Mohon tunggu...
Diella Dachlan
Diella Dachlan Mohon Tunggu... Konsultan - Karyawan

When the message gets across, it can change the world

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Arca Domas dan Kompleks Situs Cibalay Gunung Salak

8 Maret 2017   19:59 Diperbarui: 9 Maret 2017   22:01 15967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Situs Jamipaciing diduga berasal dari nama orang, meskipun situs ini juga diduga bukan kuburan. Foto: Diella Dachlan
Situs Jamipaciing diduga berasal dari nama orang, meskipun situs ini juga diduga bukan kuburan. Foto: Diella Dachlan
Profesor Robertvon Heine Geldern, ilmuwan dari Institut Ethnologi Austria, membuat beberapa pembagian gaya megalitik di dunia pada tahun 1937. Peninjauan ulang terhadap pembagian gaya ini pada tahun 1958, menghasilkan pendapat bahwa kebudayaan megalitik yang masuk ke Indonesia berasal dari Mediterania. Megalitik Tua berkembang antara 2500-1500 SM. 

Di mana masa itu masyarakat digambarkan sudah mampu menanam padi, berternak dan membuat keramik. Bangunan Megaltik Tua terdiri dari menhir, dolmen yang tidak digunakan untuk penguburan, kursi batu, teras batu, punden berundak, tangga batu dan arca megalitik sederhana.

Sedangkan, Megalitik Muda berkembang pada Masa Perunggu-Besi, sekitar milenial pertama Sebelum Masehi. Bangunan Megalitik Muda terdiri dari peti kubur batu, dolmen yang digunakan sebagai kuburan, sarkofagus dan bejana batu. (Mulia, 1981, Soejono, 1993, Prasetyo dan Yuniawati, 2004 di Sudirman, 2008).

Jika diduga situs megalitikum di kawasan Cibalay ini berasal dari tahun 2000-3000 SM. Dari penjelasan dan definisi tentang pembagian megalitikum ini, apakah kita bisa mengatakan bahwa situs megalitikum di kawasan ini berasal dari zaman Megalitikum Tua?.  Dugaan ini menguat, karena dari situs-situs yang kami kunjungi hari itu, tidak terdapat kuburan yang berarti ada tulang belulang manusia di bawahnya. Atau karena memang belum digali?.  

Tingkat pertama dari 5 tingkat punden berundak di Arca Domas. Foto: Diella Dachlan
Tingkat pertama dari 5 tingkat punden berundak di Arca Domas. Foto: Diella Dachlan
Kang Deni menunjukkan dua batu yang disatukan dan membentuk wajah. Foto: Diella Dachlan
Kang Deni menunjukkan dua batu yang disatukan dan membentuk wajah. Foto: Diella Dachlan
Arca Domas yang Belum Terpecahkan

Berikutnya, kami beranjak ke Arca Domas. Situs ini-lah alasan kami kemari.Dari keterangan di papan informasi situs Arca Domas, situs ini ditemukan oleh NJ Krom tahun 1914. Meskipun literatur lain, menyebutkan bahwa keberadaan situs ini sudah dilaporkan oleh De Wilde (1830), kemudian Junghuhn (1844) dan  Muller (1856). Luas kawasan ini mencapai 25 hektar.

Bentuknya adalah punden berundak lima tingkat dan menempati kawasan sekitar 2,500 meter. Punden berundak merupakan struktur undak-undakan tanah bertingkat yang tebingnya diperkuat oleh batu kali umumnya berbentuk persegi panjang.  Strukturnya mengingatkan kita pada situs megalitikum Gunung Padang di Cianjur.

Situs megalitik ini berkaitan erat dengan pemujaan arwah nenek moyang. Pembangunan bangunan megalitik ini berdasarkan kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan mati. Ada kemungkinan punden berundak di lokasi ini berasal dari fase terakhir kerajaan Sunda Kuna yang pada masa itu walaupun sudah mengenal agama Hindu-Buddha, lebih menyukai Sang Hyang yang berasal dari kepercayaan Sunda Kuna. Bangunan megalitik umumnya menghadap ke gunung atau tempat tertinggi, hal ini berkaitan dengan kepercayaan bahwa roh leluhur bersemayam di tempat tinggi.

Dari keterangan Kang Deni, juru rawat yang bertugas dari tahun 2005 dan menghabiskan masa kecilnya di situs ini ketika kakeknya bertugas, sejak tahun 1970-an pun lokasi ini sudah dikenal dengan nama Arca Domas. Meskipun, di kawasan ini belum pernah ditemukan arca (setidaknya sampai saat ini). Hal ini berbeda dengan Arca Domas yang berada di komplek situs Makam Jerman. Foto arca di Arca Domas di daerah tersebut diabadikan  tahun 1863 oleh Isidore van Kinsbergen, fotografer Belanda yang bekerja untuk Batavian Society.

Akhirnya kami memutuskan untuk mengendapkan teka-teki ini hingga menemukan literatur terpercaya yang lebih dapat mencerahkan untuk dibagi.  

Situs Arca Domas ini dipagari dengan pagar kawat.  Di sekelilingnya tumbuh sejenis lumut hijau tebal yang memberikan kesan kuno dan misterius.  Bentuk batuannya pun beranekaragam. Rata-rata berbentuk pipih dan berukuran besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun