Secara spesifik, keberadaan Parit Pakuan di Prasasti Batutulis disebutkan dalam kalimat “wata pun ya nu nyusuk na pakwan …” yang diterjemahkan menjadi “Dialah yang membuat parit di Pakuan” dalam prasasti ini.
Tentang parit Pakuan ini pun terjadi perdebatan. Ada versi yang menyebutkan bahwa parit Pakuan sudah dibangun oleh beberapa raja seperti Tarusbawa (669-723) atau Rakean Banga (739-766) seperti dalam Kropak 632.
Tentu tak cukup ruang untuk menceritakan berbagai versi dan sejarah sebelum Kerajaan Sunda berganti nama menjadi Kerajaan Pakuan Pajajaran dan pindah ke daerah Bogor. Secara singkat, versi-versi ini menyebutkan bahwa Parit Pakuan diduga sudah dibangun di masa beberapa raja di masa lampau dan Prabu Siliwangi melanjutkan pembangunan dan memperkuatnya pada masa pemerintahannya.
Jadi, seberapa tangguh Parit Pakuan Pajajaran?.
Raja terakhir Pakuan Pajajaran, Nusiya Mulya (1567-1579), disebutkan tidak lagi berkedudukan di Pakuan, tetapi “mengungsi” di Pulasari (Pandeglang, Banten). Jadi dapat disimpulkan bahwa selama 12 tahun terjadi kekosongan “raja” di lokasi bekas pusat kerajaan Pakuan Pajajaran.
Dalam kurun waktu tersebut, bukan tak mungkin Kerajaan Pakuan Pajajaran mengalami berbagai serangan dan perang. Baru pada tahun 1579, pasukan Banten berhasil melakukan serangan, mengambil alih dan menutup kisah kejayaan Pakuan Pajajaran selama 222 tahun. Di sinilah kita lagi-lagi kembali berpikir tentang ketangguhan prajurit kerajaan Pakuan Pajajaran dan kecerdasan memanfaatkan bentang alam sebagai pelindung kota pada saat itu.
Catatan tentang keberadaan Kerajaan Pakuan Pajajaran di masa Belanda, dapat dilihat dari catatan perjalanan ekspedisi VOC, antara lain Scipio (1687), Adolf Winkler (1690) dan Abraham van Riebeeck (1703, 1704 dan 1709).
Abraham van Riebeeck, Direktur Jenderal VOC, yang mengadakan tiga kali ekspedisi dan melewati bekas Kerajaan Pakuan Pajajaran, melukiskan gambaran seperti ini tentang “de opgang van Pakuan” yang “merupakan tanggul sempit dan mendaki serta diapit dinding parit yang terjal” (hal 86).
C.M Pleyte tahun 1910 mencoba menggambarkan ilustrasi lokasi "benteng" yang mengelilingi "kota" dan Danasasmita pada tahun 1983 mencoba memperkirakan lokasi kraton saat itu yang berada di sekitar Gang Amil. Namun, lagi-lagi, hal ini mungkin perlu penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi kebenarannya.