Mohon tunggu...
Difa Azizah
Difa Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Saat ini sedang menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Berminat pada sejarah, politik, film dan lingkungan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Biografi Imam Al-Ghazali

28 Juni 2024   15:35 Diperbarui: 28 Juni 2024   15:35 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu tokoh penting dalam pendidikan Islam, Al-Ghazali, telah memberikan kontribusi yang signifikan untuk kemajuan pendidikan Islam, terutama dalam hal pendidikan akhlak, dia adalah seorang pemikir Islam, teolog, filosof, dan sufi terkenal di dunia Islam. Al-Ghazali lahir di Thus, Iran, pada 450 H atau 1058 dengan nama asli Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thus. 

Al-Ghazali memiliki ayah yang lembut sanubarinya, hidup sederhana, pekerja keras, dan pedagang yang sabar. Ayah sang imam terkenal karena gemar belajar dari banyak ulama saat itu, sering mengikuti halaqoh (pengajian) mereka, dan senang membantu orang lain. Tidak jarang ayah Al-Ghazali menangis saat mendengarkan tausiyah (uraian) dari para ulama yang ia datangi untuk mendapatkan ilmu. 

Pada suatu titik, karena keinginan untuk memiliki keturunan yang mahir dalam keilmuan agama, dia menggemari majelis-majelis di mana para ulama membacakan ilmu. Allah SWT memenuhi doa beliau dengan memberinya dua putra yang baik hati. Anak pertamanya diberi nama Abu Hamid, yang kedua saudara laki-laki dari imam al-Ghazali, diberi nama kuniyah (alias) Abu al-Futuh Ahmad Muhammad bin Muhammad bin Ahmad ath-Thusi al-Ghazali, dikenal sebagai Majdudin.

Al-Ghazali sejak kecil dikenal sebagai seorang pribadi yang cinta terhadap ilmu pengetahuan, sebagaimana dikemukakan oleh Al-Ghazali sendiri: "Sesungguhnya kehausan untuk menyelami hakekat segala sesuatu merupakan kebiasaan sejak dini. Sifat ini merupakan fitrah yang dikaruniakan oleh Allah kepadaku, bukan pilihan atau karena usahaku sendiri, sehingga aku terbebas dari segala taqlid dan kepercayaan warisan, sementara usiaku masih muda".

Al-Ghazali memperoleh pendidikan awalnya dari lingkungan keluarganya sendiri. Al-Ghazali mulai belajar Al-Qur'an dari keluarga itu. AlGhazali terus ditanamkan nilai-nilai keagamaan oleh sang ayah. Setelah belajar dari keluarganya, Al-Ghazali pergi ke madrasah di Thus pada saat dia 7 tahun. Di sana dia belajar tentang fiqh, riwayat spiritual para wali, dan syair yang disebut mahabbah (cinta) kepada Allah, serta tafsir al-Qur'an dan sunnah. Seorang sufi terkemuka, Ahmad bin Muhammad Al-Razikani, adalah guru fiqhnya di madrasahnya. 

Pada usia 15 tahun, Al-Ghazali pergi ke Mazardaran, Jurjan, antara tahun 465 dan 470 H untuk belajar fiqh di bawah bimbingan Abu Nasr al-Isma'ily selama dua tahun. 

Setelah selesai di sana, pada usia 20 tahun, Al-Ghazali pergi ke madrasah Nizamiyah Nizabur, di mana dia diajar oleh Yusuf Al-Nassaj, yang juga dikenal sebagai Imamul Haramain atau Al-Juwayni Al-Haramain seorang ulama Syafi'iyyah untuk menumbuhkan bakat dan kecerdasannya, tempat pendidikan ini yang paling berguna. 

Nizabur Al-Ghazali mempelajari teologi, hukum, dan filsafat di madrasah Nizamiyah. Ia berusaha keras untuk belajar dan berijtihad di bawah bimbingan gurunya sampai dia benar-benar menguasai berbagai masalah madzhabmadzhab, termasuk perbantahannya, perbedaan pendapatnya, teologinya, usul fiqhnya, logikanya, dan membaca filsafat maupun hal-hal lain yang berkaitan denganya, sertas menguasai berbagai pendapat cabang ilmu tersebut.

Setelah al-Juwayni wafat, Nidzham al-Mulk, perdana menteri sultan Saljuk Malik Syah, memperkenalkan al-Ghazali kepadanya. Nizam adalah pendiri madrasah al-nidzhamiyah. 

Sementara berada di Naisabur, al-Ghazali sempat belajar tasawuf dari Abu Ali al-Faldl Ibn Muhammad Ibn Ali al-Farmadi, yang berasal dari Thus dan menjadi murid al-Qusyairi, seorang tokoh sufi di Naisabur. Setelah gurunya meninggal, tepatnya tahun 1091 M, al-Ghazali meninggalkan Naisabur untuk bertemu dengan Nidzham al-Mulk di negeri Muaskar. Di daerah ini, al-Ghazali dihormati untuk berdebat dengan para ulama. 

Setelah memenangkan perdebatan ini, Al-Ghazali cepat menjadi terkenal di kalangan ulama dan cendekiawan. Imam al-Ghazali diangkat sebagai Guru Besar di Universitas Nizamiyah pada tahun 484 H/1091 M karena kecerdasannya dan pengetahuannya yang luas. Tidak jarang, al-Ghazali menggantikan gurunya saat mereka berhalangan mengajar. Al-Ghazali menjadi ilmuan Islam yang terkenal di Irak setelah menjabat sebagai Guru Besar di perguruan Nizamiyah.

Setelah mengajar di madrasah, Al-Ghazali mempelajari filsafat secara otodidak, baik filsafat Yunani maupun Islam, terutama karya al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Maskawih, dan Ikhwan al-Shafa. Dia juga menguasai filsafat dalam karyanya seperti al-Mawasid Falsafah dan Tuhaful al-Falasiyah. 

Dia juga meneliti teologi, ta'limiyah, dan tasawuf. Karier Imam al-Ghazali tidak berhenti di sana, di bawah pemerintahan Khalifah Abbasiyah, Perdana Menteri Nizamul Mulk menunjuknya sebagai Rektor Universitas Nizamiyah. Meskipun al-Ghazali baru berumur 28 tahun pada waktu itu, kemampuannya mampu menarik perhatian Perdana Menteri.

Al-Ghazali tidak lama menjabat sebagai rektor Universitas Nizamiyah. Tahun 1095, al-Ghazali meninggalkan pekerjaan gurunya untuk menuju Makkah al-Mukarramah untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima, yaitu haji. Sebelum itu, dia telah mengambil jalan zuhud dan meninggalkan keramaian dunia. Setelah menunaikan ibadah haji, al-Ghazali mengunjungi wilayah Syam dan menetap di Damsyiq (Damaskus) selama beberapa saat sebelum kembali ke Thus, kota asal beliau. Setelah itu, dia mengurung diri di Masjid Damaskus. Di sinilah al-Ghazali menulis Ihya' Ulum ad-Din, yang menggabungkan tasawuf dan fiqih. Buku ini memiliki dampak besar di seluruh dunia Islam, dan dampak ini terus berlanjut hingga hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun