Singkat cerita, lulus dari SMA saya melanjutkan kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang. Buyan dan Tamblingan mengajarkan saya untuk lebih dekat dengan alam, dan ketika kuliah jurusan yang saya ambil adalah Kehutanan, Saya mulai belajar tentang konservasi sendiri karena angkatan saya masih fokus di budidaya dan belum ada mata kuliah yang membahas konservasi alam.
Tahun 2014 saya sudah bisa mengambil mata kuliah PKL, dan beruntung tempat PKL mahasiswa dibebaskan untuk memilih tempat PKL sendiri, saya memilih BKSDA Bali dan berfokus di TWA Buyan Tamblingan. Saya sangat bersemangat membuat proposal untuk BKSDA Bali agar saya bisa PKL disana dan beru tung bisa diterima.
Waktu keberangkatan tiba, selama perjalanan di dalam bis dari Malang menuju Bali saya terus melihat foto-foto outbond waktu SMA dulu dan berkata "aku kembali".
Sesampainya di Buyan-Tamblingan, saya kaget karena kondisi di sekitar danau tidak seasri ketika pertama kali saya kesitu, menurut petugas, ada pihak yang akan mengembangkan wisata di tempat ini namun tidak terealisasi karena suatu alasan. Beruntung PKL saya membahas evaluasi ekoswisata di tempat itu.
Ada hal yang tidak sesuai namun tetap dilakukan di tempat konservasi itu, Saya coba gali lebih dalam dan saya tuangkan hasilnya di laporan saya untuk dipresentasikan dan menjadi bahan evaluasi oleh pihak terkait.
Penting sekali untuk menjaga alam, jika memang diperuntukkan untuk konservasi, biarlah zona pemanfaatan yang ada dikelola sendiri olah BKSDA bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk dijadikan ekowisata berbasis masyarakat, selain masyarakat bisa menikmati hasilnya, masyarakat juga ikut andil dalam menjaga dan melestarikan alam di sekitarnya.
Kini sudah 8 tahun berlalu, semoga TWA Buyan Tamblingan tetap lestari dan terus memberi manfaat bagi masyarakat sekitar Buyan dan Tamblingan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H