Mohon tunggu...
Diella Dachlan
Diella Dachlan Mohon Tunggu... Konsultan - Karyawan

When the message gets across, it can change the world

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perebutan Sunda Kelapa: Awal Ketegangan (Bagian 2)

19 Juni 2017   03:44 Diperbarui: 19 Juni 2017   17:33 5509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: Mesjid di Banten Lama

 "Ada dua jenis musuh. Musuh ganyal (nyata) dan musuh alit (halus). Musuh ganyal kelihatan dan mudah dilawan.  Sebaliknya, musuh alit tidak kelihatan, berbentuk ideologi baru, cuma bisa diatasi dengan cara meningkatkan kecerdasan rakyat"

Prabu Siliwangi (1482-1521), Carita Parahyangan. Di Proceeding Seminar Nasional Sastra dan Sejarah Pakuan Pajajaran, 11-13 November 1991, hal 38, 151.

Tulisan ke-dua dari tiga tulisan.

Kerajaan Pakuan Pajajaran mencapai masa keemasaannya pada masa Prabu Siliwangi. Di masa pemerintahannya, beliau memprioritaskan pembangunan di bidang ekonomi  dan pendidikan.

Pada jaman itu, kerajaan ini memiliki pelabuhan dagang di Banten, Pontang, Cikande (Tangerang), Karawang, Cimanuk dan pelabuhan internasional Sunda Kelapa.  Pelabuhan Sunda Kelapa digunakan untuk mengekspor lada dan beras ke negara-negara sahabatnya (Sunarto H & Viviane Sukanda Tessier, 1983, hal 15-16).

Tulisan “Perebutan Sunda Kelapa: Kisah Para Pangeran Pakuan Pajajaran dari Dua Permaisuri” telah membahas sekilas tentang para pangeran dari Kerajaan Pakuan Pajajaran. Hal ini sebagai sedikit latar belakang untuk menunjukkan cikal bakal ketegangan yang terjadi pada masa itu, yang nantinya akan berujung pada perebutan pelabuhan Sunda Kelapa.

Ketegangan Pakuan Pajajaran dan Cirebon

Kita kembali sejenak kepada Walasungsang atau Pangeran Cakrabuana di Cirebon. Beliau adalah putera Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pakuan Pajajaran dari permaisurinya yang bernama Subanglarang. Literatur menyebutkan Subanglarang dan anak-anaknya memeluk agama Islam. Pangeran Walasungsang kemudian mendirikan kerajaan Islam pertama di Cirebon. Ini disebut sebagai kerajaan Islam pertama di wilayah kekuasaan kerajaan Pakuan Pajajaran.

Prabu Siliwangi, menurut berbagai literatur, tidaklah menentang agama yang dipeluk istri dan anak-anaknya itu, serta juga tidak menolak berdirinya kerajaan Islam.  Prabu Siliwangi menobatkan Pangeran Walasungsang sebagai Susuhunan (penguasa) Cirebon dengan gelarSri Mangana.Meskipun, tentu saja, kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana reaksi Prabu Siliwangi pada saat itu.

 Walasungsang dan adiknya, Nyai Larasantang naik haji ke Mekkah selama dua tahun. Setelah naik haji, Nyai Larasantang mendapat gelar  Syarifah Mudha’im. Sedangkan, kakaknya Pangeran Walasungsang mendapat gelar Abdullah Iman.

Di sanalah, Nyai Larasantang bertemu dan menikah dengan Syarif Abdullah dari Mesir. Mereka memiliki seorang anak bernama Syarif Hidayatullah pada tahun 1448 m (Tjandrasasmita, 2009,  hal 161).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun