Sekitar 500 meter dari lokasi makam, kami bertemu Pohon Gadog. Selama ini mengenal "Gadog" sebagai nama kawasan di rute menuju Puncak, menjumpai pohonnya sungguh membuat kesan tersendiri.
Pohon Gadog (Bischofia Javanica Blume) yang terletak di seberang mesjid kecil berwarna kuning, tingginya sekitar 10-15 meter. Pak Dana, penduduk Desa Sukaresmi yang pindah ke lokasi ini tahun 1981, mengatakan sejak beliau disini pohon itu sudah ada dan tinggi besar, mirip seperti sekarang. Menilik dari akar, diameter batang dan tingginya, bisa jadi usia pohon ini lebih dari 35 tahun.
Jika lokasi pohon Gadog ini termasuk ke dalam kawasan perkebunan 900 hektar yang dimiliki Emil Helfferich, pengusaha dan pedagang berkebangsaan Jerman yang kisahnya tak kalah menarik itu (1878-1972), mungkin saja pohon ini pernah menjadi saksi sejarah ketika pasukan Jerman mondar-mandir di kawasan ini?.
Makam Jerman ini tidak berpagar. Penandanya adalah bangunan-bangunan makam berwarna putih dan tugu yang putihnya kontras dengan hijau gelap dan cokelat, kerimbunan pohon yang mengepung kawasan makam ini.
Di komplek makam ini ada 10 makam serdadu Jerman. 2 makam pertama yang kita jumpai di area masuk komplek pemakaman bertanda "Unbekannt" atau tidak dikenal. Lalu di tingkat berikutnya, terdapat 3 makam di sebelah kiri dan 5 kanan di sebelah kanan. Seluruh makam di sini ditandai dengan simbol salib baja atau Eisernes Kreuz.
Di bagian paling atas, terdapat monumen peringatan bertanda tahun 1926. Selain itu terdapat patung Ganesha dan Buddha, yang menurut beberapa literatur diperoleh dari pengrajin seni di dekat Candi Prambanan.
Ke"aneh"-an pertama adalah karena monumen yang ada di sini dibangun tahun 1926 oleh kakak beradik Emil dan Theodor Hellferich, untuk mengenang para pelaut Jerman yang meninggal pada saat bertugas di German East Asia Squadron tahun 1914 (hal 8).
Padahal jika melihat tahun kelahiran yang ada di 10 makam ini, rata-rata para serdadu ini lahir dalam rentang tahun 1906-1914. Dengan kata lain, mereka baru lahir ketika peristiwa itu terjadi. Dari tulisan di nisan, waktu meninggal 10 serdadu ini berbeda-beda, tetapi dalam kurun waktu 1944-1945. Rata-rata mereka berumur 30 tahunan ketika meninggal.
Lalu, pertanyaan mendasar muncul.  Mengapa serdadu Jerman yang keterangan di nisan merupakan tentara awak kapal Jerman (U-196) bisa ada di kaki Gunung Pangrango?. Geoff Bennett, pensiunan angkatan laut Inggris,mempertanyakan ini dalam bukunya yang berjudul "The Pepper Trader : True Tales of the German East Asia Squadron and the Man who Cast them in Stone" (2006), (hal 8).
Lalu siapakah para serdadu itu? apa sebab mereka meninggal? Mengapa mereka bisa ada di tempat ini?.Â