Perdebatan Gincu Vs Garam secara historis adalah dalam konteks perdebatan perjuangan Islam relasinya dengan negara. (bukan dengan Jokowi ya hihihi..
Pemikiran Pak Natsir mewakili "Islam Gincu" : Islam harus jadi Dasar Negara. Formal legal. Setuju dengan konsep Piagam Jakarta, memasukkan 7 kata : "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluknya".
Tapi pemikiran Pak Natsir ini berbeda dengan Bung Hatta. Bung Hatta mewakili "Islam Garam" : Islam tidak secara formal jadi Dasar Negara. Dasar Negara adalah Pancasila (sebagai negara nasional). Tidak Islam formal legal. Tidak simbolik. Tapi Islam substantif. Yaitu nilai-nilai Islam melekat dan mengisi kehidupan masyarakat dan bernegara.
Apakah Bung Hatta anti Islam?
Tidaklah. Strategi perjuangan Bung Hatta agar nyala api Islam tetap hidup dengam pendekatan substantif. Tidak simbolik. Bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara sebenarnya adalah hadiah umat Islam bagi bangsa Indonesia.
Islam sebagai value, dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, tidak bisa dipisahkan dari kehidupan negara. Islam yang rahmatan lil alamin harus mengisi dan menghiasi perjalanan bangsa.
Itulah himbauan ZH bahwa politik Islam Garam lebih relevan dan diterima oleh masyarakat majemuk. ZH tidak beretorika. ZH menawarkan politik Islam Garam karena sesuai dengan platfotm PAN, yang menghargai kemanusiaan dan pluralitas.
Dari sini, apakah sudah dapat di mengerti ?
Politik Islam Garam itu tidak ada hubungannya dengan deideologisasi partai politik. Dan istilah deideologisasi itu istilah masa rezim Orba, di mana Pancasila sebagai ideologi negara dipaksa sebagai satu-satunya asas tunggal bagi seluruh parpol. Tetap memakai ideologi versi pemerintah : Pancasila.
Perumpamaan pemaksaan ideologi tunggal di rezim Orba tidak tepat jika memakai istilah pak Daniel Bell, The End of Ideology. Kan tetap memakai ideologi Pancasila. Meskipun dengan paksaan memakai pistol.
Saat ini, ciri khas ideologi partai telah dijamin Undang-undang Pemilu (No.7/ 2017). Seluruh partai politik dijamin oleh UU untuk mencantumkan asas atau ciri khas ideologinya masing-masing. Bebas merdeka.