Membawa Tradisi ke Ranah Modern
Meski adat istiadat mengajarkan banyak nilai positif, beberapa tradisi perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman agar tetap relevan. Kesetaraan gender tidak harus berarti menghapus peran tradisional, tetapi memodifikasinya agar tetap sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan tantangan modern.
Pendekatan seperti Gender-Based Analysis Plus (GBA Plus), dari benchmarking ke Kanada bersama teman-teman dari beberapa kementerian pada September 2024, dapat menjadi inspirasi. Namun, pendekatan ini harus diadaptasi agar selaras dengan nilai-nilai budaya dan agama di Indonesia. Sebagai contoh, di desa adat Bali, perempuan kini terlibat dalam pelatihan teknologi pertanian tanpa meninggalkan nilai subak yang menjaga keseimbangan ekosistem. Ini adalah bukti bahwa tradisi dan inovasi dapat berjalan beriringan.
Pancasila sebagai Fondasi Kesetaraan
Sebagai negara dengan beragam budaya, Indonesia memiliki tantangan sekaligus peluang untuk menciptakan model kesetaraan gender yang unik. Pancasila, sebagai dasar negara, memberikan kerangka nilai yang ideal untuk membangun masyarakat yang adil dan inklusif. Keadilan yang diajarkan dalam sila kelima memberikan ruang bagi laki-laki dan perempuan untuk berperan sesuai kapasitas mereka, tanpa melupakan nilai kesalingan yang diajarkan oleh adat dan agama.
R.A. Kartini pernah berkata, "Jangan pernah menyerah dengan impianmu, karena impian memberi arah pada hidup kita." Impian kesetaraan gender di Indonesia tidak harus bertentangan dengan budaya. Sebaliknya, ia dapat menjadi sinergi antara nilai-nilai tradisional, agama, dan modernitas, dengan Pancasila sebagai fondasinya, menjadi mitra yang saling melengkapi.
Seperti dalam kisah Priya dan Luca, kesetaraan gender adalah tentang membangun harmoni antara warisan masa lalu dan aspirasi masa depan, dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan yang menjadi identitas bangsa. Seperti gamelan yang menghasilkan harmoni, masyarakat kita membutuhkan baik tradisi maupun inovasi untuk menciptakan dunia yang lebih setara. Pertanyaannya adalah: apakah kita siap mendengarkan musik baru yang lahir dari perpaduan ini?Â
- Dikdik Sadikin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H