dieng menjadi mati waktumu
Aku menunggu meski dingin malam begitu kuat mencekikku
Bangkitlah kata-kata dari dingin mimpi yang membeku jiwa
Berikan lantang suara dengan kejujuran disenyapnya bait-bait tanpa makna
Jangan biarkan jarum dingin di kompleks Dieng jadi kekalahan utuhmu
Aku beri sikap kepadamu kata-kata menjadi puisi keimananku.
Dieng, 16 Desember 2016
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI