Mohon tunggu...
Andhika Pradityo
Andhika Pradityo Mohon Tunggu... -

seorang mahasiswa yg suka nulis dan otomotif. penggila muscle car dan mobil2 Amerika lainnya..seorang freelance writer...lg selesein tesis, sama lagi bikin novel horror :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tertunduk Malu

2 Mei 2012   04:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:51 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Saya pikir-pikir dulu, Bu,” jawabku gugup. “Kalau kamu menolak, kamu tidak usah bekerja dengan saya lagi,” tambah Ibu Ita. Sekali lagi aku terhenyak oleh perkataan Ibu Ita. Sepertinya itu sebuah ancaman, pikirku. Dan pasti aku harus menerima tawaran itu.

Aku sempat memikirkan tawaran Ibu Ita itu. Memang tak mudah untuk memutuskan apakah aku akan melepas pertahananku begitu saja atau tidak. Tapi karena aku tergiur dengan bayaran yang lebih tinggi, aku memutuskan untuk menyetujui penawaran Ibu Ita itu. Bagiku uamg adalah segala-galanya. Tak bisa dipungkiri kalau manusia tak bisa hidup tanpa uang. Dan tak ada yang gratis di dunia ini.

Keesokan harinya, aku harus merelakan melepas pertahananku. Aku benar-benar tak menyesal dengan keputusanku itu. Yang ada di pikiranku waktu itu hanyalah bayaran hasil hubungan terlarang ini. Benar saja, aku mendapat bayaran sebesar satu juta rupiah saat itu. Aku senang sekali ketika mendapat bayaran itu. Alhasil, aku melanjutkan pekerjaanku itu, Ya, sekarang aku adalah Pekerja Seks Komersial atau PSK. Hampir setiap malam, aku tidur dengan laki-laki hidung belang. Bukan kepuasan seksual yang aku cari. Tapi uang yang aku cari.

Cukup lama aku menekuni pekerjaan haram ini. Dan aku benar-benar berpikiran duniawi sekali. Aku tak pernah salat. Bahkan mengingat Allah yang telah menciptakan aku saja tidak pernah. Bisa dibilang aku ini muslim hanya dari KTP saja.

Pernah datang tawaran untuk bertaubat dan meninggalkan pekerjaan haram ini. Tawaran itu dating adri Aisyah, salah satu temanku yang tinggalnya tak jauh dari kos. Ia adalah wanita yang saleh dan taat beragama. Ia tahu mengenai pekerjaanku ini. Berkali-kali ia meminta kepadaku untuk berhenti dari pekerjaanku ini. Tapi aku tolak mentah-mentah.

“Nggak ah. Gue masih muda. Umur gue pasti masih panjang. Jadi gue mau menikmati hidup dulu,” jawabku enteng. “Hidup tuh jangan dibuat rumit. Dinikmati aja. Hidupku kan Cuma sekali,” candaku. Ia hanya tersenyum tipis mendengar jawaban entengku.

Aku pun makin terlarut dan makin menyukai pekerjaanku ini. Ini adalah pekerjaan paling mudah sedunia, pikirku.

Pemikiranku langsung berubah sekitar dua tahun yang lalu. Ketika bangun tidur di pagi hari, aku merasa pusing sekali. Perutku mual sampai-sampai aku ingin muntah. Ada apa ini? Tanyaku dalam hati. Semalam aku baik-baik saja. Aku piker aku hanya masuk angina biasa karena terlalu sering keluar malam. Jadi aku hanya beli obat di warung.

Tapi sudah seminggu, aku tetap mual-mual. Karena sakit itu, aku tak bisa bekerja. Akhirnya aku memutuskan untuk ke dokter. Dan hasil pemeriksaan dokter sungguh mengejutkanku. Aku dinyatakan hamil. Aku benar-benar tak percaya dengan hasil itu. Bagaimana bisa hamil? Selama ini aku selalu memastikan pria yang tidur denganku memakai pengaman. Aku langsung menangis dan hampir pingsan di rumah sakit.

Aku mengakui mengenai kehamilanku kepada Ibu Ita. Dan ia langsung mengusirku. “Kamu tak usah bekerja lagi!” bentaknya. Tak mau berdebat, aku langsung pergi ke kos dan curhat ke Aisyah. Tentu saja ia kaget setengah mati. Tapi kemudian ia menenangkanku. Aku sudah tak mau peduli lagi siapa Ayah biologis dari anak yang sedang aku kandung ini. Yang jelas, aku tak mau mengugurkannya.

Aisyah menyarankan aku untuk salat dan curhat kepada Allah. “Apa gue masih pantas untuk salat? Apa gue masih pantas untuk bersujud memohon ampun?” ujarku. “Pasti Allah tak mengampuni kesalahan gue. Kesalahan gue terlampau besar,” sambungku sambil terisak menangis. “Allah Maha Pengampun, Ran,” jawab Aisyah. “Sebesar apapun kesalahan yang dilakukan seseorang, pasti Allah mengampuninya. Asal orang itu mau memohon ampun kepada-Nya. Bertaubat,” tambah Aisyah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun