.....
Hingga tiba hari ketika sang Bunda berulang tahun. Biasanya, Anin akan bangun lebih pagi. Ia berencana untuk menyiapkan peralatan sekolahnya sendiri lalu memasak nasi goreng untuk sarapan pagi. Ketika sang Bunda berulang tahun, biasanya ia akan berada di rumah. Lalu, ketika sang Bunda bangun, ia melihat gadis kecilnya sedang sibuk mengaduk-aduk panci yang berisi nasi goreng di dapur. Setelah siap, mereka akan makan bersama-sama di meja makan.
Lalu Bunda akan berkata, "Nasi gorengnya enak. Kamu belajar dari siapa?"
Gadis itu akan terkekeh dan menjawab dengan senyum sumringah. "Siapa lagi kalau bukan dari Bunda. Kalau nasi goreng kakak tidak begitu enak karena yang bikin bukan Bunda."
Bunda terkekeh. Kakaknya hanya diam tanpa ekspresi sambil fokus menghabiskan nasi goreng buatan adiknya.
"Aku sudah selesai makan. Ayo, Kak, kita berangkat." Sebelum keluar dari pintu, Anin mencium pipi Bundanya. "Selamat ulang tahun, Bunda. Aku harap bisa bertemu Bunda lebih sering lagi."
Lalu, ia memeluk Bundanya dengan erat, seakan-akan sang Bunda akan pergi meninggalkannya. Ia sangat takut. Ia tidak mau kehilangan Bundanya.
Kemudian, Anin melepas pelukan tersebut. "Kenapa badan Bunda sangat dingin? Bunda sakit, ya?"
Sang Bunda hanya tersenyum. "Pergilah, kakakmu sudah menunggu."
Dengan rasa bingung, Anin pergi menyusul kakaknya di luar. Belum habis kebingungan Anin, ia melihat kakaknya menangis di atas motor. "Kak, kenapa? Kenapa menangis?"
Dengan cepat kakaknya menghapus air matanya. Kedua matanya sangat merah. Hidungnya juga. Ia menghela napas panjang. Kakaknya hanya menggeleng lalu memberikan helm kecil berwarna hitam kepada Anin.