Mohon tunggu...
Diefani Khatyara
Diefani Khatyara Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN RADEN MAS SAHID SURAKARTA

Semoga bermanfaat guyss

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perceraian

8 Maret 2023   22:12 Diperbarui: 8 Maret 2023   22:19 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Analisis dari jurnal tersebut pada dasarnya bertujuan untuk menjadikan keluarga yang sakinah mawaddah dan warahmah, tetapi didalam keluarga pasti mengalami masalah yang bisa menimbulkan adanya perceraian yang sangat berdampak pada persoalan sosial, seperti halnya tingkat gugatan di kabupaten Wonogiri yang terus meningkat karena faktor antara lain Tidak tanggung jawab, Tidak memberi nafkah, Perselingkuhan, Perselisihan dan pertengkaran, Tinggal wajib, Belum dikarunia anak, Perselisihan, pertengakaran, dan Meninggalkan kewajiban. 

Adapun berdasarkan data di KUA Selogiri perbandingan antara para pihak yang mengajukan pendaftaran cerai talak dan cerai gugat terdapat perbedaan, lebih banyak cerai gugat yang berarti pihak istri atau perempuan yang mengajukan gugatan ke pengadilan. 

Kemudian peranan KUA yang menjadi pihak ketiga dalam mengatasi tingkat perceraian tersebut yaitu dengan memberikan pembinaan keluarga sakinah, kemudian ada juga badan pembinaan penasehat perkawinan dan perceraian (BP4) yang berperan menjadi penasehat pernikahan tetapi selain lembaga BP4 ini masyarakat juga bisa menggunakan jasa nasehat perkawinan melalui lembaga yang perduli terhadap keutuhan keluarha rumah tangga seperti organisasi masyarakat yang memberikan pembinaan untuk mewujudkan keluarga sakinah mawadah wa rahmah melalui program-program pembinaan masyarakat yang berbasis kepada keluarga.

Faktor yang mempengaruh angka perceraian lebih dari 1.500 per tahun pasangan perceraian, alasan terbesar pernikahan dibawah umur yang menikah pada usia kurang dari 16 tahun, pasangan pernikahan ini labil dalam menjalani kehidupan ekonomi, menjalar 

kepada masalah ekonomi keluarga, orang cenderung ke arah konsumtif, produktifitas untuk konsumtif bertambah, pola berpikirnya labil, apalagi masalah pemahaman dan pengamalan agama cenderung sangat rendah sekali. Sehingga mempengaruhi pola pemikirannya dalam membangun keluarga.

Di Pengadilan Agama Wonogiri angka perceraian 2012 lalu mencapai 1.510 kasus, dimana cerai gugat (cerai yg diajukan pihak istri) mencapai 1.062 kasus. Rata-rata para istri mengaku ditelantarkan suami. 

Pengaruh lingkungan juga sangat mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan perkembangan rumah tangga. Seperti banyaknya tontonan, internet, lingkungan permisif, tidak adanya kontrol dari masyarakat, orang tua tidak melarang ketika generasi muda masuk dalam pergaulan bebas. 

Kalau perkawinan terjadi karena kecelakaan, tidak adanya rasa tanggung jawab terhadap keluarga, pergaulan bebas, lingkungan permisif, orang tua tidak memberikan teguran ketika anak muda melakukan pergaulan bebas, sehingga menikah yang dipaksakan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan rumah tangga, karena pernikahan yang dipaksakan, maka akan rentan terhadap terjadinya perceraian, hubungan keluarga tidak akur, hubungan dengan mertua tidak akur, orang tua campur tangan dalam urusan rumah tangga anaknya. 

Alasan semuanya bermuara pada masalah ekonomi akhirnya, karena tidak mungkin mengirit, belum punya bekerja saja sudah ada pengeluaran terus menerus. Apalagi tidak ada pekerjaan tetap. Hal ini akan menjadi beban keluarga. Pengaruh lingkungan terhadap keutuhan lembaga perkawinan.

Sedangkan alasan perceraian yang terjadi antara lain: berdasarkan Daftar Cerai Gugat KUA Selogiri Tahun 2013 dari bulan Januari hingga September 2013 jumlah cerai gugat di KUA Selogiri sebanyak 19 kasus (Buku Pendaftaran Cerai Gugat KUA Selogiri Tahun 2013). 

Adapun alasan perceraiannya sebagai berikut: Tidak tanggung jawab, Tidak memberi nafkah, Perselingkuhan, Perselisihan dan pertengkaran, Tinggal wajib, Belum dikarunia anak, Perselisihan dan pertengakaran, Meninggalkan kewajiban. Berdasarkan data di KUA Selogiri perbandingan antara para pihak yang mengajukan pendaftaran cerai talak dan cerai gugat terdapat perbedaan, lebih banyak cerai gugat yang berarti pihak istri atau perempuan yang mengajukan gugatan ke pengadilan.

Banyaknya pihak perempuan yang mengajukan gugat cerai menurut Suranto disebabkan karena adanya Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang memberikan peluang lebih besar kepada perlindungan perempuan dalam menjalankan aktivitas kehidupan rumah tangga. Termasuk kemandirian ekonomi perempuan dan keberanian perempuan dalam mengambil sikap (Wawancara dengan Suranto, 25 September 2013). Terutama ketika pihak suami atau laki-laki tidak mampu memberikan hak dan kewajibannya secara lebih baik dan bertanggung jawab.

Selain itu juga tradisi boro di Wonogiri juga mempengaruhi angka perceraian yang cukup tinggi, tingginya angka perceraian dari pihak perempuan memiliki korelasi geografis dan sifat masyarakat Wonogiri yang boro. Boro adalah pergi merantau ke daerah lain, seperti ke Jakarta atau kota-kota besar selama berbulan-bulan dan jarang pulang ke kampung halaman, atau merantau ke Luar negeri menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) atau bagi perempuan menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW).

Ada banyak alasan mengapa orang memilih untuk bercerai, dan beberapa di antaranya termasuk:

1. Ketidakcocokan: Setiap pasangan memiliki perbedaan, dan kadang-kadang perbedaan tersebut dapat menjadi terlalu besar untuk diatasi. Jika pasangan merasa bahwa mereka tidak cocok satu sama lain, itu bisa menjadi alasan untuk bercerai.

2. Perselingkuhan: Ketika seorang pasangan memutuskan untuk berselingkuh, itu dapat merusak kepercayaan dalam hubungan dan dapat menjadi alasan untuk bercerai.

3. Masalah Keuangan: Masalah keuangan, seperti hutang atau ketidakmampuan untuk mengelola uang, dapat menyebabkan ketegangan dalam hubungan dan dapat menyebabkan pasangan memilih untuk bercerai.

4. Ketidaksetiaan: Ketika pasangan tidak dapat memenuhi harapan satu sama lain atau tidak memenuhi kewajiban dalam hubungan, itu dapat menjadi alasan untuk bercerai.

5. Perbedaan Tujuan Hidup: Jika pasangan memiliki tujuan hidup yang berbeda dan tidak dapat mencapai kesepakatan, itu dapat menjadi alasan untuk bercerai.

6. Masalah Komunikasi: Ketika pasangan tidak dapat berkomunikasi dengan baik satu sama lain, itu dapat menyebabkan ketegangan dan konflik dalam hubungan dan dapat menjadi alasan untuk bercerai.

7. Masalah Kesehatan: Masalah kesehatan serius atau kecacatan dapat mempengaruhi hubungan dan dapat menjadi alasan untuk bercerai.

8. Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Kekerasan dalam rumah tangga, baik itu fisik atau emosional, adalah salah satu alasan utama untuk bercerai.

9. Perubahan Prioritas: Prioritas dan kebutuhan pasangan dapat berubah seiring waktu, dan jika pasangan tidak lagi merasa cocok satu sama lain, itu dapat menjadi alasan untuk bercerai.

10. Kebencian: Jika pasangan telah kehilangan cinta dan rasa hormat satu sama lain, itu dapat menyebabkan mereka memilih untuk bercerai.

Tidak ada keluarga yang tanpa masalah. Semua keluarga pasti memiliki permasalahan. Akan tetapi, keguncangan dalam rumah tangga sesungguhnya bisa diselesaikan. Berbagai persoalan, konflik, ketidakcocokan dan lain sebagainya, harus bisa dihadapi dengan sepenuh kesiapan jiwa. Suami dan istri harus berada dalam posisi yang sama dalam setiap bertemu persoalan kerumahtanggaan. 

Perceraian sebagai sesuatu perbuatan yang haram, tetapi

dibolehkan. Banyak keluarga yang dirundung konflik akibat perceraian, banyak orang yang menderita akibat dari perceraian, banyak orang menjadi miskin karena perceraian. Dikarenakan pasca perceraian anak-anak akan kehilangan kasih sayang dari salah satu orang tuanya, atau kalaupun mendapatkan kasih sayang tidak sepenuhnya, karena orang tuanya sudah tidak mempunyai fokus terhadap anak, atau kepada pasangan barunya, jika yang bersangkutan

menikah lagi. Sehingga anak akan menjadi anak tiri dari orang tuanya. 

Dampak perkawinan yang berikutnya adalah bagaimana rekonsiliasi pasca perceraian atau upaya rujuk kembali sebagaimana sediakala, berusaha memaafkan kepada pasangannya. Tidak ada kebencian, tidak ada dendam. Keduanya membangun kembali kebersamaan. Bahwa perceraian adalah hubungan perdata yang harus dibicarakan bila terjadi, termasuk akibat hukumnya terhadap anak. Siapa yang berkewajiban mengasuh anak bila dalam rumah tangga itu ada anak, siapa yang harus mendidik anak pasca perceraian, hak-hak anak untuk mendapatkan kasih sayang kedua orang tuanya yang statusnya perceraian. Nafkah anak dan pendidikannya, harta bersama yang sudah diperoleh

masa perkawinan, semestinya dibagi sama. Termasuk bila mempunyai hutang bersama, maka harta yang dimiliki bersama bisa mencukupi untuk membayar semua hutang yang ada. Apabila tidak mencukupi bagaimana solusinya, sehingga segala resiko tidak ditanggung oleh salah satu pihak. Hal ini harus diselesaikan secara adil dan bijaksana, sehingga anak bisa tumbuh secara jiwa dan jasmaninya secara optimal, meminimalisir dampak dari statusnya sebagai janda atau duda.

Perceraian menimbulkan risiko dan dampak yang serius bagi anak dan perempuan. Adapun risiko dan dampaknya sangat beragam, mulai dari kerentanan ekonomi keluarga yang sangat mungkin terjadi karena pendapatan pasti akan berkurang sehingga mempengaruhi kesejahteraan dan keberlangsungan hidup terutama jika istri tidak bekerja, membuat anak berpotensi tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasarnya secara optimal, perceraian akan memunculkan pola pengasuhan yang berbeda bagi anak sehingga meningkatkan risiko penelantaran dan pengabaian bagi anak perceraian juga menimbulkan isu mengenai kesehatan jiwa.

Oleh karena itu, anak bisa mengalami trauma, perasaan tertekan, merasa bersalah, hingga sedih berkepanjangan yang akan berdampak pada penurunan kesehatan anak dan prestasi belajar di sekolah. Begitu pula dengan perempuan, berisiko mengalami stres, merasa bersalah, cemas, takut dan tidak bahagia. 

Sedangkan akibat yang timbul dari sebuah perceraian yaitu antara lain,

- anak akan menjadi korban

- orang tua dari pasangan yang bercerai terkena imbas

- masalah ekonomi atau keuangan

- masalah pengasuhan anak

- gangguan emosi

Perceraian bukanlah hal yang terbaik karena ada dampak-dampak buruk yang harus dihadapi. Walaupun perkawinan tampak hampir hancur, tidaklah baik untuk menghancurkannya dengan bercerai. Berpikirlah secara matang untuk mempertahankan perkawinan demi anak dan keluarga.

Komunikasi dengan baik

Komunikasi yang baik ini sangatlah penting dalam suatu hubungan. Karena jika diantaranya ke duanya saling tidak terbuka dan tidak jujur dapat merusak rumah tangga. Sehingga komunikasi yang jujur dan terbuka ini sangatlah penting untuk saling membicarakan masalah mereka, dan untuk mencari solusinya bersama-sama. 

Mengelolah keuangan dengan baik.

Dimana setiap pengeluaran dan pemasukan diperhitungkan dengan matang. Dimana semua kebutuhan itu bisa terpenuhi dengan baik. Sehingga tidak menumpuk hutang, dimana hal tersebut bisa menanggulangi percekcokan dalam rumah tangga. 

3. Menciptakan lingkungan keluarga yang nyaman.

Dimana setelah pulang kerja menyempatkan waktu untuk sekedar ngobrol, bermain, atau menceritakan kejadian apa yang dialami saat bekerja dan menanyakan kendala apa saja yang dihadapi istri.

4. Menghindari sikap egois

Dalam menjalin sutu hubungan jangan selalu memikirkan kepentingan diri sendiri dan membiarkan pasangannya. Tetapi berusaha untuk selalu memperhatikan apa yang dibutuhkan pasangannya untuk menjaga keharmonisan rumah tangganya. 

5. Adanya strategi untuk dapat menyelesaikan konflik.

Dalam hal ini setiap pasangan harus belajar untuk bisa menyelesaikan suatu konflik dengan cara yang konstruktif. Mereka harus bisa mengembangkan strategi untuk dapat menangani suatu masalah yang muncul tanpa dapat menimbulkan konflik yang lebih besar dari sebelumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun