Mohon tunggu...
DiNie Az ZAhra
DiNie Az ZAhra Mohon Tunggu... -

Aku HanyaLah insan Biasa yg ingin Membangkitkan Semangat Tuk Terus Menyelami Hakikat HIdup..,,MEMBERIKAN INSPIRASI HIDUP..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Suatu Petang di Negeri Andalusia

7 April 2011   00:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:03 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Hai, siapa kamu?”, jerit segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati anak tersebut. “Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi”, jawabnya memohon belas kasih. “Hah? Siapa namamu? Coba ulangi!”, bentak salah seorang dari mereka. “Saya Ahmad Izzah!”, dia kembali menjawab dengan agak kasar. Tiba-tiba “Plak!” Sebuah tamparan mendarat di pipi si kecil. “Hai bocah! Wajahmu tampan tapi namamu bodoh. Aku benci namamu. Sekarang kutukar namamu dengan nama yang lebih baik. Namamu sekarang Adolf Roberto. Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang buruk itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!”, ancam laki-laki itu.

Anak itu menggigil ketakutan, sembari tetap menitiskan air mata. Dia hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi. Akhirnya anak tampan itu hidup bersama mereka.

Roberto sadar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustadz. Ia mencari-cari sesuatu di pusar laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah tanda hitam ia berteriak histeris, “Abi, abi, abi!” Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Pikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapaknya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya. Ia juga ingat betul ayahnya mempunyai tanda hitam pada bagian pusar.

Pemuda bengis itu terus meraung dan memeluk erat tubuh tua nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas tingkah-lakunya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun lupa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, “Abi, aku masih ingat alif, ba, ta, tsa, . . . ” Hanya sebatas kata itu yang masih terekam dalam benaknya. Sang ustazd segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyiksanya habis-habisan kini sedang memeluknya. “Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuh Abi, tunjukkan aku pada jalan itu.” Terdengar suara Roberto meminta belas.

Sang ustadz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika setelah puluhan tahun, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, di tempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.

Sang Abi dengan susah payah masih bisa berucap, “Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh ‘Abdullah Fattah Ismail al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu”. Setelah selesai berpesan, sang ustadz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimat indah “Asyahadu alla ilaaha illallah, wa asyahadu anna Muhammad rasullullah”. Beliau pergi menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang di bumi yang fana ini.

Kini Ahmad Izzah telah menjadi seorang ‘alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agamanya, Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru berguru dengannya.

 

Benarlah firman Allah:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS.30:30)

Sahabat.. mari mengambil Ibrah (pelajaran)….

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun