Saya adalah seorang bujang lapuk yang lahir dari keluarga yang sederhana, lahir dan tumbuh di desa yang tak jauh dari pusat Kota Pasuruan Jawa Timur. Bisa dibilang saya pendiam namun cukup bisa bergaul dengan anak-anak di desa pada waktu itu. Saya termasuk siswa yang pasif dimana ketika guru selesai menjelaskan pelajaran lalu mempersilahkan bertanya, saya adalah siswa yang tidak pernah bertanya.
Ketika duduk di bangku SMA, secara mengejutkan saya bergabung dengan OSIS. Mengejutkan karena saya tidak pernah mendaftar seleksi anggota. Kalau ditanya, kok bisa?, mungkin salah satu jawabannya adalah saya satu-satunya siswa yang berasal dari Kota. Jadi, SMA tempat saya bersekolah berada di Kabupaten Pasuruan tepatnya 16 Km dari Kota Pasuruan. Saya memilih sekolah di Kabupaten adalah murni agar saya bisa mendapat teman baru, jika saya tetap bersekolah di Kota , teman saya ya itu-itu saja yang dari SD sampai SMP sudah bertemu setiap hari, dan kebetulan almarhum ayah saya bekerja di SMA tempat saya sekolah. Ya, alasan lain saya bisa ikut seleksi OSIS tanpa mendaftar adalah faktor ayah saya.
Tahun pertama menjabat di OSIS saya dipercaya sebagai ketua bidang Ketaqwaan Kepada Tuhan YME. Sebagai anak pendiam sedari kecil saya terkejut dengan banyak kegiatan yang harus sering berhadapan dan berdiskusi dengan orang banyak dengan berbagai macam pemikiran. Tahun berikutnya, 2010, saya sudah mantab untuk berhenti berorganisasi, namun kenyataan berkata lain, saya diberi kepercayaan untuk menjabat ketua OSIS.
Awal menjabat sebagai ketua OSIS berat sekali, namun coba saya jalani. Di perjalanan saya merenung apa yang harus saya lakukan untuk sekolah ini, saya menemukan sesuatu. Jadi, SMA saya ini selalu menggunakan uang sekolah untuk melakukan kegiatan seperti pensi dan lain-lain dimana sekolah lain sudah banyak yang menggunakan jasa sponsor. Ketika saya ditanya apa yang akan saya lakukan untuk memajukwn OSIS dan sekolah saya ini, saya menjawab "saya ingin menarik minat sponsor untuk bekerja sama dengan OSIS, sehingga seluruh kegiatan sekolah bisa dijalankan dengan pola kerja sama, dan uang sekolah bisa digunakan untuk pembangunan sekolah".
Dengan bekal bertemu banyak anggota OSIS dari sekolah lain ketika diklat, saya mulai membuat proposal dibantu dengan anggota saya. Usaha saya berhasil, sekolah mendapat banyak sponsor mulai dari perusahaan provider, air mineral, kopi, hingga mie instan. Betapa bangganya saya, perusahaan provider yang menjadi sponsor itu mengundang saya untuk outbond ketua OSIS se Indonesia di Bali, dari sinilah pertemuan saya dengan Buyan dan Tamblingan berawal.
Buyan dan Tamblingan adalah nama danau tempat outbond dilaksanakan. Merupakan danau yang berada di kawasan Taman Wisata Alam Buyan-Tamblingan, tempatnya di Pancasari Buleleng Bali tidak jauh dari danau Beratan atau biasa kita kenal dengan Bedugul. Begitu menginjakkan kaki di sana saya langsung jatuh cinta dengan tempat ini, alamnya begitu terjaga, asri dengan deretan pohon Rasamala yang lurus, jarang sekali terjamah oleh tangan jahil manusia.
Di danau Tamblingan, terdapat Pura Ulun Danu Tamblingan yang megah tepat di sisi danau. Pada saat itu saya masih mencintai tempat ini dalam diam, hanya bisa mengagumi seperti si dia yang kini sudah terlanjur menikah dengan orang lain tanpa sempat saya mengungkapkannya, eh!
Selama tiga hari saya sangat menikmati tempat ini, ketika malam tiba dan dingin menghampiri, saya menyeduh kopi kemudian duduk di bawah sinar bulan. Saya berkata dalam hati, "Buyan, Tamblingan, bukan aku tak suka dengan dinginmu, kopi ini menghangatkanku agar aku bisa terus menikmati indahmu", Tiba-tiba angin berhembus, pertanda mereka mengiyakan.
Tiga hari berlalu, sudah saatnya meninggalkan Bali. Di hari itu serangga dihutan ramai sekali dan burung bersahutan bak ucapan selamat tinggal dari sang alam. Dalam hati saya berkata, suatu saat saya akan datang kembali.
Singkat cerita, lulus dari SMA saya melanjutkan kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang. Buyan dan Tamblingan mengajarkan saya untuk lebih dekat dengan alam, dan ketika kuliah jurusan yang saya ambil adalah Kehutanan, Saya mulai belajar tentang konservasi sendiri karena angkatan saya masih fokus di budidaya dan belum ada mata kuliah yang membahas konservasi alam.
Tahun 2014 saya sudah bisa mengambil mata kuliah PKL, dan beruntung tempat PKL mahasiswa dibebaskan untuk memilih tempat PKL sendiri, saya memilih BKSDA Bali dan berfokus di TWA Buyan Tamblingan. Saya sangat bersemangat membuat proposal untuk BKSDA Bali agar saya bisa PKL disana dan beru tung bisa diterima.
Waktu keberangkatan tiba, selama perjalanan di dalam bis dari Malang menuju Bali saya terus melihat foto-foto outbond waktu SMA dulu dan berkata "aku kembali".
Sesampainya di Buyan-Tamblingan, saya kaget karena kondisi di sekitar danau tidak seasri ketika pertama kali saya kesitu, menurut petugas, ada pihak yang akan mengembangkan wisata di tempat ini namun tidak terealisasi karena suatu alasan. Beruntung PKL saya membahas evaluasi ekoswisata di tempat itu.
Ada hal yang tidak sesuai namun tetap dilakukan di tempat konservasi itu, Saya coba gali lebih dalam dan saya tuangkan hasilnya di laporan saya untuk dipresentasikan dan menjadi bahan evaluasi oleh pihak terkait.
Penting sekali untuk menjaga alam, jika memang diperuntukkan untuk konservasi, biarlah zona pemanfaatan yang ada dikelola sendiri olah BKSDA bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk dijadikan ekowisata berbasis masyarakat, selain masyarakat bisa menikmati hasilnya, masyarakat juga ikut andil dalam menjaga dan melestarikan alam di sekitarnya.
Kini sudah 8 tahun berlalu, semoga TWA Buyan Tamblingan tetap lestari dan terus memberi manfaat bagi masyarakat sekitar Buyan dan Tamblingan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H