"Tren peningkatan jumlah penguna juga terjadi pada sektor Healthtech (telemedicine). Bahkan dalam 5 tahun kedepan diprediksi pengguna Telemedicine Asia Pasifik akan meningkat sebesar 109%," lanjut Menko Airlangga.[3]
Tantangan Persaingan Usaha Berbasis Digitalisasi
Adanya peralihan dalam pengaplikasian teknis wirausaha yang bertransformasi menjadi berbasis digitalisasi memang bukanlah perkara yang mudah seperti halnya membalikkan telapak tangan, segi kepraktisan dan kemudahan bukanlah salah satu faktor kuat untuk jadi bahan pertimbangan. Karena beberapa tantangan yang harus dihadapi para pelaku usaha maupun pemerintah dalam perkembangan platform digital diantaranya adalah; ketersediaan infrastruktur penunjang akses internet yang masih belum merata terutama di daerah-daerah 3T, pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia (SDM), dan mengenai cyber security.
- Cyber security, adalah salah satu tantangan utama yang selalu menjadi perhatian lebih di berbagai belahan dunia dalam hal perekonomian digital. Adapun bentuk serangan cyber ini yaitu ransomware yang dimana dapat menyerang website yang bergerak di perekonomian digital. Aksi peretasan yang paling fenomenal di sektor finansial pernah menimpa bank sentral Bangladesh. Bahkan kejadian ini, menjadi perampokan bank terbesar di era modern. Adapun Indonesia berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika yang diperkuat oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, seperti tertulis dalam siaran pers dari Eset Indonesia mendapat 1,225 miliar serangan siber setiap harinya.
Â
- Ketatnya persaingan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) berbasis digital, dengan menjamurnya e-commerce seolah menjadi pintu masuk produk-produk dari negara lain ke Indonesia dengan mudah. Yang dimana akan berdampak terhadap produk lokal yang jika tidak mampu untuk berkembang maka akan tergerus oleh produk dari negara lain yang cenderung dijual dengan harga terjangkau.
Â
- Pemerataan ketersediaan akses internet, menurut data BPS dari hasil pendataan Survei Susenas 2021, 62,10 persen populasi Indonesia telah mengakses internet di tahun 2021.
Terlepas dari tantangan yang akan dihapi selama beberapa tahun kedepan, setidaknya negeri ini dapat berbangga dengan kemajuan daya saing digitalnya. Merilis dari hasil laporan riset Est Ventures-Digital Competitiveness Index 2022 yang dimana laporan riset EV-DCI juga dilengkapi dengan hasil survei terhadap 71 pelaku usaha digital, analisa delapan sektor, serta perspektif dari 18 tokoh.Â
Perlu diketahui perspektif ini mencakup para pengambil kebijakan di pemerintah, antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Kesehatan, dan lainnya. Selain itu perspektif juga mencakup para founder startup seperti CEO GoTo, CEO Xendit, Presiden Traveloka, dan lain sebagainya.
Penurunan kesenjangan daya saing digital ini juga terlihat dari nilai spread yang semakin kecil. Nilai spread atau selisih antara skor provinsi tertinggi (DKI Jakarta 73,2) dan terendah (Papua 24,9) untuk EV-DCI 2022 yaitu 48,3, sementara pada 2021 dan 2020 masing-masing 55,6 dan 61,9. "Semakin kecil nilai spread ini menunjukkan peningkatan daya saing digital dari provinsi-provinsi di urutan menengah dan bawah," kata Mulya. [5]
Akhir Kata
Setelah meneliti lebih jauh, bahwasanya tranformasi persaingan usaha berbasis digital merupakan sektor yang tidak bisa kita hindarkan keberadaannya. Sebagaimana awal mula kedatangan masa pandemi yang membuat kita menyikapi nya dengan cepat dan tepat dengan beralih kedalam sektor digitalisasi yang dimana langkah ini membawa perubahan akan dampak perekonomian digital Indonesia.