Mohon tunggu...
Diki Angger Arianto
Diki Angger Arianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Jember

Selain sebagai mahasiswa aku juga manusia biasa yang masih berusaha konsisten untuk menulis dan membaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

MEA: Antara Cita-Cita Bersama atau Utopia Saja?

12 Maret 2023   10:59 Diperbarui: 12 Maret 2023   11:06 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ayoksinau.com

Latar Belakarng:

Dalam perumusan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), terjadi beberapa tahap perundingan. Berikut penulis rangkum timeline beberapa pertemuan para petinggi ASEAN:

  • KTT di Kuala Lumpur, Malaysia (1997)
  • Kesepakatan petinggi ASEAN untuk mentranformasikan kawasan ASEAN sebagai kawasan yang stabil, berdaya saing, dan dapat meminimalisir gap berupa kemiskinan sosial ekonomi dalam “ASEAN Vision 2020.”
  • KTT di Bali, Indonesia (2003)
  • Disepakatai bahwa, pada 2020 MEA akan menjadi wadah dalam rangka integrasi ekonomi di tingkat regional.
  • Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN, Kuala Lumpur, Malaysia (2006)
  • Kesepekatan dalam upaya kemajuan MEA dengan adanya target dan jadwal yang konkrit.
  • KTT di Cebu, Filipina (2007)
  • Penandatangan deklarasi Cebu terkait percepatan pembentukan MEA di 2015. Kesepakatan dari para pemimpin ASEAN untuk berkomitemen mengubah ASEAN menjadi kawasan perdagangan yang bebas baik barang, jasa (tenaga kerja) dan investasi.

Terdapat 4 pilar yang mendasari sekaligus menjadi tujuan umum terbentuknya MEA. Pertama, menjadikan ASEAN menjadi kawasan pasar tunggal dan basis untuk produksi. Kedua, ASEAN sebagai kawasan yang mampu meningkatkan kompetitifnya dalam aspek ekonomi. Ketiga, terciptanya keseimbangan dari pertumbuhan ekonomi masing-masing anggota. Keempat, menjadi jembatan untuk mengintegrasikan kawasan ke ranah yang lebih luas, yakni global.

Pembahasan:

Dengan kesepakatan tersebut, maka masing-masing anggota MEA mau tidak mau meleburkan batas-batas demi tercapainya pasar bebas dan tunggal. Sehingga dalam praktiknya, kebebasan dari arus barang dan jasa baik keluar maupun masuknya ke masing-masing negara merupakan sebuah keharusan. Tak hanya itu, arus modal, investasi dan tenaga kerja terampil juga harus dibebaskan.

MEA merupakan bentuk implementasi dari liberalisme ekonomi  yang dicetuskan pertama kali oleh Adam Smith. Ia menganggap ekonomi akan mengalami pertumbuhan ketika diserahkan ke tangan pasar. Di samping itu hak kebebasan pasar (manusia/individu) merupakan hak yang begitu diutamakan.

Secara tujuan, MEA memiliki cita-cita yang begitu mulia dan seakan menjanjikan utopia di masa yang akan datang. Kebebasan dalam hal bea masuknya barang, mudahnya investasi, dan pasar tenaga kerja yang terbuka lebar.

Di samping itu, MEA sendiri bukanlah suatu konsensus yang begitu mengikat masing-masing anggota. Sehingga kesepakatan yang dilakukan sebelumnya pun masih dapat dilanggar. Karena tiadanya sanksi yang tegas terkait persoalan tersebut dan begitu menjunjung kebebasan masing-masing negara.

Dalam satu contoh saja, masih ada perbedaan tarif dan regulasi antara negara-negara anggota, yang membuat proses impor dan ekspor menjadi sulit dan mahal. Selain itu, masih ada beberapa hambatan non-tarif seperti perbedaan standar kualitas produk dan prosedur sertifikasi, yang menghambat perdagangan dan investasi antara negara-negara anggota.

Sederhananya apabila terdapat negara yang tarif bea masuknya masih tinggi atau tidak diturunkan, negara itu dapat dengan bebas menunda kapan saja tarif perdagangan diturunkan.

MEA juga masih memiliki beberapa tantangan dalam mencapai tujuannya. Salah satunya adalah perbedaan dalam tingkat perkembangan ekonomi antara negara-negara anggota, yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan perdagangan dan investasi antara negara-negara anggota.

Selain itu, masih ada beberapa isu sosial dan lingkungan yang memerlukan perhatian, seperti hak buruh dan dampak lingkungan dari kegiatan ekonomi di wilayah MEA.

Hal tersebut memicu reaksi kritik berbagai pihak. Banyak yang justru memandang pesimis terhadap tujuan MEA tersebut yang akan tercapai secara radikal.

Sejak terbentuknya ASEAN memiliki beberapa prinsip yang begitu teguh dipegang setiap anggotanya.

Adapun prinsip yang berkaitan dengan pembahasan ini adalah, pertama, “Tidak mencampuri urusan dalam negari antar sesama anggota ASEAN.” Kedua, “Kesepakatan berupa konsensus.”

Adanya kedua prinsip tersebut di atas, yang berbenturan dengan tujuan MEA, maka sekiranya akan sulit dalam mengatasi persoalan utama, untuk memperkecil hambatan bea masuk non tarif. Tiadanya sanksi yang berlaku dan tiadanya sentral power menjadi penyebab utamanya.

Bisa dibilang, MEA tidak sepenuhnya menerapkan mekanisme pasar liberal karena adanya dua  hambatan utama tersebut.

Gareth Leather, seorang ekonomi dari Capital Economics, memandang bahwa adanya prinsip konsensus dan tanpa intervensi yang dipegang teguh ASEAN menjadi batu penghalang utama terealisasinya MEA. MEA akan sulit menjadi pasar tunggal dan sentra produksi yang dapat mampu menggeser China.

Meskipun MEA masih memiliki tantangan dan pembatasan tertentu dalam mencapai pasar bebas, namun hal ini tidak berarti bahwa MEA tidak memberikan manfaat bagi negara-negara anggota. MEA telah berhasil meningkatkan perdagangan dan investasi antara negara-negara anggota, sehingga memberikan potensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di kawasan ASEAN.

Selain itu, MEA juga membantu meningkatkan daya saing ekonomi di kawasan ASEAN dengan memperkuat integrasi ekonomi dan mengurangi hambatan perdagangan di antara negara-negara anggota. Hal ini dapat mendorong terciptanya ekosistem bisnis yang lebih efisien dan berdaya saing tinggi, sehingga dapat membantu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan ASEAN.

Meskipun masih ada tantangan dan hambatan dalam mencapai tujuan pasar bebas, namun MEA memberikan harapan bagi kawasan ASEAN untuk menjadi lebih kuat dan maju secara ekonomi.

Kesimpulan:

Globalisasi membawa dampak berupa terbentuknya MEA di ASEAN. Sejatinya dengan kemajian teknologi akan menjadikan masing-masing negara lebih terbuka dalam upaya pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakatnya.

Selain itu perlu adanya kesadaran pemerintah di masing-masing negara dan masyarakat itu sendiri sebagai pelaku usaha dan tenaga kerja untuk terus meningkatkan kapabilitasnya menghadapi pasar bebas MEA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun