Kyai Tapa yang menepi dari kehidupan duniawi untuk mengabdikan hidupnya dengan mengajar agama Islam pada murid-muridnya di samping mengobati penduduk di seputar Gunung Munara, akhirnya setuju "turun gunung" mengikuti ajakan Ratu Bagus Buang untuk berperang.
Di sini rasa penasaran saya muncul. Siapa Ratu Syarifah Fatimah? Mengapa rakyat Banten begitu membencinya, sehingga pasukan Kyai Tapa bertambah nyaris 10 kali lipat dari 2.000 menjadi 20.000?
Inilah kisahnya.
"Gambaran tentang Fatimah adalah puteri cantik keturunan Arab yang pandai dan terdidik. Beliau adalah puteri dari pasangan guru Sayid Ahmat dan Nyai Cowok dari Banten" demikian Heuken (2016) memberi gambaran ringkas.Â
Ia menikahi seorang Kapitan Melayu kaya bernama Wan Muhammad. Fatimah pandai bergaul dengan kalangan bangsawan, termasuk para pejabat VOC Belanda. Tidak jelas cerita tentang akhir pernikahannya itu, yang jelas tahun 1720 Fatimah menikahi calon Sultan Banten yang bernama Sultan Muhammad Zainul Arifin. Tigabelas tahun kemudian, suaminya menaiki tahta Sultan Banten (1733).
Untuk ukuran jamannya, Syarifah Fatimah sangat maju dalam strategi politis, meski kurang etis. Ia kemudian menuduh suaminya gila dan mulai "bertakhta" di balik takhta suaminya. Fatimah juga tak segan mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW untuk meraih rasa hormat rakyat Banten (meski belakangan ketahuan).Â
Beliau juga mengambil banyak keputusan penting, termasuk menjual lada dengan harga murah kepada VOC, mengatur penangkapan dan pembuangan Pangeran Gusti, pangeran mahkota yang sah, ke Sri Lanka pada tahun 1747 dengan dukungan VOC. Ia menaikkan Syarif yang menikahi keponakannya, untuk bertahta dan mengangkat dirinya sendiri sebagai penasihat.
Rangkaian tindakan Fatimah ini memicu pemberontakan besar-besaran Rakyat Banten yang dipimpin oleh bangsawan Banten bernama Ratu Bagus Buang dengan dukungan Kyai Tapa yang mengorganisir perjuangan dari Gunung Munara, Ciseeng, Parung.Â
Pemberontakan ini membuat VOC akhirnya berpikir ulang dan membuat beberapa butir kesepakatan dengan para pemimpin pemberontak. Salah satunya dengan kesepakatan menangkap Ratu Syarifah Fatimah dan Pangeran Syarif dan menahan mereka di Pulau Edam, sebelum dibuang ke Saparua. Pulau Edam menjadi akhir dari perjalanan hidup Syarifah Fatimah yang wafat di pulau ini pada tahun 1751.
7 Juli 2018, tiga abad lebih tiga tahun setelahnya........