[/caption]
Dari detik.com saya membaca sebuah berita yang berjudul "30% Perusahaan di Batam Ingin Hengkang ke Malaysia dan Vietnam". sepertinya ini kabar buruk bagi pemerintah karena bisa saja ada rasionalisasi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di perusahaan-perusahaan dimaksud. Mengutip dari detik.com yaituÂ
Staf Ahli Menteri Dalam Negeri, Nuryanto, mengatakan saat ini sekitar 30% perusahaan ingin keluar dari Batam. Rencananya, perusahaan-perusahaan tersebut ingin hengkang ke Malaysia dan Vietnam.
Alasan mereka ingin keluar dari Batam karena tidak kompetitif, dan kebetulan ada negara lain seperti Malaysia dan Vietnam yang menawarkan kondisi lebih baik.
"30% ingin keluar. Ada negara lain yang lebih baik manajemennya, kita tahu Malaysia menawarkan yang lebih baik, Vietnam lebih baik," ujar Naryanto usai rapat tentang FTZ Batam di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jumat (19/2/2016).
Naryanto mengatakan, perusahaan yang ingin keluar dari Batam antara lain bergerak di sektor otomotif dan elektronik. Namun, Naryanto mengaku belum bisa memastikan berapa jumlah perusahaan yang ingin keluar itu.
Dia menambahkan, pemerintah sedang berusaha memperbaiki manajemen di Batam. Seperti diketahui, saat ini pemerintah sedang berusaha memperbaiki masalah dualisme pengelolaan Free Trade Zone atau Kawasan Perdagangan bebas di Batam.
"Mudah-mudahan dengan pembenahan manajemen ini mereka mengurungkan niatnya (keluar dari Batam)," ujar Naryanto
(hns/drk)Â
Ini merupakan ancaman yang harus segera diatasi, karena kalau tidak akan menimbulkan dampak kurang baik bagi indikator makro ekonomi yaitu meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia.  Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tahun lalu (Februari 2014-Februari 2015) jumlah pengangguran di Indonesia meningkat 300 ribu orang, sehingga total mencapai 7,45 juta orang. Perlunya akselerasi dampak dari paket kebijakan ekonomi Presiden Jokowi sehingga perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia sekiranya dapat bersabar dan akhirnya memperoleh harapannya untuk terus barada di Indonesia.Â
Disamping itu perlu juga peranan sektor perbankan mendukung dan sekaligus menerapkan kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah. Sekali lagi menguti berita dari detik.com yaitu
Jakarta -Tak lama lagi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengeluarkan paket insentif bagi bank-bank yang mampu memperbaiki efisiensinya, baik di sisi overhead dan margin keuntungan, serta risk premium (NPL).
Paket insentif ini dalam rangka melengkapi kebijakan penurunan biaya dana akibat berbagai macam kebijakan yang dikeluarkan baik oleh pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan OJK, untuk meyakini suku bunga kredit turun.
Paket insentif tersebut akan diluncurkan dalam waktu dekat dalam bentuk Peraturan OJK (POJK) Tentang Insentif dalam Rangka Peningkatan Efisiensi.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad mengungkapkan, melalui insentif tersebut, perbankan didorong untuk menyesuaikan margin perbankan melalui berbagai efisiensi. Saat biaya dana bisa ditekan, melalui pemangkasan bunga deposito salah satunya, maka perbankan juga bisa menurunkan tingkat suku bunga kreditnya.
"Kita sudah memasuki MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), tahun depan ikut Asia Pacific, kita harus tumbuh berkembang meningkatkan daya saing, kita lihat situasi di ASEAN sekarang, bunga kredit paling tinggi di ASEAN itu Indonesia," ujarnya, saat berbincang bersama detikFinance, di kantornya, Gedung OJK, Jl Wahidin Raya, Jakarta, Jumat (19/2/2016).
Lebih jauh Muliaman menjelaskan, kebijakan insentif OJK ini menjadi salah satu cara bisa menurunkan suku bunga kredit perbankan di Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan langkah pemerintah yang memang tengah menekan bunga kredit perbankan di Indonesia menjadi single digit.
Saat ini, rata-rata suku bunga kredit perbankan di Indonesia mencapai 12,87%, masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. Malaysia 6,85%, Filipina 6,86%, dan Thailand 7,10%.
OJK ingin, perbankan di Indonesia bisa bersaing dengan bank-bank di ASEAN dengan penerapan bunga kredit single digit. Di tingkat ASEAN, paling tidak perbankan Indonesia bisa sejajar dengan Thailand.
"Karena menyaingi Malaysia dan Singapura terlalu berat, kenapa nggak Filipina, kalau Filipina sudah sebanding, kalau sama Filipina selevel lah, paling tidak mirip Thailand," ucap dia.
Muliaman meyakini, melalui kerja sama dengan berbagai pihak terkait, suku bunga kredit di Indonesia bisa ditekan hingga ke level single digit.
"Secara bertahap bisa suku bunga kredit 7%, kalau kebijakan BI jalan, pemerintah jalan, OJK jalan, bukan sesuatu yang tidak mungkin. Saya sudah sosialisaikan ke bank, saya sudah panggil semua bank, mereka mendukung asal dilakukan secara bertahap, bank BUKU 3 dan 4," pungkasnya.
(drk/dnl)
Menanggapi berita dimaksud sekiranya ada harapan besar pemerintah bagi wirausaha-wirausaha asli Indonesia untuk dapat menjadi usaha besar di Indonesia dikarenakan dampak kebijakan insentif OJK. Perlunya menguatkan peranan bangsanya sendiri lewat kemudahan mendapatkan pembiayaan usaha dengan bunga kompetitif sesuai dengan suku bungan Bank Indonesia saat ini (7% per 28 Februari 2016). Peranan pemerintah lewat pembantunya khususnya BUMN yang terkait sektor pembiayaan sangat ditunggu. Seharusnya BUMN dapat melayani kepentingan umum dengan baik, bukan sebagai pebisnis murni yang mengharapkan banyak keuntungan. Memang ini sangat dilema, tapi sebagai salah satu pilar saka guru pembangunan ekonomi hendaknya BUMN menyadari kondisi Indonesia saat ini.
Jadi ada dua alternatif yang bisa ditindaklanjuti Pemerintah, Pertama yaitu terus memberikan dukungan kepada perusahaan-perusahaan yang akan hengkang untuk tidak hengkang sementara ini dari Indonesia dikarenakan perlunya menunggu dampak positif dari paket kebijakan pemerintah, sehingga pemerintah dapat terus mempertahankan atau bahkan mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.
Kedua adalah pemerintah bersama OJK harus dapat bergerak secara cepat untuk mengimplementasikan kebijakan penerapan suku bunga kredit kompetitif sesuai suku bungan Bank Indonesia agar dapat memberikan kesempatan emas bagi para pelaku usaha asli Indonesia untuk mengembangkan usahanya melalui suku bunga kredit rendah yang diterimanya dapat memberikan gambaran bahwa pelaku usaha Indonesia dapat lebih leluasa menciptakan produk-produk yang berkualitas dengan harga yang kompetitif dari perusahaan-perusahaan pesaing yang pelaku usahanya orang asing. Menciptakan wirausaha baru asli Indonesia dapat ditingkatkan dengan bantuan pembiayaan melalui bunga kredit rendah.Â
Pada akhirnya pemerintah dapat mengubah peta kompetisi bisnis di Indonesia jika kondisi-kondisi tertentu sudah terpenuhi, salah satu upayanya adalah seperti hal yang telah saya tulis ini. Sekali lagi kemunculan sektor riil melalui wirausaha asli Indonesia kiranya dapat mengambil peluang secara cepat atas paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
(ysn)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H