BERITA tentang penembakkan massal di AMerika Serikat kerap menghiasi media. Berbeda dengan Indonesia, warga Paman Sam memang memiliki kebebasan untuk memiliki senjata api. Konstitusi mereka menjamin hak untuk mempertahankan diri.
Di Indonesia, kepemilikan senjata api sangat dibatasi. Butuh aneka izin untuk 'memegang' sekadar pistol yang 'hanya' senjata laras pendek. Sementara di Amerika Serikat bahkan warga bisa membeli senjata api serbu laras panjang.
Beberapa hari lalu mencuat pemberitaan tiga tokoh agama di Jawa Barat yang memegang senjata api laras panjang. Belum diketahui jenis senjata api yang dimiliki namun videonya viral di berbagai platform media sosial.Â
Keamanan di Indonesia dijaga oleh aparat keamanan sehingga warga tak perlu memiliki senjata api. Ini berbeda dengan di Amerika, warga memiliki hak untuk menjaga keamanan dirinya.
Tetapi dampak kepemilikan senjata di Amerika Serikat sangat buruk. Kerap terjadi penembakan massal yang meniimbulkan banyak korban jiwa.
Penembakan massal di SD Covenant School Nashville (Senin, 27/03/2023) merupakan penembakan massal ke-129 di AS pada tahun ini. Demikian menurut Arsip Kekerasan Senjata, sebuah kelompok yang mendefinisikan penembakan massal sebagai insiden yang melibatkan empat atau lebih korban.
Yang menyedihkan, serangan ini juga kerap terjadi di sekolah. Tahun lalu penembakan massal terjadi di sebuah sekolah dasar di Uvalde, Texas, menewaskan 19 siswa dan dua guru.
Pada Februari lalu, seorang pria bersenjata membunuh tiga mahasiswa dan melukai lima lainnya dalam serangan di kampus Michigan State University di kota East Lansing.
Menurut database Arsip Kekerasan Senjata, sejak 2020 jumlah penembakan massal di AS mencapai di atas 600 per tahun. Pada 2022, jumlah insiden penembakan di Negeri Paman Sam bahkan mencapai 646 kasus.
Sementara itu, laporan Biro Investigasi Federal (FBI) mencatat lonjakan 61 persen dalam apa yang disebut insiden "penembak aktif" pada 2021 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Departemen tersebut mendefinisikan "penembak aktif" sebagai seseorang yang terlibat dalam pembunuhan atau upaya untuk membunuh orang di ruang publik secara acak. Sekitar satu dari lima insiden "penembak aktif" pada tahun 2021 juga merupakan pembunuhan massal.
Meski demikian reformasi senjata federal tetap menjadi masalah yang sarat politik. Sejauh ini Presiden Joe Biden yang merupakan seorang Demokrat, berusaha mengatasi tingginya tingkat kekerasan senjata melalui serangkaian perintah eksekutif.
Tahun lalu, dia menandatangani undang-undang kontrol senjata federal pertama yang disahkan di AS dalam beberapa dekade. Meski para pendukung mengatakan bahwa RUU itu hanya menghasilkan keuntungan tambahan.
Menyusul serangan hari Senin di Nashville, Gedung Putih kembali menyerukan reformasi federal yang lebih besar. Termasuk larangan senjata serbu, batasan usia, dan standar yang lebih tinggi
"Itu menyakitkan," kata Biden sebagaimana dikutip Aljazeera. "Ini merobek komunitas kita dan mencabik-cabik jiwa bangsa," lanjutnya. Â ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H