Mohon tunggu...
D_Kun
D_Kun Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Santri Multimedia

Seorang anak yang memiliki nama lengkap Muhammad Diki Miswanto, dan saat ini bermukim di pp An-Nur 2 Bululawang malang, memiliki kebiasaan yang membingungkan, kadang jadi Fotografer, Kadang Videografer, kadang jadi penulis intinya tergantung mood di hari tertentu, dan saat ini masih menuntut ilmu di SMA AN-NUR Bululawang

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Cahaya di Balik Keputusan

27 November 2024   11:03 Diperbarui: 27 November 2024   11:10 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Wa'alaikumussalam," jawab Hafizh pelan, dengan nada yang lebih rendah. Ada rasa canggung yang tak bisa ia hilangkan begitu saja. Mereka berdua sama-sama baru di ndalem, namun Hafizh sadar betul bahwa mereka bukan mahram. Itu artinya, mereka tidak boleh berlama-lama berinteraksi tanpa sebab.

Namun, kenyataannya adalah bahwa sejak saat itu, pertemuan mereka tak bisa dihindari. Tugas di ndalem membuat mereka bertemu secara tidak langsung. Misalnya, saat Nadhira meninggalkan sapu tangan di bangku taman, atau ketika Hafizh secara tidak sengaja memegang pintu yang terbuka tepat ketika Nadhira sedang melintas.

Meskipun keduanya tahu bahwa interaksi mereka sangat terbatas, sesuatu dalam diri Hafizh mulai bergolak. Rasa ketertarikan yang ia coba hindari terus tumbuh tanpa bisa dibendung. Namun, ia juga tahu betul bahwa hal itu salah, bahwa mereka harus menjaga jarak, karena keduanya bukan mahram.

Pada suatu malam yang sunyi, setelah Hafizh menyelesaikan tugas-tugasnya, Kyai memanggilnya. Hafizh memasuki ruang tamu ndalem dengan langkah hati-hati, menghormati setiap langkah yang ia ambil. Di ruang itu, Kyai duduk dengan tenang, menyeduh teh herbal yang harum. Wajah sang Kyai yang biasanya tegas kini tampak lembut, seolah menunggu Hafizh dengan penuh perhatian.

"Hafizh," kata Kyai pelan, "kamu tahu mengapa aku memintamu untuk membantu di sini?"

Hafizh hanya menggelengkan kepala, tidak tahu harus menjawab apa. Kyai memandangnya dengan tatapan yang dalam, seolah bisa membaca isi hatinya.

"Aku memilihmu karena aku melihat sesuatu dalam dirimu. Tetapi, ada satu hal yang lebih besar dari sekadar tugasmu di ndalem ini. Aku ingin kamu mempersiapkan diri, Hafizh. Ada ujian besar yang menanti."

Hafizh terdiam. Tidak tahu harus berkata apa, ia hanya menundukkan kepala, menunggu penjelasan lebih lanjut.

"Kamu akan bertemu dengan ujian yang datang dari dirimu sendiri. Aku tidak bisa menjelaskan semuanya sekarang, tetapi satu hal yang perlu kamu ingat jaga hatimu, Hafizh. Jangan biarkan perasaan yang tidak semestinya tumbuh di dalam dirimu, terutama terhadap Santriwati yang juga baru di sini."

Kyai memberikan senyum tipis, yang entah mengapa terasa penuh misteri. Hafizh tidak tahu harus berkata apa. Namun, kata-kata Kiyai itu terus bergema dalam pikirannya.

Apa yang dimaksud Kiyai dengan ujian besar itu? Apa hubungannya dengan Nadhira, santriwati yang baru mengabdi di ndalem? Hafizh tidak tahu, tetapi yang ia tahu adalah bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan jalan yang akan ia tempuh penuh dengan tantangan yang tidak bisa ia hindari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun