Film ini mengajarkan tentang betapa pentingnya akar identitas kita, terutama ketika kita sudah tinggal di tempat yang jauh dari kampung halaman. Meskipun sejauh apapun identitas yang kita sengaja atau tidak sengaja dilabelkan ke kita sejak kecil, akan tetap melekat pada kita.Â
Seperti pada Nada, walaupun sudah tidak bisa berbicara Bahasa Arab, dan tinggal di negara yang tidak berbicara dalam Bahasa Arab, dan berkultur Eropa, Nada tetaplah perempuan Lebanon.Â
Identitas ini semakin menguat ketika Nada memutuskan tinggal di rumah keluarganya selama mungkin. Agama yang dianut Nada tidak menjadi persoalan di Lebanon, melainkan kultur, dan bahasa nya.Â
Penduduk lokal tidak mempersoalkan agama keluarga Nada yang menganut agama Kristen, tapi ketika Nada tidak bersikap ramah seperti layaknya masyarakat Lebanon, tidak terlalu mengetahui tradisi Lebanon, dan sedikit bisa berbicara Bahasa Arab, maka masyarakat di kampung halamannya tidak menyukai kehadiran Nada. Terutama ketika menganggap masyarakat lokal telah membunuh kakeknya.Â
Berbeda dengan adiknya Nada. Kehadirannya disambut hangat karena bersikap ramah, dan langsung bergaul dengan kaum laki-laki di kampung halaman nya. Adik Nada juga bisa berbahasa Arab dengan lancar sehingga tidak ada kendala untuk mengobrol dengan penduduk lokal tersebut.
Kesadaran tentang pentingnya identitas ini rata-rata dimiliki oleh para perantau, tidak terkecuali di Indonesia. Ketika libur hari raya atau mengambil cuti, pulang kampung merupakan hal yang harus dilakukan. Keterikatan dengan kultur kakek nenek kita terus berlangsung.
Akhir film ini tidak menceritakan apakah akhirnya Nada setuju dengan ayahnya untuk menjual rumah keluarga mereka atau tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H