Mohon tunggu...
Andika Lawasi
Andika Lawasi Mohon Tunggu... Lainnya - an opinion leader

Rakyat Pekerja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Investasi Asing dan Hambarnya Gagasan Berdikari Ekonomi

26 April 2018   14:42 Diperbarui: 26 April 2018   15:08 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MENAKSIR peran strategis investasi dari perspektif ekonomi dan industri kerja sesungguhnya bukan suatu hal yang mudah dilakukan.  Terlebih tidak adanya standar baku untuk menguji derajat keberhasilan suatu investasi, terutama terkait posisinya dalam kancah perekonomian nasional maupun pengaruhnya terhadap sektor riil tertentu, menyebabkan perbincangan perihal sejauh mana investasi berkontribusi terhadap geliat ekonomi, baik pada tingkatan mikro maupun makro, menjadi lumayan rumit dijelaskan.

Lebih-lebih jika dituntut penjabarannya dalam teks diskursif yang panjang dan terperinci.  Alih-alih ditopang dengan membuat ikhtisar estimasi pertambahan devisa bagi APBN, kemanjuran investasi harus dilihat secara lebih seksama dan komprehensif. Apakah benar kapitalisasi yang tengah dijejalkan akan berhasil mengatrol kesejahteraan dalam struktur sosial, terutama di wilayah terpencil? atau justru kontra-produktif dengan target yang sudah ditetapkan?

Membangun dari pinggir Indonesia melalui investasi di kawasan terpencil dengan demikian menjadi sangat relevan untuk menguji peran investasi ini, terutama kedudukannya dalam menyangga perekonomian desa serta untuk menciptakan lapangan kerja baru di tingkat lokal. 

Namun, prediksi keberhasilan proyek permodalan ini tidak bisa diasumsikan hanya dengan bertumpu pada proyeksi nilai kapital yang akan masuk ke desa, atau melandaskannya pada kuantitas industri yang terus bertambah menginvasi kampung dan dusun, atau bahkan hanya melirik dari grafik pertumbuhan ekonomi mikro yang mencuat naik, melainkan perlu melibatkan persepsi dari sejumlah variabel, termasuk dari aspek sosiologis yang berproses ditengah masyarakat.  

Harus disadari bahwa jagat investasi merupakan sebuah entitas yang tidak memiliki ekses definitif yang jelas dalam kalkulasi ekonomis-sosiologis, sebab banyak hal yang berjalin kelindan dan terikat satu sama lain. Namun kita bisa membuat assessment awal dengan cara meringkas variabel-variabel yang saling terpengaruh tersebut sehingga bisa dipakai sebagai rujukan untuk mendiskusikannya secara lebih tematis dan mendalam. 

Sebagai kerangka telaah untuk membuat pintasan diskursus mengenai investasi di kawasan pinggiran ini, maka penjabarannya dapat kita mulai dari dua perkara mendasar yang paling sering dituntut atas hadirnya intervensi penyertaan modal ini. Pertama soal bagaimana serapan tenaga kerja dan yang kedua tentang bagaimana dinamika ekonomi yang timbul. 

Pertama soal tenaga kerja. Serapan tenaga kerja adalah salah satu tolok ukur yang lumrah dipakai para analis maupun ekonom untuk menilai imbas investasi yang diinjeksi sebagai stimulan ke dalam sistem industri potensial.  Tetapi ini tidak semata-mata menjadi standar idealitas yang mengkualifikasi berhasil tidaknya sebuah investasi sebab banyak faktor yang ikut mendeterminasi. 

Indikasi meningkatnya angka serapan kerja setelah masuknya investasi tidak secara otomatis menjadi simpulan bahwa pendanaan sumber daya domestik yang masuk telah berhasil mengentaskan pengangguran di level internal. Meskipun kehadiran Industri selama ini sepintas banyak meraup tenaga kerja lokal, tetapi dari dekat nampak  seperti mengsubordinasi kedudukan rakyat tempatan hanya menjadi kelas pekerja, bukan sebagai inisiator kemandirian desanya, sehingga yang terjadi adalah invasi ekonomi pihak luar yang dominatif terhadap potensi lokal, dimana padat bermunculan golongan "neo feudal" yang menguasai lahan-lahan domestik serta mengikat penduduk lokal dengan kontrak kerja ber-upah murah. Menurut saya ini sangat jauh dari idealisme kedaulatan rakyat yang tertuang dalam inisiatif nawacita. 

Kedua, denyut ekonomi di kawasan pedesaan yang dipicu beroperasinya pabrik-pabrik pengolahan sumber daya alam secara kasat mata memang terlihat potensial. Namun hal tersebut hanya berlangsung di permukaan belaka.  

Profit ekonomi mayoritas masih dikuasai secara oligarkis oleh kumpulan perusahaan, kecuali hanya sedikit yang tersisa sebagai pemasukan ke desa, entah sebagai insentif CSR, atau hanya sekadar paket uluran tangan sebagai bentuk siasat "politik etis". 

Pendapatan masyarakat lokal pun banyak yang tidak merata. Memang terjadi kenaikan pendapatan, tetapi nilainya tidak ekuivalen; tingkat konsumsinya pun juga cenderung berkurang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kapitalisasi sumber daya alam lokal pada akhirnya lebih sering memenangkan pihak pemodal dengan keuntungan finansial yang tinggi.  Namun di saat yang sama, masyarakat yang tinggal disekitar wilayah sumber daya tidak mendapat manfaat ekonomi yang setara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun