Mohon tunggu...
Diella Dachlan
Diella Dachlan Mohon Tunggu... Konsultan - Karyawan

When the message gets across, it can change the world

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mencari Jejak Parit Pakuan Pajajaran di Kota Bogor

22 Mei 2017   23:15 Diperbarui: 19 Juni 2017   04:22 9069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan dari atas jembatan Bondongan, Jalan Pahlawan. Apakah van Riebeeck datang dari arah ini?

Di bawah rel kereta api dekat stasiun Batutulis menuju Jalan Sekip Lawanggintung
Di bawah rel kereta api dekat stasiun Batutulis menuju Jalan Sekip Lawanggintung
Dalam penelusuran kami, di beberapa titik yang diduga Danasasmita sebagai “bekas parit”, seperti di daerah Empang dan Batutulis, di beberapa titik, kami berada di ketinggian yang dapat menjangkau pandangan menyapu ke daerah-daerah yang sangat jauh.

Sedangkan di belakang istana Batutulis terdapat rel kereta api, yang lokasinya termasuk tinggi. Dugaan ini makin menguat ketika kami menyusuri dan menuruni “tebing” dari sisi rel kereta api hingga ke Sungai Cisadane yang membatasinya.  Dari sisi Sungai Cisadane yang berseberangan dengan kawasan Lolongok hingga Batutulis, kita bisa melihat dan membayangkan bahwa ini adalah rangkaian tebing yang cukup curam di beberapa titiknya.

Pertanyaannya, tanpa peta atau teknologi yang ada seperti saat ini, bagaimana bisa Pakuan Pajajaran dengan piawainya menentukan batas-batas parit untuk melindungi kotanya saat itu?. Luar biasa!.

Babad Pajajaran menyebutkan bahwa wilayah Pakuan ini terbagi atas dua yaitu kota dalam (dalem kitha) dan kota luar (jawi kitha).Meskipun kota-nya tidak dilindungi oleh benteng dari tembok seperti kerajaan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, kota Pakuan Pajajaran saat itu pun sudah dikelilingi “benteng alam” yang tak kalah tangguh (hal 8).

Sungai Cisadane di bawah rel kereta api di belakang istana Batutulis
Sungai Cisadane di bawah rel kereta api di belakang istana Batutulis
Keberadaan Sungai Cisadane yang lebar ini ibarat menjadi benteng alam yang membuat penyerangan oleh musuh ke Kerajaan Pakuan Pajajaran bukanlah hal yang mudah. Tampaknya Kerajaan Pakuan Pajajaran memanfaatkan dengan baik bentang alam di kerajaan mereka, berupa tebing-tebing curam yang terdapat di sisi-sisinya dan keberadaan sungai-sungai yang mengapitnya.

Selain itu, musuh juga perlu “berjibaku” melewati sungai yang lebar, hutan lebat yang saat itu masih dihuni oleh harimau dan binatang buas lainnya serta tebing tinggi yang diduga merupakan bagian dari parit perlindungan, baik alam ataupun buatan. 

Sayangnya dalam perjalanan kali ini, kami tidak dapat membayangkan bagian mana yang merupakan "buatan" manusia dan bagaimana mengetahui sisa jejaknya. Apakah bagian parit buatan itu berupa hasil pemaprasan atau pengurukan? atau jangan-jangan di salah satu bagiannya juga mengalami perkerasan?. 

Pancuran mata air di belakang Istana Batutulis, disebut sebagai persinggahan Eyang Purwakalih
Pancuran mata air di belakang Istana Batutulis, disebut sebagai persinggahan Eyang Purwakalih
Harimau di Tanah Sunda

Keberadaan maung (harimau )yang sangat erat kaitannya dengan legenda Prabu Siliwangi, ternyata lebih dari sekedar legenda.

Scipio pada ekspedisi tahun 1687 (23/12/1687)  menyebutkan adanya laporan penduduk Parung Angsana tentang kawannya yang diterkam harimau di dekat Cisadane pada malam tanggal 28 Agustus 1687. Laporan penduduk juga mengatakan bahwa di lokasi yang sekarang adalah di seputaran Prasasti Batutulis, tempat ini juga konon disebutkan “dijaga” harimau.

Arca Purwakalih, 50 meter dari Prasasti Batutulis, persis di seberang makam Mbah Dalem
Arca Purwakalih, 50 meter dari Prasasti Batutulis, persis di seberang makam Mbah Dalem
Seandainya lokasi tersebut ternyata memang merupakan habitat harimau di masa itu, keberadaannya di seputaran kawasan prasasti Batutulis tentu membawa keseganan dan rasa hormat bagi penduduk setempat atau siapapun yang mengenal kawasan tersebut dulunya. Tentu saja akan sulit untuk tidak mengaitkan harimau dengan kegaiban dan misteri yang melingkupi ngahiang (menghilang) Sang Prabu Siliwangi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun