Mohon tunggu...
Diella Dachlan
Diella Dachlan Mohon Tunggu... Konsultan - Karyawan

When the message gets across, it can change the world

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Cerita Prenggong Jaya di Situs Pasir Kaca Gunung Salak

11 April 2017   18:54 Diperbarui: 12 April 2017   02:30 6380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampung Salaka dengan pemandangan perbukitan menghampar

Karena letaknya yang berada di ketinggian dan mengarah ke salah satu punggungan Gunung Salak, pemandangan menuju ke lokasi Situs Pasir Kaca ini indah!.

Awalnya kita akan bertemu dengan Pura Jagatkarta, sekitar 1 km dari jalan raya Ciapus.  Sayang sekali pada saat berkunjung (8/4/17), pura tertutup untuk umum, kecuali untuk  pengunjung yang hendak bersembahyang. Lalu, setelah tiga tanjakan berurutan yang bikin nafas senin kemis dan bikin tukang ojek kami dengan motor matic-nya menyerah karena tidak bisa nanjak, kita akan tiba ke Kampung Salaka. Lokasi ini sangat instagrammable kalau kata anak sekarang. Cocok untuk ngopi dan menikmati pemandangan indah. Waktu terbaik untuk menikmati pemandangan adalah pagi hari dan senja menjelang matahari terbenam. 

Kampung Salaka dengan pemandangan perbukitan menghampar
Kampung Salaka dengan pemandangan perbukitan menghampar
Senja di Gunung Salak
Senja di Gunung Salak

Kampung Salaka bukan tanjakan terakhir. Kalau mau ke situs Pasir Kaca, kita harus terus bersabar dengan tanjakan-tanjakan berikutnya. Ya, namanya juga jalan-jalan ke gunung.

Kalau naik angkutan umum, Anda bisa naik 03 jurusan Ciapus dari Bogor Trade Mal (BTM). Lokasinya sekitar 3 kilometer sebelah kiri dari perempatan Ciapus. Dari sini berhenti lalu sambung dengan ojek, bisa sampai ke Kampung Salaka atau ke kampung Pasir Kaca, kampung terakhir sebelum memasuki hutan.

Tata tertib untuk peziarah
Tata tertib untuk peziarah
Leluhur Kampung Budaya Sindang Barang

Situs Pasir Kaca di Desa Warung Loa, Kecamatan Tamansari , Kabupaten Bogor,  memiliki beberapa nama. Tiga nama yang tertulis pada spanduk tata tertib di rumah terakhir sebelum memasuki hutan adalah Makam Keramat Waliullah Hyang Prabu Wijaya Kusuma atau Hyang Raksa Bumi atau Eyang Haji Jaya Sakti.Sayang sekali, rumah tersebut terkunci dan kami tidak bertemu warga untuk ditanya. Akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.

Informasi tambahan mengenai situs Pasir Kaca berasal dari seorang teman, Kang Maki Sumawijaya. Beliau adalah salah satu tokoh adat di Kampung Budaya Sindang Barang, desa Pasir Eurih, Kabupaten Bogor. Situs Pasir Kaca bagi warga KBS Sindang Barang dikenal dengan namaSang Prabu Prenggong Jayadikusumah atau singkatnya Eyang Prenggong Jaya,leluhur bagi keturunan warga di kampung adat ini.

Makam Eyang Prenggong Jata di punggungan Gunung Salak
Makam Eyang Prenggong Jata di punggungan Gunung Salak
Menurut Kang Maki, warga Kampung Sindang Barang melakukan tradisi nyekaratau Ngembang setiap tahunnya ke makam ini.  Ritual ini adalah bagian dari rangkaian ritual tradisi Seren Taun. Arti Seren Taunsendiri terjemahan Bahasa Sunda-nya berarti “seserahan tahun”. Ditandai dengan rangkaian upacara sebagai tanda bersyukur untuk hasil pertanian pada tahun tersebut dan mendoakan agar panen meningkat di tahun berikutnya (sumber: National Geographic, 2013)

Di ritual Ngembang pada hari ke-dua rangkaian Seren Taun,  warga akan  mengunjungi makam leluhur yang terletak di ketinggian Gunung Salak. Makam yang dikunjungi antara lain makam Eyang Prenggong Jaya di Kampung Pasir Kaca, juga makam Eyang Langlangbuana/Langlangbumi di atas Kampung Calobak, Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor.

Plang situs dari Jalan Raya Ciapus, dekat perempatan Ciapus
Plang situs dari Jalan Raya Ciapus, dekat perempatan Ciapus
Ketika kami mengunjungi Kampung Calobak, kami mengenal makam beliau sebagai “Eyang Raksa Bumi”. Letaknya paling puncak di antara tiga petilasan tua yang kami kunjungi  dan membutuhkan waktu sekitar 1 – 3 jam perjalanan mendaki. (Lihat tulisan: Calobak: 3 Situs Tua di Paruh Puncak Salak).

Gunung menurut konsep budaya Sunda merupakan tempat disemayamkannya orang yang meninggal dunia.  Yang menarik, jika ditarik garis lurus, kampung Pasir Kaca dan Kampung Calobak ini letaknya paralel. Meskipun dari letak makam, Makam Eyang Langlangbuana/Langlangbumi masih berada lebih tinggi daripada makam Eyang Prenggong Jayadikusumah.

Menurut Kang Maki, letak kuburan juga berhubungan dengan strata sosial ketika tokoh tersebut masih hidup. Misalnya  Prenggong Jayadikusumah merupakan seorang panglima kerajaan Pakuan Pajajaran. Jadi, sementara kesimpulannya adalah  semakin tinggi letak kuburannya, maka semakin tinggi strata sosial tokoh yang dimakamkan di tempat tersebut.

Rute menuju Situs Pasir Kaca
Rute menuju Situs Pasir Kaca
Rute yang Seru

Kami mulai berjalan sekitar jam 9.30 pagi. Di dekat tiang pemancar terdapata dua bangunan yang berseberangan di sisi jalan tanah. Tak jauh dari sini,  disitu-lah jalan bercabang. Kami bertemu tiga orang pengunjung yang sedang beristirahat. Mereka menunjukkan bahwa kami harus tetap ke arah kiri. Karena dari cabangan tersebut, kalau kita mengambil ke arah kanan, maka kita akan menyusuri punggungan gunung yang akan membawa kita ke arah Curug Nangka.

Mereka adalah pengunjung pertama dan terakhir yang kami temui dalam perjalanan ke Situs Pasir Kaca. Setelahnya, rute tersebut seperti milik sendiri, alias tak lagi bertemu satu orang pun.  Kami mengikuti jalan setapak yang bersisian dengan pipa air. Jalannya terus menanjak dan agak licin.

Bekas dupa di bawah pohon dalam rute menuju makam Eyang Prenggong Jaya
Bekas dupa di bawah pohon dalam rute menuju makam Eyang Prenggong Jaya
Separuh perjalanan, kami bertemu dengan pohon besar. Ketika didekati, di bagian bawah pohon tersebut terdapat sisa dupa. Pohon besar ini ditutupi lumut. Mengingat informasi dari salah satu situs petualangan, kami beranggapan, sisi ini mengarah ke timur. Lalu, Bimo mengeluarkan kompas untuk mengetes arah dan informasi tersebut. Benar! Arah lumut tersebut persis menghadap timur.

Kalau dari kompas, kami berjalan terus ke arah selatan. Di dalam perjalanan, kami menemui tupai, monyet dan jenis siput bundar yang banyak di daerah ini.

Jenis siput yang banyak ditemukan di sekitar makam
Jenis siput yang banyak ditemukan di sekitar makam
Sekitar 40 menit berjalan kaki yang diselingi banyak berhenti untuk lihat-lihat pohon dan siput, kami tiba di lokasi.

Terdapat plan bertuliskan

“Wilujeng Sumping di Cagar Budaya Alam Puncak Gunung Salak Bogor:
 Makam Keramat  Makam Keramat Waliullah Hyang Prabu Wijaya Kusuma / Hyang Raksa Bumi /Eyang Haji Jaya Sakti”

Kami sudah sampai!.

Situs Pasir Kaca, makam Eyang Prenggong Jaya
Situs Pasir Kaca, makam Eyang Prenggong Jaya
Bangunan setengah permanen dengan dinding terbuat dari semen dan dinding anyaman bambu ini dalam keadaan tertutup. Bangunannya sekitar 4 x 4 meter.  Kami coba mengintip ke dalam dari celah pintu. Gelap gulita. Samar-samar terlihat kain menutupi bangunan lain di dalamnya. Bangunan ini terletak di undakan-undakan batu yang terlihat baru. Di luar pagar batu terlihat sampah bekas pengunjung.

Batu datar sekitar 50 meter dari makam Eyang Prenggong Jaya
Batu datar sekitar 50 meter dari makam Eyang Prenggong Jaya
Yang menarik, sekitar 50 meter dari tempat ini malah terdapat batu besar datar yang terlihat seperti batuan tua yang kami temui di beberapa situs di seputaran Gunung Salak. Terdapat bekas bakaran dupa di sini dan gelas.  Sempat terlintas dalam pikiran, seperti apakah tempat ini sebelum dibangun undak-undakan batu dan bangunan untuk meneduhi makam yang berada di dalamnya?.

Ke kiri ke Pasir Kaca dan ke kanan ke arah Curug Nangka dari menara pemancar
Ke kiri ke Pasir Kaca dan ke kanan ke arah Curug Nangka dari menara pemancar
Setelah mengelilingi lokasi dan langit semakin mendung, menjelang tengah hari kami meninggalkan lokasi.  Kembali di titik cabangan dekat pemancar, kami memutuskan untuk menjajal rute ke arah Curug Nangka.

Rutenya ternyata seru sekali!. Selain melewati hutan, semak-semak dan kerumunan daun yang membuat gatal, kami juga menemukan susunan batu-batuan terletak di antara lembah. Apakah itu situs? Entahlah, terlalu dini menyimpulkan.

Yang jelas, jalur turun ke Curug Nangka ini sangat menyenangkan, meskipun cukup menantang, karena melewati semak belukar. Di beberapa cabangan, kami membuat tanda untuk berjaga-jaga, jika kesasar. Di jalur ini menjelang akhir kami menemui lebih banyak monyet, pohon-pohon pinus yang disadap getahnya dan hutan bambu, hingga akhirnya kami sampai ke lokasi perkemahan. Total perjalanannya sekitar 1,5 jam dari titik percabangan terakhir, karena saya terlalu sering berhenti untuk lihat-lihat. hehehe

Detik-detik
Detik-detik
Kejadian paling aneh hari itu adalah kamera gawai tiba-tiba bergetar hebat ketika sedang mengambil gambar tiga ekor monyet di pohon. Hanya beberapa detik dan gambar yang dihasilkan adalah noise alias titik-titik berwarna ungu dan merah. Ini pertama kalinya saya mengalami kejadian ini. Setelahnya selang beberapa detik, kamera normal lagi. Tidak berlama-lama dengan hal berbau klenik, kami menganggap hal ini adalah bagian dari pengalaman perjalanan. 

Prenggong Jayadikusumah

Kami masih berpatokan pada nama yang diberikan oleh Kang Maki untuk tokoh yang dimakamkan di situs Pasir Kaca ini. Meskipun nama yang tertera di lokasi ini berbeda. Alasannya, nama ini sudah lebih dikenal oleh warga kampung budaya yang memiliki tradisi turun temurun untuk menceritakan para leluhurnya.  Hal lain yang kami pelajari selama jalan-jalan ke situs di seputar Gunung Salak ini adalah bahwa satu tokoh bisa saja memiliki beberapa nama yang merujuk pada gelar atau gelar penghormatan.

Rute menuju Curug Nangka
Rute menuju Curug Nangka
Dari hasil penelusuran literatur, nama Prenggong Jayadikusumah ini muncul di pantun Sunda. Pantun Sunda ini berkaitan dengan kepercayaan Sunda Kuna dan sering dijadikan medium untuk merasakan masa keemasan  sejarah dan kebudayaan masa lampau penduduk tatar Sunda (Sumardjo, 2006).

Salah satu cerita tentang Prenggong Jayadikusumah di internet adalah tentang pertentangan antara Pangeran Pajajaran dengan Parenggong Jaya, meskipun akhirnya dapat bekerjasama. Kisahnya yang tampak seperti dari sebuah pantun atau lakon pertunjukan, dikisahkan kembali di sebuah blog yang dari penuturan Ki Samid pada tahun 1971 di Cisolok Sukabumi.  Kisahnya terlalu panjang untuk dituliskan di sini. Anda dapat membaca ceritanya di Prenggong Jaya di Kandaga Cerita Pantun. 

Yang jelas, hari itu kami merasa sangat beruntung akhirnya bisa menyambangi situs Pasir Kaca tempat Eyang Prenggong Jaya bersemayam. 

Teks : Diella Dachlan
Foto: Diella Dachlan, Bimo Tedjokusumo

Tulisan terkait:

Selain Sindang Barang, Ada Puluhan Situs di Pasir Eurih

Arca Domas dan Kompleks Situs Cibalay Gunung Salak

Mencari Batu dan Gua Langkop di Kaki Gunung Salak

Referensi:

Gunung Salak tempat Persemayaman Raja-raja Sunda, Maki Sumawijaya,  January 2, 2012
 (Catatan Facebook di Group Napak Tilas Budaya)

Kandaga Carita Pantun, 30 Mei 2010

Mensyukuri Hasil Panen lewat Tradisi Seren Taun di Kampung Budaya Sindang Barang, Ahamdlbo, Indonesia Kaya

Seni Pantun, Agus Setia Permana, 11 April 2011

Sumardjo, Jakob. 2006. Khasanah Pantun Sunda-Sebuah Interprestasi. Bandung. Kelir

(Urang Sunda) Aneksasi Atribut Bali Pada Situs Peninggalan Ki Sunda

Yuk Nonton Ritual “Seren Taun” Akhir Bulan Ini, National Geographic, 2013

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun