Akibat kebijakan ini, Marto tidak bisa berbuat apa-apa, selain ikut menaikkan tarif ojeknya. Dia pun seolah masa bodoh apa kata pelangganya, sebagaimana pemerintah yang tidak mau tahu meskipun sejuta Marto mengumpat.
Tapi, jika pun program ini tetap dijalankan pada Januari nanti, pemerintah harus menjamin transparansi dana hasil pemungutan itu. Anggaran untuk ketahanan energi ini mudah dihitung dan dipertanggungjawabkan apabila bersumber dari APBN. Namun akan berbeda jika bersumber dari pungutan langsung karena tidak bisa dipatok pelanggan BBM ini per hari membeli berapa liter.
Marto hanya berharap, jika pemerintah tidak bisa merubah keberuntungan rakyatnya, jangan malah membuat sengsara. Dan, jika pemerintah tidak bisa menyubsidi BBM, mbok ya jangan malah dipungut iuran. Silakan hitung-hitungan logika pemerintah dimainkan, asal jangan membebani rakyat yang sudah makin susah.
Orang sejenis Marto ini tidak banyak menggunakan logika, tapi perasaan. Jangan sesekali memainkan perasaan mereka. Selamat Tahun Baru 2016. (*)