Mohon tunggu...
DiendiAD
DiendiAD Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Mahasiswa Mercubuana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Gaya Kepemimpinan Visi Misi Semar pada Upaya Pencegahan Korupsi

11 November 2023   16:55 Diperbarui: 15 Desember 2023   09:05 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. Suap menyuap

  • Pasal 5 ayat (1) huruf a berbunyi “setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 dan paling banyak Rp. 250.000.000”.
  • Pasal 5 ayat (1) huruf b berbunyi “setiap orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya, di pidana penjara paling sedikit 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 dan paling banyak Rp. 250.000.000,00”.
  • Pasal 5 ayat (2) berbunyi “Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)”.
  • Pasal 6 ayat (1) huruf a berbunyi “setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 dan paling banyak Rp. 750.000.000,00”.
  • Pasal 6 ayat (1) huruf b berbunyi “setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili dan dipidana dengan penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 dan paling banyak Rp. 750.000.000,00”.
  • Pasal 6 ayat (2) berbunyi “Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)”.
  • Pasal 11 berbunyi “pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 dan paling banyak Rp. 250.000.000,00”.
  • Pasal 12 huruf a berbunyi “pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut di duga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya Dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00”.
  • Pasal 12 huruf b berbunyi “pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya Dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00.
  • Pasal 12 huruf c berbunyi “hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00”.
  • Pasal 12 huruf d berbunyi “seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili dan dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00”.
  • Pasal 13 berbunyi “Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00”.

3. Penggelapan dalam Jabatan

  • Pasal 8 berbunyi “pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut dipidana dengan penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 dan paling banyak Rp. 750.000.000,00”.
  • Pasal 9 berbunyi “pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi dipidana dengan penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 dan paling banyak Rp. 250.000.000,00”.
  • Pasal 10 hurut a berbunyi “pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatan Dipidana dengan penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 dan paling banyak Rp. 350.000.000,00”.
  • Pasal 10 hurut b berbunyi “pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut dipidana dengan penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 dan paling banyak Rp. 350.000.000,00”.
  • Pasal 10 hurut c berbunyi “pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.Selain penggelapan dalam jabatan publik/pegawai negeri, perlu juga dperluas untuk mengatur penggelapan dalam jabatan swasta yang berkaitan dengan kepentingan umum sehingga tindakan yang dilakukan merugikan kepentingan umum dan orang lain dipidana dengan penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 dan paling banyak Rp. 350.000.000,00”.

4. Pemerasan

  • Pasal 12 hurut e berbunyi “pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00”.
  • Pasal 12 hurut g berbunyi “pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, menerima atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00”.
  • Pasal 12 hurut h berbunyi “pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hakpakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00”.

5. Perbuatan curang

  • Pasal 7 ayat (1) huruf a berbunyi “pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang dipidana dengan penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 dan paling banyak Rp. 350.000.000,00”.
  • Pasal 7 ayat (1) huruf b berbunyi “Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 350.000.000,00”.
  • Pasal 7 ayat (1) huruf c berbunyi “Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang dipidana dengan penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 dan paling banyak Rp. 350.000.000,00”.
  • Pasal 7 ayat (1) huruf d berbunyi “Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c dipidana dengan penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 dan paling banyak Rp. 350.000.000,00”.
  • Pasal 7 ayat (2) berbunyi “Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)”.
  • Pasal 12 huruf h berbunyi “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan”.

6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan

  • Pasal 12 huruf I berbunyi “pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, ataupersewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugasan untuk mengurus atau mengawasinya dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00”.

7. Gratifikasi

  • Pasal 12 B

(1) berbunyi “Setiap gratifiasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut”:

  • yang bernilai Rp.10.000.000,00< pembuktian bahwa gratifikasi tersebut merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
  • yang bernilai Rp. 10.000.000,00> pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

Dalam penjelasan ditentukan bahwa yang dimaksud dengan gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya.

(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00.

  • Pasal 12 C
    (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
    (3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.
    (4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Pengaturan mengenai gratifikasi juga terjadi duplikasi antara Pasal 5 ayat (1) dengan ancaman paling lama 5 tahun, sedangkan Pasal 12 B ayat 2 dengan ancaman paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.

Jenis-jenis Resiko Korupsi

  • Resiko Korupsi Bagi Masyarakat dan Perorangan:
    Jika korupsi di masyarakat merajalela dan menjadi santapan sehari-hari masyarakat  maka akan menimbulkan kekacauan di masyarakat karena tidak ada dan tidak adanya sistem sosial yang sesuai. Setiap individu dalam masyarakat hanya akan egois, bahkan tidak akan ada kerjasama atau persaudaraan yang tulus.
  • Risiko korupsi bagi generasi muda:
    Dalam masyarakat yang setiap hari diusung korupsi, anak-anak tumbuh dengan kepribadian anti-sosial, generasi muda akan menganggap  korupsi sebagai hal biasa, budaya sehingga perkembangan pribadinya akan terpengaruh. Ketidakjujuran dan tidak bertanggung jawab membuat masa depan negara suram.
  • Bahaya Korupsi terhadap Politik Sebuah kekuasaan politik:
    yang dicapai dengan sebuah korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata public, masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah serta pemimpin tersebut, akibatnya mereka tidak akan patuh dan tunduk. Praktik korupsi seperti pemilu yang curang, kekerasan dalam pemilu, dll menyebabkan rusaknya demokrasi,
  • Bahaya Korupsi Bagi Ekonomi Bangsa:
    Jika suatu projek ekonomi dijalankan sarat dengan unsur-unsur korupsi seperti penyuapan untuk kelulusan projek, penggelepan dana dll. maka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dari projek tersebut tidak akan tercapai. Korupsi menyebabkan kurangnya orang yang mau berinvestasi di dalam negeri atau di luar negeri karena investor akan berpikir dua kali sebelum membayar biaya yang lebih tinggi daripada yang seharusnya mereka bayarkan untuk berinvestasi.

bikinan sendiri
bikinan sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun