Mohon tunggu...
Diki Ahmad
Diki Ahmad Mohon Tunggu... Guru - Time is my favorite food

I was born in that shiny season when the sun shines so bright. I was given a name that doesn't feel like it's mine. I lived my life as a good boy. I was told that I should be prayed every time to religion that was chosen for me. Ya Allah, please, show me the promised land.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sikap Beragama di Tengah Wabah Covid-19

19 Maret 2020   17:11 Diperbarui: 19 Maret 2020   21:13 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) Pada Rabu (11/3/2020) secara resmi menumumkan covid-19 sebagai pandemi global. Penyakit yang berasal dari China ini, tepatnya di Ibukota Hubei (Wuhan), sudah muncul sejak akhir tahun 2019. Pada tanggal 22 Januari 2020 telah terjadi kepanikan di Kota Wuhan yang mengakibatkan warganya pergi meninggalkan Wuhan. Oleh karena itu, seiring cepatnya penyebaran virus ke seluruh dunia, tanggal 23 Januari 2020, kota Wuhan diputuskan untuk lockdown. Adapun di Indonesia, kasus pertamanya diinfokan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Maret 2020.

Sampai saat artikel ini ditulis (19/3/2020), berdasarkan data Worldometers, kini telah ada 220.846 kasus. Dengan total korban meninggal dunia 8.988 orang dan dinyatakan sembuh sebanyak 85.778 orang. China merupakan negara pertama dengan jumlah kasus terbanyak, namun saat ini telah banyak penderita penyakit tersebut yang telah dinyatakan sembuh. Hal yang paling mengejutkan terjadi di Italia yang awalnya menganggap remeh penyakit ini. Secara signifikan, kini angka kematiannya telah mencapai 2.978 orang dari jumlah 35.713 kasus.

Di Indonesia, penderita covid-19 kini sudah mencapai 309 kasus. Dengan total korban meninggal sebanyak 25 orang dan dinyatakan sembuh 11 orang. Hingga saat ini, Kementerian Kesehatan RI masih melakukan tracing terhadap ratusan orang yang terindikasi pernah kontak langsung dengan penderita penyakit ini. Hasil tracing itu membaginya ke dalam tiga kategori Orang Dalam Pengawasan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan pasien positif covid-19.

Gejala Umum Covid-19

Secara umum, penyakit ini mempunyai kemiripan dengan influenza dan flu biasa, ditandai dengan demam dan batuk-batuk dengan suhu tubuh berkisar 36,5. Beberapa hari berikutnya mulai ada tanda-tanda gangguan pernapasan, sakit tenggorokan, dahak lebih, sakit kepala, nyeri sendi, sakit punggung, letih, dan lesu. Apabila tidak segera ditangani dan mendapatkan perawatan yang tepat, penyakit ini dapat mengakibatkan kematian.

Penyebaran virus ini relatif cepat. Dalam kurun waktu kurang dari 3 bulan, virus ini hampir mencapai 200.000 kasus dengan persebaran skitar 80% negara-negara di dunia. Mirisnya, sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang cocok untuk covid-19. Namun sejauh ini, atas kehendak Tuhan, beberapa penderita berhasil sembuh setelah mengkonsumsi obat-obatan yang mampu meningkatkan daya imunitas tubuh.

Masalah dan Dampak

Sebagai penyakit menular yang menjadi pandemi global, covid-19 atau corona diwaspadai banyak orang karena dapat mengakibatkan kematian. Selanjutnya, virus ini tidak hanya menjadi masalah kesehatan, tetapi dampaknya juga merambat ke masalah sosial, ekonomi, hoax di media sosial, dan bahkan masalah agama. Masalah sosial dapat bermula dari kekhawatiran secara berlebihan dengan manaruh kecurigaan kepada setiap orang yang diduga membawa virus corona. Akibatnya, segala bentuk kegiatan sosial yang melibatkan pengumpulan banyak orang seperti seminar, sekolah, kerja, dan agenda-agenda lainnya harus ditunda terlebih dahulu. Bahkan beberapa kota, provinsi, dan bahkan negara secara resmi menyatakan lockdown. Tentu saja, hal tersebut akan berdampak pula terhadap perekonomian.

Dampak ekonomi bisa dirasakan dengan ditandainya kenaikan-kenaikan harga barang tertentu seperti harga masker, hand sanitizer, suplemen imunitas tubuh, dan empon-empon yang diyakini dapat menangkal covid-19. Kepanikan massa yang hendak mengisolasi diri dengan hashtag #dirumahaja juga berimbas pada pembelian sejumlah bahan makanan pokok yang tidak wajar. Ironisnya, orang-orang yang dinyatakakan benar-benar harus mengisolasi diri menjadi tidak kebagian akibat barang langka dan harga naik. Selain itu, libur kerja dan lockdown yang belum ada kejelasan juga dikhawatirkan berdampak pada penurunan tingkat produktivitas.

Dampak pada media sosial muncul dengan adanya penyebaran informasi-informasi hoax yang tidak kalah cepat. Informasi hoaks itu antara lain dimulai dari informasi warga negara China berbondong-bondong masuk agama tertentu, tisu basah gantikan masker cegah covid-19, golongan darah tertentu lebih rentan terinfeksi virus ini, vaksin pneumonia efektif menghadapi virus ini, mencuci hidung dengan air garam bisa mencegah penyebaran virus ini, minyak wijen dapat membunuh virus ini, covid-19 menular melalui tatapan mata, dan lain-lain.

Dewasa ini, masyarakat memang tidak asing dengan media sosial seperti facebook, instagram, whatsapp, telegram, dan lain-lain. Namun, hal itu juga menjadikan masyarakat lebih rentan terpapar konsumsi hoaks secara berlebihan. Kurang seleksif dan instannya dalam menyebarkan berita, menjadi PR masyarakat saat ini agar dapat memverifikasi (tabayyun) terlebih dahulu pada sumber-sumber informasi halaman resminya. Halaman resmi yang berkaitan itu antara lain WHO, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dan beberapa media yang telah mendapatkan legalitas dari pemerintah.

Dampak terhadap agama dapat dilihat dari keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 14 pada tanggal 16 Maret 2020 yang berisi tentang “Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19”. Beberapa statement fatwa itu menyatakan tentang larangan bagi seseorang yang terpapar untuk melaksanakan segala bentuk peribadatan yang dilakukan secara berjamaah, termasuk shalat Jum’at. Dalam fatwa itu juga tertulis larangan pelaksanaan ibadah berjamaah bagi suatu kawasan yang telah dinyatakan domisili penyebaran covid-19 tidak terkendali, karena dikhawatirkan menular dan dapat mengancam jiwa. Selain itu, masyarakat juga dihebohkan dengan adanya informasi dari DKM Masjid Raya Bandung, Masjid Syuhada Yogyakarta, dan beberapa Masjid besar lainnya yang mewartakan tentang penghentian sementara pelaksanaan shalat Jum’at dan shalat wajib secara berjamaah sampai aman covid-19.

Pernyataan-pernyataan di atas sontak menjadi viral dan heboh di media sosial (medsos). Banyak pula pengguna medsos yang memperdebatkan hal tersebut, antara yang pro dan yang kontra. Bahkan muncul ke permukaan sebuah pernyataan sekaligus pertanyaan, “lebih takut sama yang mana, covid-19 atau Tuhan?”.

Tidak seperti masyarakat sekuler, umat beragama akan gampang-gampang susah untuk menjawabnya. Terlebih lagi setelah membaca komentar-komentar pedas pro-kontra terhadap himbauan-himbauan tentang penghentian sementara aktivitas yang menyangkut pengumpulan massa, termasuk “peribadatan wajib” sebagai hal yang paling vital dalam agama. Adapun dalam artikel ini, penulis akan lebih banyak menyoroti agama Islam, sebab Islam sebagai agama terbesar di negara ini mempunyai amanah dan tanggung jawab sebagai tulang punggung negeri ini.

Pada dasarnya, netizen yang pro beralasan demi keselamatan jiwa. Sedangkan, netizen yang kontra dengan pernyataan fatwa MUI dan DKM Masjid Raya Bandung di atas beralasan bahwa penyakit itu adalah ciptaan Allah, datangnya dari Allah, sakit dan sembuhnya seseorang adalah kehendak Allah, serta seumpama mati pun akan menjadi kifarat dosa sehingga tidak perlu takut. Karenanya, bagi yang kontra, mereka sudah benar-benar pasrah dengan segala konsekuensi apapun yang akan terjadi. Semuanya mereka serahkan kepada Allah, karena yang kontra, secara tegas dan terang-terangan, merasa lebih takut kepada Allah dari pada covid-19.

Pertanyaannya, bagaimana apabila penyakit itu menular kepada mereka yang pro?, bagaimana jika penyebarannya masif dan berdampak pada kematian umat Islam secara massal?, bagaimana dengan peran pemerintah yang pastinya akan kerepotan mengurusi rakyatnya karena banyak yang sakit?, dan yang terpenting adalah bagaimana nasib negeri dan bangsa ini?. Maka dari itu, wajar apabila langkah preventif tetap perlu diupayakan.

Sikap Beragama

Berkaitan dengan pertanyaan “lebih takut sama yang mana, covid-19 atau Tuhan?”, sebenarnya, tidak ada salahnya apabila seseorang takut kepada covid-19. Namun takutnya perlu seperti ini: “Saya takut sakit. Kalau saya sakit, saya akan merepotkan banyak orang. Kalau saya sakit, ibadah dan ngaji saya kurang. Kalau semua orang sakit (khususnya kaum muslimin dan orang-orang baik),  lalu siapa yang akan memperjuangkan agama Allah ini”. Pernyataan takut sakit yang seperti ini mengimplikasikan takut karena kekurangan aktivitas ibadah. Karena hakikatnya, orang-orang yang jum’atan adalah orang-orang yang beriman dan shaleh, sehingga sangat disayangkan kalau mereka harus banyak yang sakit.

Intinya, umat beragama, baik yang pro maupun yang kontra, keduanya mempunyai ketakutan yang sama, yakni harus takut kepada Allah SWT. Walaupun keduanya melalui cara dan jalan pikiran yang berbeda. Hanya saja, yang terpenting saat ini adalah saling memahami dan saling memberikan pemahaman di antara keduanya, dengan tidak mementingkan egonya sendiri. 

Lagi pula, MUI telah memberikan kejelasan dalam fatwanya bahwa orang yang terpapar disarankan shalat sendiri di rumah dan mengganti shalat jum’at dengan shalat dzuhur. Selain itu, bagi masyarakat yang kawasannya terpapar virus secara tidak terkendali disarankan untuk shalat di rumah masing-masing atau di Masjid lain. Selain itu, demi menjaga keselamatan dan kemaslahatan bersama, tidak ada salahnya mengikuti fatwa dan anjuran dari MUI atau lembaga keagamaan setempat. Terlebih lagi dengan adanya bukti lonjaknya data kasus dan korban meninggal dunia dari waktu ke waktu yang terus mengalami peningkatan.

Hakikatnya, bagi agama yang ber-Tuhan, segala sesuatu selain Tuhan adalah makhluk yang artinya ciptaan Tuhan, termasuk segala macam jenis penyakit. Begitu pula dengan sakitnya seseorang, semuanya tidak bisa terlepas atas kehendak-Nya. Dalam al-Qur’an surah Asy-Syu’ara ayat 80-81 dijelaskan “dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku. Dan yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali)”. Meski bagaimanapun, selain berdo’an dan memohon pertolongan, kewaspadaan juga tetap harus diusahakan dengan cara menjaga kesehatan sesuai anjuran.

WHO dan Kementerian Kesehatan RI telah memberikan penjelasan prosedur standar dalam membentengi diri dari covid-19. Pencegahan itu mulai dari penggunaan masker, mencuci tangan secara rutin, penggunaan hand sanitizer, konsumsi makanan yang halal dan sehat, menghindari kerumunan, dan menjaga jarak (social distancing). Dan terakhir, yang paling penting setelah berusaha dan berdo’a, bertawakkallah kepada Allah dan yakinlah bahwa dibalik semua ini ada hikmahnya.

#covid19 #sikapberagama #cegahcovid19 #melawancorona

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun