Mohon tunggu...
Diella Dachlan
Diella Dachlan Mohon Tunggu... Konsultan - Karyawan

When the message gets across, it can change the world

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menapaki Jejak Serdadu Jerman di Megamendung

22 Januari 2017   19:19 Diperbarui: 22 Januari 2017   20:03 3666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam ini dikelola oleh Kedutaan Besar Jerman

Catatannya ada di tulisan lain. Namun, jika penasaran, ada baiknya melakukan penelusuran lebih dalam tentang jejak Jerman di Indonesia. Beberapa literaturnya ada di internet.

Makam ini dikelola oleh Kedutaan Besar Jerman
Makam ini dikelola oleh Kedutaan Besar Jerman
Komplek Makam Jerman
Komplek Makam Jerman
Arca Domas

Ke"anehan" kedua adalah kawasan ini juga dikenal dengan nama Arca Domas. Menurut berbagai literatur di internet dan keterangan warga yang kami temui, dulu di kawasan ini ditemukan arca. Agak simpang siur informasinya. Ada yang mengatakan arca itu sudah tidak lagi ada di situ, ada lagi yang mengatakan arca sudah hancur. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa arca masih ada, tapi harus berjalan kaki sangat jauh ke arah gunung.

Arca Domas sendiri dalam Bahasa Sunda kuno artinya "800 patung". Selain itu Arca Domas juga dikenal di masyarakat Baduy Banten sebagai lokasi ritual yang sangat sakral. Sedangkan di catatan lain, ada kawasan bernama Arca Domas pula di kawasan yang berada di kaki Gunung Salak, Bogor, yaitu di Desa Cibalay, Kecamatan Tenjolaya.  Sedangkan Arca Domas tempat makam Jerman ini terletak di kaki Gunung Pangrango.

Lalu, mana yang benar? apakah ada hubungan antara kesamaan nama ini? atau hanya kebetulan saja?

Mungkin hal ini cukup menarik untuk dijadikan bahan untuk penelusuran berikutnya.

Rute pulang
Rute pulang
Rute Pulang

Kami memilih berjalan kaki melewati rute jalan yang berbeda untuk pulang. Dari jalan tanah di samping mesjid, kami mengikuti jalan tersebut untuk menuju desa Krakal lalu ke Caringin. Total waktunya sekitar 1,5 jam melewati ladang, villa, dan jalan aspal. Di Caringin kami memutuskan naik angkutan umum ke Ciawi, karena meski masih ingin jalan kaki, malas juga mesti "adu kuat" dengan motor dan angkot yang memenuhi jalanan.

Kunjungan singkat ke makam Jerman ini sungguh menggugah rasa ingin tahu tentang kepingan lain narasi sejarah yang dapat mengungkapkan jejak Jerman di Indonesia pada masa lampau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun