Mohon tunggu...
Andika Lawasi
Andika Lawasi Mohon Tunggu... Lainnya - an opinion leader

Rakyat Pekerja

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Inilah Eboni! Si Jawara Kayu Eksotis dari Tanah Sulawesi

3 Juli 2021   08:56 Diperbarui: 3 Juli 2021   08:58 2303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diospyros lolin Bakh, Family Ebenaceae (Dok: J.Kinho, 2013)

Eboni, atau lebih populer dikenal dengan nama “ kayu hitam Sulawesi”, adalah salah satu dari sekian banyak jenis pohon endemik wallacea yang telah lama menjadi simbol kekayaan hayati di Pulau Sulawesi. 

Dengan dianugerahi oleh berbagai karakteristik istimewa, seperti teras kayu yang hitam elegan, pola serat kayu yang sangat unik, serta kualitas  batang  yang halus dan mengkilap. Maka wajarlah bila eboni disebut-sebut sebagai jawaranya kayu eksotis se Indonesia. 

Karena jenis kayunya yang tergolong mewah (fancy wood) dan sangat artististik inilah, maka tidak mengherankan apabila pohon ini senantiasa diburu oleh para pembalak kayu. Tentunya untuk kepentingan industri kerajinan Furniture maupun pasar luar negeri.  Akibatnya, keberadaan kayu ini pun  menjadi kian langka di hutan alam. Dan jumlahnya terus menurun hingga kini.

Dalam sejarah timber trading di Indonesia, kayu eboni pernah dinobatkan sebagai “ raja kayu komersil “ pada rentang abad ke- 18 sampai dengan medio tahun 1990-an.  

Ketika itu, kayu eboni marak diperdagangkan sebagai kayu mewah ke pasar-pasar internasional di sejumlah negara di dunia. Terutama di pasar kerajinan Eropa dan industri kayu Jepang dengan kisaran harga yang sangat menggiurkan. 

Menurut perhitungan Kuhon et.al (1987), sebagaimana dinukil Kinho (2013),  nilai ekspor kayu eboni pada saat itu bisa mencapai US  $  5000/m3.  Kalau dirupiahkan hari ini, mungkin nilainya bisa mencapai 60-70 jutaan per meter kubik. Sebuah angka yang " sangat fenomenal" yang pernah disumbang dari sektor bisnis kehutanan di masa itu.

Dengan melihat harga jualnya yang teramat fantastis ini mungkin bikin sebagian orang bertanya-tanya, mengapa kayu eboni dihargai sedemikian mahalnya di  pasar kayu dunia?

nah, jawaban yang menarik datang dari  Rombe dan Raharjo (1982).  Mereka mengatakan bahwa sebagian masyarakat di Eropa seperti Belanda, Inggris, Prancis, Jerman, dan sebagian Asia yaitu Jepang dan Tiongkok  ternyata “ sangat tergila-gila “ dengan karakteristik fisik kayu eboni. Variasi garis, guratan serat, serta warna kayu gubal yang dimilikinya terlihat sangatlah memikat dan elegan. 

Bahkan kalau di jepang, memiliki barang koleksi yang terbuat dari eboni akan meningkatkan status sosial seseorang di tengah masyarakat. Terlebih bila ia seorang pejabat atau mereka yang berasal dari kalangan atas. Bila menyimpan benda koleksi eboni, maka itu adalah suatu kebanggaan. 

Bagi mereka, karakteristik fisik eboni  dinilai sangatlah indah, istimewa, serta penuh estetika.  Keindahan alami semacam itu tidak dapat djumpai pada jenis kayu lainnya. Bahkan, asal tempat kayu ini pun hanya ada di Sulawesi, Indonesia. tidak ada di tempat lain di belahan dunia manapun. Kelas awet dan kelas kuatnya pun berada di peringkat satu dalam semua aspek. 

Dengan melihat berbagai fitur istimewa yang melekat pada eboni inilah yang barangkali membuat harga kayunya di pasaran menjadi sedemikian mahal. 

Namun di balik segala karakteristik, nilai estetika, maupun harga selangit yang disematkan padanya, muncul pertanyaan mendasar : apa sesungguhnya kayu eboni itu?

Eboni, Simbol Eksotisme Indonesia Timur

Secara biologis, eboni pada dasarnya berasal dari marga Diospyros yang jumlahnya di dunia mencapai 500-600 spesies. Di Indonesia sendiri, tercatat sedikitnya ada 100 jenis kayu dari marga Diospyros di Indonesia. 

Namun menurut Alrasyid (2002), yang dapat diidentifikasi sebagai penghasil  kayu  eboni  hanya ada tujuh  jenis  pohon, yaitu Diospyros celebica Bakh., D.rumphii Bakh., D.lolin Bakh., D.pilosanthera Blanco., D.ebenum Koenig., D.ferrea Bakh.,  dan D.macrophylla Blume.

Menurut Peneliti BP2LHK Manado, Julianus Kinho sambil menukil hasil riset Alrasyid, mengungkapkan bahwa dari 7 jenis kayu eboni tersebut, terdapat dua  jenis  diantaranya  yang  memiliki  nilai  ekonomis yang  tinggi  dalam perdagangan,  yaitu Diospyros  celebica  dan Diospyros  rumphii

Keduanya berturut-turut pertama kali dikenal sebagai “gestreept  ebben” dan “Makasar  ebben”. Kayu-kayu  ini  awalnya  dieksploitasi  dari  beberapa  kawasan  hutan  dari bagian utara pulau Sulawesi yaitu di Bolaang Mongondow, Gorontalo dan beberapa lokasi sentra penghasil kayu eboni dari Sulawesi Tengah seperti Palu, Poso, Dongala, Parigi, Moutong dan Toli-Toli (Kinho, 2013).

Keberadaan kayu eboni kini tengah menjadi perhatian di kalangan konservasionis dunia. Jumlahnya di hutan alam yang terus menurun memicu perdebatan agar spesies langka ini sudah sangat perlu dilindungi agar tetap eksis sebagai kekayaan hayati dunia. 

Untuk itulah maka pada tahun 2013, Eboni telah dimasukkan oleh resolusi sidang IUCN (organisasi konservasi dunia) ke dalam Apendix II CITES (konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam), yang artinya spesies ini hanya dapat diperdagangkan dalam batas tertentu, sehingga dalam proses pemanenannya harus mengikuti aturan spesifik terkait kuota yang diizinkan untuk diperjualbelikan.

Negara Indonesia telah ikut meratifikasi CITES tersebut dan melalui kementerian kehutanan telah ikut mengeluarkan regulasi pelestarian eboni melalui Permenhut No. 57/Menhut-II/2008.  

Dengan berbagai dukungan peraturan inilah maka upaya perlindungan dan konservasi Eboni, baik oleh masyarat sipil maupun organisasi pemerintah, akan semakin kuat dalam konteks kolaborasi konservasi demi menjamin keberlangsungan kayu eboni agar tetap eksis dan lestari di bumi Sulawesi. 

Konservasi Ex-Situ, Langkah Kecil Melestarikan Eboni

Mengingat semakin langkanya jumlah pohon eboni yang tersedia di hutan-hutan alam Sulawesi, maka perlu dilakukan langkah-langkah konkret sebagai upaya terakhir menyelamatkan spesies flora paling eksotis se-Indonesia ini. 

Untuk itulah BP2LHK Manado sebagai UPT BLI Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyikapinya dengan berbagai rencana strategis terkait konservasi Eboni. Salah satunya adalah dengan membangun sebuah lokasi konservasi secara ex-situ yang diberi nama “ Arboretum Kawanua “. 

Arboretum Kawanua sendiri dibangun di atas lahan seluas 5.8 Ha dan merupakan kebun koleksi pohon yang berisi kurang lebih 50 spesies pohon dari berbagai jenis.  Di arboterum inilah eboni dipelihara secara ex-situ sebagai upaya pelestariannya yang sudah sejak lama digagas oleh beberapa peneliti di BP2LHK Manado. 

Adapun beberapa jenis eboni yang ada di Arboretum Kawanua antara lain Diospyros celebica Bakh., D.rumphii Bakh., D.lolin Bakh., D.pilosanthera Blanco., D.ebenum Koenig, dan satu jenis pohon eboni endemik Sulawesi utara, yaitu Diospyros minahasae. 

Bila dibandingkan secara apple to apple dengan koleksi eboni di kebun raya Bogor yang merupakan kebun botani yang cukup besar di Indonesia, Arboretum Kawanua sedikit lebih banyak dalam hal koleksi eboni hidup. 

Julianus Kinho, Peneliti Eboni BP2LHK Manado, mengungkapkan bahwa di Kebun Raya Bogor, terdapat 32 spesies Diospyros, dan hanya 4 jenis saja yang dikenal sebagai Eboni, yaitu D. celebica, D. Lolin, D. macrophylla, dan D. pilosanthera. 

Sementara di Arboretum Kawanua yang dikelola BP2LHK Manado, terdapat 13 species Diospyros, dan ada 5 jenis diantaranya yang diidentifikasi sebagai Eboni, yaitu, D. celebica, D. rumphii, D. Lolin, D. pilosanthera, dan D. Ebenum. 

Dengan perbandingan inilah, maka bisa dikatakan bahwa Arboretum Kawanua Manado berada satu tingkat lebih tinggi mengalahkan Kebun Raya Bogor terkait koleksi hidup eboni!

Di bawah ini akan diuraikan sedikitnya 5 jenis Eboni yang ada di Arboterum Kawanua Manado berikut masing-masing bentuk dan perawakannya berdasarkan buku hasil penelitian oleh Peneliti BP2LHK Manado, Julianus Kinho, yang berjudul “ Mengembalikan Kejayaan Eboni di Sulawesi Utara. 

1. Diospyros philosanthera Blanco

Deskripsi Mofologi dari jenis ini antara lain; Pohon  dengan  tinggi 20-30  meter,  diameter 73,2-120  cm,  Batang  mulus,  kulit hitam,berlekah,  batang  tidak  berbanir.  Daun tunggal, duduk daun selang-seling, pangkal daun membulat,  ujung  daun  meruncing,  permukaan daun  licin  tidak  mengkilap.  Panjang  daun  20.1 cm,  lebar  daun  9.4  cm,  panjang  tangkai  daun 1.5 cm. Tepi daun rata percabangan baru keluar dari ketiak daun.  adapun wilayah penyebaran yaitu di sekitar  TWA.  Batu  Putih,  CA.  Tangkoko,  (Bitung),  Toraut,  Pusian, (Bolaang  Mongondow), Hungoyono,  Tulobolo, (Bonebolango),  dan Bohusami  (Pohuwato).

2.  Diospyros ebenum Koenig

Diospyros ebenum Koenig, Family Ebenaceae (Dok : J. Kinho, 2013)
Diospyros ebenum Koenig, Family Ebenaceae (Dok : J. Kinho, 2013)

Deskripsi  Mofologi  dari jenis ini antara lain ; Pohon  sedang  hingga  besar dengan  tinggi 15 m dengan diameter 20-30 cm, pola  percabangan melingkar  dengan  internodes,  Tekstur  kulit  mulus,  coklat  kehitaman,  habitat  tepi  pantai sampai  hutan  dataran  rendah  45  m  dpl.  Daun tunggal. Panjang daun 20.5 cm, lebar daun 10.3 cm,  panjang  tangkai  daun  1  cm,  permukaan daun  licin,  mengkilap  hijau  tua,  belakang  daun hijau  muda  cerah.  Pangkal  daun  rata,  ujung daun  membulat,  tepi  daun  rata,  duduk  daun selang-seling.  Buah    berbentuk  bulat,  licin, berstipula  dengan  diameter +  1.95  cm.  Buah tungal,  buah  terletak  di  ketiak  daun,  buah  berlokus 2 (dua).  adapun wilayah penyebaran yaitu ;  TWA.  Batu  Putih,  TWA.  Batuangus  (Bitung, Sulawesi Utara)

 3. Diospyros lolin Bakh

Diospyros lolin Bakh, Family Ebenaceae (Dok: J.Kinho, 2013)
Diospyros lolin Bakh, Family Ebenaceae (Dok: J.Kinho, 2013)

Deskripsi  Mofologi    dari jenis ini antara lain ; Pohon dengan  tinggi 10-12 m,  diameter 20-40 cm. Kulit batang hitam, beralur. Daun tunggal, duduk  daun  bersilangan,  bentuk  daun  lanset, pangkal daun runcing, ujung daun runcing, tepi daun  rata.  panjang  tangkai daun  0,9-1,3  cm. panjang  daun  15,2-26 cm.  lebar  daun  5,4-8,8 cm.  Permukaan  daun  hijau  tua,  mengkilap, khususnya  pada daun muda,  urat  daun  pada belakang daun tidak tampak. Habitat di lereng bukit  dan  pinggiran sungai.  Tumbuh berkelompok, kadang-kadang  dijumpai  tumbuh soliter  di  perbukitan  pada  hutan  dataran rendah.  adapun wilayah penyebarannya antara lain ; Subaim, Halmahera Timur (Maluku Utara)

 

4.  Diospyros rumphii Bakh

kolase -- ilustrasi pribadi
kolase -- ilustrasi pribadi

Deskripsi  Mofologi  jenis ini antara lain ; Pohon  dengan  tinggi  15-20  m,  diameter  40-60 cm.  Daun  tunggal, duduk  daun  bersilang, pangkal  daun  runcing,  ujung  daun  runcing, permukaan daun licin mengkilap, belakang daun hijau  muda  tidak  berbulu,  pucuk  daun  muda berwarna  putih  keperakan  dan  berbulu  halus berwarna  keperakan  (silver),  panjang  tangkai daun 1 cm, panjang daun 20-21 cm, lebar daun 7,5-21  cm,  tepi  daun  rata.  Buah  muda berbentuk  bulat  telur,  buah  agak  tua  kadang-kadang  bulat.  Kelopak  buah  membelah  3, kadang-kadang  membelah  4.  Panjang  buah  4,6 cm.  diameter  buah  3,7  cm.  buah  berwarna  hijau,  permukaan  buah  terdapat  bulu  halus berwarna  coklat.  Dalam  1  buah  terdapat  5-7 biji,  ukuran  biji  2,9  x  1,4  cm.  buah  bergetah bening agak lengket. Buah dimakan oleh burung kelelawar.  adapun wilayah penyebarannya adalah di sekitar  CA.Tangkoko,  Danowudu  (Bitung,  Sulut),  Talise  (Minahasa  Utara,  Sulut),  Pusian  (Bolaang Mongondow,  Sulut),  Talaud  (Sulut),  Maluku Utara.   

5.  Diospyros celebica Bakh

kolase -- ilustrasi pribadi
kolase -- ilustrasi pribadi

Deskripsi Mofologi  jenis ini antara lain ;  Pohon  lurus,  tinggi  mencapai  40  m  dengan batang  bebas  cabang  10-21 m.  Diameter pohon mencapai  100  cm,  pohon  berbanir  dan  tinggi banir  3  m.  Kulit  luar  berwarna  hitam,bagian yang berwarna  merah  muda putih,  sawo  muda. Kulit  beralur  banyak  agak mengelupas  kecil-kecil. Kayu gubal berwarna putih, merah muda, tebalnya 4,5-7 cm, kayu teras berwarna bergaris coklat atau coklat bergaris hitam, garis tersebut kecil sampai lebar. Bila dilihat penampang garis merupakan gelang melingkar. Susunan daun dua baris  berselang  seling,  bentuk  jorong  (panjang 12-35  cm  dan  lebar  2,5-7  cm), tak  berdaun penumpu;  permukaan  bawah  daun  berbulu melekat,  warna  daun  hijau  tua.  Kuncup  bunga hijau,  bunga  putih,  buah muda  hijau,  buah merah kuning atau sawo berbulu. Buah berbakal biji 10,  tetapi  yang  menjadi  biji  2-8.  Kulit  biji tua  berwarna hitam.  Tumbuh  pada  ketinggian tempat  10-400  mdpl,  tumbuh  pada  bermacam-macam  tanah  seperti  tanah  berbatu-batu,  liat, berpasir.Tegakan mengelompok atau berpencar.  Adapun wilayah penyebaranya adalah di sekitar  Maros, Barru,  Sidrap,  Malili (Sulawesi  Selatan), Parigi,  Moutong  (Sulawesi  Tengah), Kalumpang, Tommo, Kalukku (Mamuju, Sulawesi Barat).

REFERENSI

Kinho, J. 2013. Mengembalikan Kejayaan Eboni di Sulawesi Utara.  Balai Penelitian Kehutanan, Manado.

Kinho, et.al, 2013.  13 Jenis Eboni di Sulawesi Utara.  Balai Penelitian Kehutanan, Manado

Kinho, J. (tanpa tahun).  Eboni (Diospyros rumphii Bakh). Booklet Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Manado

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun