Hal inilah yang tampaknya mendorong Prabu Siliwangi mengutus puteranya, Prabu Surawisesa untuk menemui utusan Portugis di Malaka pada tahun 1512 dan 1521. Pertemuan ini belakangan menghasilkan perjanjian internasional pertama di nusantara. Tugu peringatan Padrao ditanam di pantai sebagai tanda peringatan perjanjian.
Portugis mendapat ijin untuk mendirikan gudang dan benteng di daerah pelabuhan Sunda Kelapa. Meskipun, pembangunan benteng ini nantinya tidak dapat terlaksana, karena Sunda Kelapa sudah keburu jatuh ke koalisi Demak-Cirebon.
Demak, Cirebon dan Banten
Sebaliknya, Demak pun gusar ketika mengetahui tentang perjanjian antara Pakuan Pajajaran dengan Portugis. Bagi Demak, perjanjian Kerajaan Pajajaran dan Portugis akan mengancam perdagangan laut. Â Demak juga khawatir Portugis datang untuk menjajah, karena itu mereka harus diusir. Koalisi terbentuk antara Demak, Cirebon dan belakangan, Banten, setelah berhasil dikuasai Demak Cirebon.
Sebelum menyerang Sunda Kelapa, strategi Syarif Hidayatullah adalah menyerang dan mengambil alih Banten terlebih dahulu. Strategi ini cukup jitu, karena Pakuan Pajajaran kehilangan salah satu pelabuhan pentingnya. Â Banten adalah pelabuhan ke-dua terkuat di Kerajaan Pakuan Pajajaran, selain tentu saja: Pelabuhan Sunda Kelapa.
Ketika Banten berada di bawah kekuasaan Pajajaran, pusat pemerintahannya, termasuk Bupati Pajajaran saat itu berada di Banten Girang, yang sekarang terletak di Kampung Kala Dua dekat Kota Serang (Djajadiningrat, 1983, hal 124).Â
Tampaknya hal inilah yang membuat Kerajaan Pakuan Pajajaran semakin menyadari ancaman Demak Cirebon terhadap kerajaannya dan mendorongnya untuk membuat perjanjian dengan Portugis sebagai langkah antisipasi.
Setiap mendengar tentang Sunda Kelapa, nama Fatahilah selalu ikut disebut. Ini tidak mengherankan, karena Fatahillah ikut merebut, bahkan memimpin serangan atas Banten pada tahun 1525-1526 dan setahun setelahnya (1527), Fatahillah bersama tentaranya dan bantuan Demak, merebut Sunda Kelapa dari Kerajaan Pajajaran dan memporakporandakan Portugis.
Fatahillah dikenal juga dengan berbagai nama. Ia juga kerap disebut sebagai  Fadhillah Khan, Falatehan atau Ratu Bagus dari Pasei. Ayahnya adalah orang Arab dari Gujarat (India) yang pindah ke Pasei. Belakangan Pasei direbut oleh Portugis pada tahun 1521. Sepulangnya Fatahillah dari Mekkah ke Jepara, ia disambut oleh Sultan Trenggana dari Demak.
Fatahillah jelas membenci Portugis karena mereka menghancurkan pangkalan dan jaringan niaga orang Gujarat. Tahun 1526/1527, pasukan Demak yang dipimpin panglima Fatahillah berhasil mencegah pelaut Portugis mendarat di Kalapa. Karena jaringan pedagang Gujarat sudah cukup lama berada di Kalapa, maka mudah saja bagi Fatahillah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan kota ini.