Mohon tunggu...
Andika Lawasi
Andika Lawasi Mohon Tunggu... Lainnya - an opinion leader

Rakyat Pekerja

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Rekonstruksi "Civil Society" dari Kultur Eksploitatif Menuju Adaptif

28 Mei 2017   05:38 Diperbarui: 28 Mei 2017   06:12 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

graphicfgt159173-5929ffb0b79373662833a774.jpg
graphicfgt159173-5929ffb0b79373662833a774.jpg
Kebiasaan yang perlu dibudayakan dalam proses habituasi kultural ini haruslah bercirikan “ land ethic “ yang mendorong semangat transformasi dari eksploitatif ke adaptif. Kebiasaan-kebiasan itu bisa dimulai dari diri sendiri, kemudian pada level keluarga, lalu berlanjut pada level komunitas dan kelembagaan.   

Di level elit, misalnya, negara harus mulai membiasakan mengkontruksi kebijakan pembangunan nasional yang bersifat adaptif terhadap seluruh sumber daya secara komprehensif.  Contohnya pada pembangunan kota, negara harus cerdas dalam memodeling pembentukan kota yang bisa kita sebut dengan istilah futuristiccity, atau sebuah tata kota yang  berteknologi tinggi tetapi tetap mempertahankan unsur-unsur alami di dalamnya dan menjadikan kebudayaan lokal sebagai basisnya.

Di level menengah sampai level grass root, perlu adanya pembentukan kebudayaan baru yang bercirikan gaya hidup yang berkonsep ramah lingkungan dengan menganut prinsip reuse, recycling, reduce.  Gaya hidup yang dimaksud harus mampu menjiwai semua elemen aktivitas hidup masyarakat mulai dari aktivitas sandang, pangan, dan papan. Semua pengetahuan teknis yang akan dan atau sedang dikembangkan dalam masyarakat harus berorientasi pada konsepsi “ land ethic “ ini.  

Pada akhirnya, semua elemen masyarakat harus bergerak dan memberi teladan untuk mewujudkan kepedulian pada hutan dan alam. Sinergitas dari seluruh elemen masyarakat dengan demikian sangat dibutuhkan agar cita-cita ini bisa terwujud.

Tulisan ini mungkin terkesan sangat imajinatif bila di baca dalam logika kapitalisme-neoliberalisme yang tengah mengangkangi kehidupan kita saat ini.  Tetapi, percayalah, perubahan radikal itu adalah sebuah keniscayaan.  Jika bukan kita yang memulai perubahannya secara sadar, maka alam akan melakukannya sendiri dalam bentuk natural retaliasi atau “ balas dendam alam “ yang tentunya akan sangat destruktif dan berbahaya bagi keberlangsungan umat manusia seluruhnya.  Tulisan ini hadir untuk mengingatkan pentingnya membangun sinergitas untuk kepedulian pada hutan dan alam.  Sekaligus untuk memberi pijakan berpikir bahwasanya ide perubahan dari eksploitatif menuju adaptif bukanlah sesuatu yang klise,tetapi sesuatu yang sangat rasional untuk dikonstruksi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun