Mohon tunggu...
Diki Ahmad
Diki Ahmad Mohon Tunggu... Guru - Time is my favorite food

I was born in that shiny season when the sun shines so bright. I was given a name that doesn't feel like it's mine. I lived my life as a good boy. I was told that I should be prayed every time to religion that was chosen for me. Ya Allah, please, show me the promised land.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sikap Beragama di Tengah Wabah Covid-19

19 Maret 2020   17:11 Diperbarui: 19 Maret 2020   21:13 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak terhadap agama dapat dilihat dari keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 14 pada tanggal 16 Maret 2020 yang berisi tentang “Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19”. Beberapa statement fatwa itu menyatakan tentang larangan bagi seseorang yang terpapar untuk melaksanakan segala bentuk peribadatan yang dilakukan secara berjamaah, termasuk shalat Jum’at. Dalam fatwa itu juga tertulis larangan pelaksanaan ibadah berjamaah bagi suatu kawasan yang telah dinyatakan domisili penyebaran covid-19 tidak terkendali, karena dikhawatirkan menular dan dapat mengancam jiwa. Selain itu, masyarakat juga dihebohkan dengan adanya informasi dari DKM Masjid Raya Bandung, Masjid Syuhada Yogyakarta, dan beberapa Masjid besar lainnya yang mewartakan tentang penghentian sementara pelaksanaan shalat Jum’at dan shalat wajib secara berjamaah sampai aman covid-19.

Pernyataan-pernyataan di atas sontak menjadi viral dan heboh di media sosial (medsos). Banyak pula pengguna medsos yang memperdebatkan hal tersebut, antara yang pro dan yang kontra. Bahkan muncul ke permukaan sebuah pernyataan sekaligus pertanyaan, “lebih takut sama yang mana, covid-19 atau Tuhan?”.

Tidak seperti masyarakat sekuler, umat beragama akan gampang-gampang susah untuk menjawabnya. Terlebih lagi setelah membaca komentar-komentar pedas pro-kontra terhadap himbauan-himbauan tentang penghentian sementara aktivitas yang menyangkut pengumpulan massa, termasuk “peribadatan wajib” sebagai hal yang paling vital dalam agama. Adapun dalam artikel ini, penulis akan lebih banyak menyoroti agama Islam, sebab Islam sebagai agama terbesar di negara ini mempunyai amanah dan tanggung jawab sebagai tulang punggung negeri ini.

Pada dasarnya, netizen yang pro beralasan demi keselamatan jiwa. Sedangkan, netizen yang kontra dengan pernyataan fatwa MUI dan DKM Masjid Raya Bandung di atas beralasan bahwa penyakit itu adalah ciptaan Allah, datangnya dari Allah, sakit dan sembuhnya seseorang adalah kehendak Allah, serta seumpama mati pun akan menjadi kifarat dosa sehingga tidak perlu takut. Karenanya, bagi yang kontra, mereka sudah benar-benar pasrah dengan segala konsekuensi apapun yang akan terjadi. Semuanya mereka serahkan kepada Allah, karena yang kontra, secara tegas dan terang-terangan, merasa lebih takut kepada Allah dari pada covid-19.

Pertanyaannya, bagaimana apabila penyakit itu menular kepada mereka yang pro?, bagaimana jika penyebarannya masif dan berdampak pada kematian umat Islam secara massal?, bagaimana dengan peran pemerintah yang pastinya akan kerepotan mengurusi rakyatnya karena banyak yang sakit?, dan yang terpenting adalah bagaimana nasib negeri dan bangsa ini?. Maka dari itu, wajar apabila langkah preventif tetap perlu diupayakan.

Sikap Beragama

Berkaitan dengan pertanyaan “lebih takut sama yang mana, covid-19 atau Tuhan?”, sebenarnya, tidak ada salahnya apabila seseorang takut kepada covid-19. Namun takutnya perlu seperti ini: “Saya takut sakit. Kalau saya sakit, saya akan merepotkan banyak orang. Kalau saya sakit, ibadah dan ngaji saya kurang. Kalau semua orang sakit (khususnya kaum muslimin dan orang-orang baik),  lalu siapa yang akan memperjuangkan agama Allah ini”. Pernyataan takut sakit yang seperti ini mengimplikasikan takut karena kekurangan aktivitas ibadah. Karena hakikatnya, orang-orang yang jum’atan adalah orang-orang yang beriman dan shaleh, sehingga sangat disayangkan kalau mereka harus banyak yang sakit.

Intinya, umat beragama, baik yang pro maupun yang kontra, keduanya mempunyai ketakutan yang sama, yakni harus takut kepada Allah SWT. Walaupun keduanya melalui cara dan jalan pikiran yang berbeda. Hanya saja, yang terpenting saat ini adalah saling memahami dan saling memberikan pemahaman di antara keduanya, dengan tidak mementingkan egonya sendiri. 

Lagi pula, MUI telah memberikan kejelasan dalam fatwanya bahwa orang yang terpapar disarankan shalat sendiri di rumah dan mengganti shalat jum’at dengan shalat dzuhur. Selain itu, bagi masyarakat yang kawasannya terpapar virus secara tidak terkendali disarankan untuk shalat di rumah masing-masing atau di Masjid lain. Selain itu, demi menjaga keselamatan dan kemaslahatan bersama, tidak ada salahnya mengikuti fatwa dan anjuran dari MUI atau lembaga keagamaan setempat. Terlebih lagi dengan adanya bukti lonjaknya data kasus dan korban meninggal dunia dari waktu ke waktu yang terus mengalami peningkatan.

Hakikatnya, bagi agama yang ber-Tuhan, segala sesuatu selain Tuhan adalah makhluk yang artinya ciptaan Tuhan, termasuk segala macam jenis penyakit. Begitu pula dengan sakitnya seseorang, semuanya tidak bisa terlepas atas kehendak-Nya. Dalam al-Qur’an surah Asy-Syu’ara ayat 80-81 dijelaskan “dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku. Dan yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali)”. Meski bagaimanapun, selain berdo’an dan memohon pertolongan, kewaspadaan juga tetap harus diusahakan dengan cara menjaga kesehatan sesuai anjuran.

WHO dan Kementerian Kesehatan RI telah memberikan penjelasan prosedur standar dalam membentengi diri dari covid-19. Pencegahan itu mulai dari penggunaan masker, mencuci tangan secara rutin, penggunaan hand sanitizer, konsumsi makanan yang halal dan sehat, menghindari kerumunan, dan menjaga jarak (social distancing). Dan terakhir, yang paling penting setelah berusaha dan berdo’a, bertawakkallah kepada Allah dan yakinlah bahwa dibalik semua ini ada hikmahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun