Kemudian pada saat tiba masanya untuk menikah, perempuan Tionghoa sudah dipilihkan calon suaminya melalui perjodohan atau jasa Mak Comblang tanpa pernah mengetahui calon suaminya. Hasilnya banyak perempuan yang kemudian dijadikan pembantu di rumah mertuanya.Â
![dok. pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/11/perempuan-tionghoa-60241f9dd541df45b959e623.jpg?t=o&v=555)
Suatu sebutan yang mendiskriminasi anak perempuan dan anak laki-laki sejak lahir. Belum lagi apabila perempuan tidak dapat memiliki anak laki-laki, maka si perempuan harus bersiap apabila suaminya menikah lagi demi mendapatkan anak laki-laki.Â
Hal ini dikarenakan laki-laki meneruskan nama keluarga/klan dan menjalankan kewajiban kepada leluhur (ancestor worship), sebagai komponen penting dalam keluarga Tionghoa. Perempuan dianggap membawa keberuntungan/hoki bagi keluarga apabila anak pertama adalah laki-laki atau memiliki anak laki-laki.
Pada bidang pendidikan hal yang serupa juga sering ditemukan. Anak-anak perempuan cukup belajar di rumah, belajar mengurus rumah tangga dan tidak perlu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.Â
Pada tahun 1880-an, banyak para perempuan Tionghoa dari kalangan menengah atas di daerah urban, mendapatkan pembelajaran dari guru Eropa. Pada tahun 1920-an, beberapa perempuan Tionghoa dapat bersekolah tinggi dan mendapatkan pekerjaan di perusahaan Belanda atau di lembaga milik Belanda. Kesempatan ini kembali didapatkan perempuan Tionghoa setelah kemerdekaan Indonesia.
Kasus-kasus diskriminatif masih saja terjadi di negara yang disebutkan sebagai negara demokratis oleh pemimpin negara ini, menunjukkan bahwa demokrasi yang dipahami sebagai kebebasan untuk semua golongan malahan menguatkan kebebasan bagi satu golongan saja, golongan mayoritas, dan kaum laki-laki.Â
Demokrasi juga tidak memberi ruang aman bagi perempuan Tionghoa, dan menjadikan tetap rentan untuk mendapatkan perlakuan diskriminatif.Â
Lalu bagaimana caranya agar tidak terulangnya perlakuan diskriminatif terhadap perempuan Tionghoa sehingga mengarah pada pelanggaran HAM? Caranya mudah.
Pertama, milikilah pikiran bahwa laki-laki dan perempuan sama, berhak memperoleh kesempatan yang sama, dan memiliki hak yang sama, apapun warna kulitnya, etnisnya, agamanya, kelas ekonominya, pekerjaannya, pendidikannya, usianya, pandangan politiknya atau keyakinannya.Â
Bahwa laki laki-laki dan perempuan secara fisik sama, hanya alat kelamin yang berbeda dan kemampuan untuk bereproduksi. Perempuan sudah ditakdirkan memiliki rahim dan sel telur yang disiapkan untuk menghasilkan keturunan, sedangkan laki-laki sudah ditakdirkan memiliki sel sperma untuk membuahi sel telur perempuan.Â