Aku bertanya-tanya: apakah ini memang pandangan Pram? Atau ini hanyalah bias seorang yang hidup dalam pengasingan ideologi tertentu?
***
Sejarah mencatat bahwa Pramoedya adalah bagian dari Lekra, lembaga kebudayaan yang dekat dengan PKI. Aku teringat perdebatan di masa lalu, saat Hamka, tokoh besar Muhammadiyah, menyebut Lekra sebagai ancaman bagi kebebasan berpikir, karena hanya mengakui kesenian yang berpihak pada revolusi.
Bagiku, sejarah 1965 bukan sekadar angka. Itu adalah ingatan kolektif yang masih menyisakan luka. Dalam Hari-hari Terakhir PKI karya Julius Pour, disebutkan bahwa lebih dari 500.000 orang terbunuh setelah peristiwa G30S. Amnesty International bahkan memperkirakan angka korban mencapai 1 juta jiwa. Di pesantren, para kyai mengingat bagaimana para santri harus melawan gerakan yang ingin menggantikan agama dengan ideologi.
Tetapi Pram, dalam bukunya, tidak berbicara tentang 1965. Ia berbicara tentang kolonialisme, tentang kebodohan yang diwariskan oleh sistem, tentang tanah air yang dijual murah oleh bangsanya sendiri. Apakah aku bisa menolaknya hanya karena ia pernah berada di sisi sejarah yang berbeda?
Aku harus memilah antara Pram sebagai seorang kiri dan Pram sebagai seorang yang memperjuangkan kebenaran. Keberpihakan politiknya mungkin bertentangan dengan keyakinanku, tetapi kata-kata dan perlawanan Pram terhadap ketidakadilan tetap memiliki nilai yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja.
***
Aku membaca Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer, lalu Gadis Pantai. Aku melihat bagaimana Pram mengisahkan perempuan sebagai korban dari sistem yang menindas. Aku berpikir tentang Islam yang membebaskan perempuan dari belenggu jahiliyah, tentang bagaimana Rasulullah memuliakan perempuan. Tapi Pram tidak menulis tentang itu. Ia menulis tentang perempuan-perempuan yang dihancurkan oleh sistem, tetapi bukan dalam narasi Islam.
Namun data yang ada menunjukkan bahwa apa yang ditulis Pram bukan sekadar fiksi. Pada 2022, BPS mencatat bahwa sekitar 11,2% perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun. Laporan Human Rights Watch menunjukkan bahwa perbudakan seksual masih terjadi dalam bentuk perdagangan manusia.
Aku bertanya-tanya, apakah aku membaca Pram sebagai musuh? Ataukah aku mulai memahaminya sebagai seorang yang menulis dengan luka yang berbeda?
***