Di rumah Raden Suparta inilah, kami disuguhi dokumentasi tentang tradisiMaulid dan Gunting Rambut Bayi di Karadenan Kaum.
"Maulid di kampung kami lebih ramai daripada Lebaran. Wargabergotongroyong menyiapkan makanan secara prasmanan, Â lalu ada sholawatnabi dan Ngadon Ngagunting (gunting rambut bayi), arak-arakan dan rebana"kata Raden Dadang Supadma.
Uniknya, di kampung ini, ada tradisi membawa makanan dari rumah warga kemesjid dengan pintu. Ya, pintu rumah. Untuk itu warga yang bersedia akanmencopot pintu rumahnya, dihias dan digunakan sebagai usungan makanan. Tidaksemua warga mencopot pintunya, sebagian lagi menggunakan baki atau tampah untukmengantarkan makanan ke mesjid.
Biaya untuk merayakan Maulid ini cukup besar. Bisa mencapai lebih dari 50juta rupiah!. biaya ini ditanggung bersama secara gotong royong oleh warga.Menurut Raden Dadang Supadma, ada 5 RT di Karadenan Kaum, namun konsentrasiketurunan Raden Syafe'i paling banyak di 3 RT atau sekitar 180 KK.
Menjelang Maulid Nabi, tradisi budaya lainnya di Karadenan Kaum adalahmemandikan keris dan ritual tolak bala.
Ritual tolak bala adalah pembacaan doa dengan menghadap ke seluruh arah mataangin. Dilakukan setiap kamis malam selama bulan Safar dan ditutup denganritual Sedekah Kupat. Tujuannya untuk mencegah penyakit dan perlindungan.
Sedangkan upacara memandikan keris pada acara Maulid Nabi, prosesinya sudahdimulai sejak 3 bulan sebelumnya.
"Keris direndam dengan air kelapa selama tiga bulan. Meskipun sekarangsudah ada cairan pembersih kimia yang prosesnya bisa dilakukan hanya dua minggusebelum Maulid, tapi kami tetap gunakan air kelapa untuk merendam keris"tutur Raden Dadang Supadma.
Pada tahun 2015, warga membangun Musium (begitu tulisannya) Keris di lantaidua bangunan Mesjid Al-Atiqiyah.Â
Keris yang tersimpan di bangunan itu sekitar 50 buah. Keris tetap milikwarga tetapi dititipkan di musium. Menurut Raden Dadang Supadma, jumlah ituhanya sebagian kecil atau sekitar 30 persen keris milik warga.