Mohon tunggu...
Diki Ahmad
Diki Ahmad Mohon Tunggu... Guru - Time is my favorite food

I was born in that shiny season when the sun shines so bright. I was given a name that doesn't feel like it's mine. I lived my life as a good boy. I was told that I should be prayed every time to religion that was chosen for me. Ya Allah, please, show me the promised land.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Islam dan Nilai-nilai Kemanusiaan

25 Juli 2020   10:39 Diperbarui: 25 Juli 2020   10:39 1426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Islam sebagai bagian dari komunitas agama-agama yang dalam kelahirannya berusaha mengarungi dan mencari makna terbaik dalam hidup manusia dibalik gelap dan gemerlapnya kehidupan dunia sebagaimana yang dilakukan agama-agama lain pada umumnya. Islam dikatakan dan diyakini oleh para penganutnya sebagai agama yang sempurna, sebab Islam tidak hanya mengatur manusia dalam sisi spiritual saja, akan tetapi Islam juga ikut terlibat dalam berbagai dimensi kehidupan, seperti politik dan ekonomi. Hal demikian terjadi karena dilatarbelakangi motivasi pengalaman spiritual yang diimplementasikan dalam kehidupan nyata, sehingga diharapkan dapat membangun peradaban yang sebaik-baiknya.

Jikalau sedikit menilik sejarah ke belakang pada zaman Rasulullah saw., banyak terjadi kejadian-kejadian unik yang dilakukan oleh Rasulullah terutama dalam hal bertoleransi terhadap agama lain. Seperti halnya yang tertuang dalam hadits :

Dari Ibnu Abu Laila bahwa ketika Qais bin Saad ra. dan Sahal bin Hunaif ra. sedang berada di Qadisiyah, tiba-tiba ada iringan jenazah melewati mereka, maka keduanya berdiri. Lalu dikatakan kepada keduanya: jenazah itu adalah termasuk penduduk setempat (yakni orang kafir). Mereka berdua berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: bukankah ia juga manusia?. (Shahih Muslim No. 1596)

Dari ungkapan hadits di atas dapat dipahami bahwa Rasulullah saw sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sekalipun terhadap umat yang berbeda aqidah. Sehingga hal demikian harus menjadi panutan bagi seluruh umat manusia di dunia, terutama kaum muslimin yang secara prilakunya, tindak tanduknya selalu mengacu pada kehidupan Rasulullah.

Dalam tataran agama-agama dunia, setiap agama mempunyai cara tersendiri yang unik dalam mencari jati diri kemanusiaan. Manusia yang tersebar ke seluruh dunia, bermodalkan pola pikir yang berbeda (modes of thought) antara yang satu dengan yang lainnya, dibumbui suatu ekosistem dengan iklim (climate) dan kebudayaan (cuture) yang berbeda membuat manusia-manusia di seluruh dunia dengan segala keterbatasan yang dimilikinya telah membuatnya terdorong untuk menjawab setiap persoalan kehidupan.

Hendro Puspito mengatakan problem atau persoalan itu meliputi problem ketidakpastian, ketidakmampuan dan kelangkaan. Dengan demikian, terbentuklah suatu keberagaman seperti yang dapat dirasakan pada masa sekarang ini. Pandangan yang beragam dalam konteks agama-agama dapat mencakup beberapa pertanyaan kehidupan, mulai dari pertanyaan dari manakah manusia?, mengapa manusia berada di bumi ini?, mengapa ada kematian?, kemudian akan kemana nanti setelah kematian?.

Pertanyaan-pertanyaan itu pada dasarnya selalu saja mengganggu pikiran manusia dari generasi ke generasi. Sehingga untuk menuntaskannya, dibuatlah suatu konsep-konsep yang mengatur kehidupan yang dikenal dengan agama. Akan tetapi, atas rahmat dan kuasa Tuhan yang maha mengetahui dibalik rahasia kehidupan, pola pikir antara manusia yang satu dengan yang lainnya ini muncul seiring pada kurun waktu yang berbeda (dapat dikatakan bertahap) dan tempat dengan masing-masing konteks yang berbeda.

Misalnya, pada agama-agama besar yang lahir di wilayah barat (Yahudi, Kristen, dan Islam) mempunyai kekhassan tersendiri dalam menjawab persoalan itu, yang secara jelas sangat jauh berbeda dengan agama-agama besar yang lahir di wilayah timur (Hindu, Buddha, Konghuchu, Taoisme, dan Shintoisme).

Di dunia Islam dikenal manusia pertama yaitu Nabi Adam, sedangkan di dunia Hindu dikenal manusia pertama bernama Manu. Padahal dalam konteks keduanya menempati dunia yang sama dengan matahari dan bulan yang sama.

Dalam hal lainnya lagi, Islam memandang bahwasannya manusia terlahir diciptakan atas kehendak Allah swt. dengan manusia yang masing-masing terlahir berbeda, dalam artian hidupnya bersifat kesinambungan, mulai dari alam ajali, alam rahim, alam dunia, alam kubur kemudian menuju ke alam akhirat. Sedangkan pada agama-agama di wilayah Timur, misalnya agama Buddha, mempunyai ajaran yang disebut dengan reinkarnasi.

Reinkarnasi sendiri merupakan proses kelahiran kembali sebagai akibat dari karma manusia yang disebabkan oleh kehidupan pada masa lalunya. Agama Islam memandang manusia terlahir suci (fitrah), sedangkan agama Buddha memandang manusia terlahir menderita (Dukkha), hal ini disebabkan karena karma pada masa lalunya akibat perbuatan kebodohan (moha), keserakahan (loba), dan kebencian (dosa). Sehingga akibat dari karma itu manusia tidak dapat mencapai nirwana, dan menyebabkan ia harus terlahir kembali untuk menderita kembali di dunia yang fana. Ungkapan ini mengingatkan saya akan satu ayat dalam Al-Qur'an surah Al-Isra' ayat 85 :

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Q.S. Al-Isra' : 85)

Dalam ayat tersebut jelas disebutkan bahwasannya manusia hanya diberi pengetahuan tentang ruh hanya sedikit saja, dalam artian tidak secara keseluruhan. Hal ini membuat saya berpikir bahwasannya di luar pengetahuan yang sedikit itu (yang diterima oleh umat Islam), terdapat salah satunya pengetahuan tentang ruh manusia yang bereinkarnasi sebagaimana apa yang ditafsirkan dalam pemahaman manusia wilayah Timur, agama Buddha sebagai salah satunya. Karena sesungguhnya dalam ayat tersebut yang maha lebih tahu urusan ruh hanyalah Tuhan, sebagai representasi bahwa semua ini adalah rahasia Tuhan yang pasti akan ada hikmah luar biasa dibalik itu semua.

Menilik pada ajaran-ajaran agama tersebut pada intinya akan mengerucut pada pemahaman bahwa manusia terlahir ke dunia mempunyai amanah dan tanggungjawab untuk senantiasa melakukan kebaikan di muka bumi yang akhirnya akan bermuara pada kedamaian dan keselamatan.

Islam mengajarkan, bahwasannya orang yang shaleh dan taqwa akan dijanjikan Allah masuk ke dalam Surga (Jannah), sebaliknya orang yang berbuat kejahatan dan berbuat kerusakan di muka bumi akan dimasukkan-Nya ke dalam Neraka. Sedangkan dalam agama lain, misalnya agama Buddha, seseorang yang berbuat kebaikan selaras dengan ajaran dari sang Buddha kelak akan mencapai nirwana. Lain halnya dengan orang yang sebaliknya, maka ia akan terlahir kembali (punarbawa) untuk menderita kembali sebagai akibat karma buruk pada masa kehidupan sebelumnya.

Untuk menghadapi derasnya arus kehidupan dunia, lahirlah suatu konsep hidup yang dalam agama-agama Timur ada yang disebut dengan istilah dhamma atau dharma yang artinya sendiri lebih luas daripada agama.

Sederhananya, dharma merupakan suatu kewajiban yang melekat dalam diri manusia yang aturannya diatur dengan aturan-aturan kebenaran. Hal ini dapat dikatakan sebagai jawaban manusia dari eksistensi dirinya tatkala manusia berpikir mengenai sesuatu yang ada di sekelilingnya. Seperti halnya mengapa cabai rasanya pedas?, mengapa buah mangga rasanya manis?, antara jenis mangga yang satu dengan yang lainnya berbeda pula masing-masing rasanya. Itulah yang disebut dengan dharma. Sehingga kemudian manusia semakin mengenali dirinya dan menghubungkan dirinya dengan Tuhan, karena dari sana manusia menyadari dharmanya sebagai seorang hamba.

Sedangkan agama Islam---dalam menghadapi derasnya kehidupan---dikenal istilah abdun (hamba, penyembah) (Q.S. ad-Dzaariyat: 56) dan khalifah sebagai tugas dan tanggungjawab manusia di muka bumi (Q.S. Al-Baqarah: 30). Ayat tersebut bisa menjadi motivasi bagi kaum muslimin untuk semakin mengenali dirinya akan tugas dan tanggungjawabnya di muka bumi.

Kesimpulannya, Islam memandang bahwasannya pada dasarnya semua manusia itu sama, mereka bersama-sama terlahir ke dunia, menghadapi derasnya arus kehidupan roda dunia yang terus berjalan. Akan tetapi hal demikian kemudian memunculkan sebuah pertanyaan baru, mengapa manusia itu berbeda-beda?. Sekali lagi al-Qur'an menjawab dalam surah al-Hujurat ayat 13 :

Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (al-Hujurat :13)

Selanjutnya dalam surah al-Baqarah ayat 148 dikatakan :

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (al-Baqarah : 148)

Dari kedua ayat diatas dapat diketahui bahwasannya Islam menghendaki perbedaan. Sebab dibalik perbedaan dan keberagaman yang ada pada manusia itu terdapat banyak nilai-nilai keindahan. Baik itu nilai keindahan untuk saling mengenal maupun untuk dapat berlomba-lomba dalam kebaikan, karena sejatinya perkenalan dan perlombaan tentunya dilatarbelakangi dengan sesuatu yang berbeda terlebih dahulu. Bahkan saking tegasnya dalam perbedaan itu, Allah swt. berfirman dalam surah al-Kaafirun :

1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,

2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.

3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.

4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,

5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.

6. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (Q.S. al-Kaafiruun : 1-6)

Dalam konteks kenegaraan, seperti halnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, menjunjung tinggi nilai-nilai perbedaan yang dimotivasi dengan semangat keberagaman agama itu sangat penting sekali untuk dapat diterapkan. Karena hal demikian akan berdampak pada keberlangsungan perkembangan dan kemajuan negara, sehingga segala macam sumber daya akan terasa manfaatnya.

Lain halnya dengan konflik akibat keberagaman dalam negara, sebab hal demikian akan menyebabkan pembuangan energi---Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM)---besar-besaran yang sia-sia. Alhasil, Negara akan rusak dan menjadi kacau. Akan tetapi dengan semua umat manusia menyadari akan pentingnya perbedaan, maka akan berdampak pada keharmonisan dan keselamatan yang sejati. Fi ad-dunyaa hasanah wa fi al-aakhirati hasanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun