Sejak dua tahun lalu, tepatnya pada tahun 2018, setiap bulan Ramadhan atau puasa, kita biasanya dapat melihat tontonan yang bernuansa islami. Salah satu tontonan tersebut yaitu film animasi berjudul Nussa.
Animasi asli Indonesia, yang diproduksi oleh anak negeri tahun ini ditayangkan di sebuah stasiun tv swasta setiap pagi dan sore. Bercerita tentang dua anak kecil bernama Nussa, dan adiknya Rara tentang berbagai hal dalam kehidupan keseharian mereka.Â
Konon tontonan ini diinisiasi oleh dua orang ustad ternama di Indonesia setelah mendengarkan keluh kesah para orangtua atas ketidakhadiran tontonan yang layak untuk anak anak, terutama mengenai ajaran agama Islam.
Awal saya menonton, saya tidak terlalu antusias, namun lama kelamaan saya tergelitik untuk menontonnya, apalagi dikatakan ini merupakan karya anak negeri, maka saya pun merasa wajib menontonnya untuk menghargai karya bangsa sendiri. Sayangnya, saya tidak menemukan ciri khas budaya Islam Indonesia di film animasi tersebut. Saya melihatnya budaya Islam Arab yang ditampilkan.
Karakter Nussa digambarkan memakai baju gamis, dan kupluk (kopiah berbentuk bundar, yang saya tahu biasa dipakai para pedagang Arab di Tanah Abang), sedangkan Rara adiknya, menggunakan jilbab dan baju gamis.Â
Mereka berdua memanggil orangtuanya dengan sebutan Abi dan Umma (panggilan yang lebih sopan dan terhormat daripada Ummi, dalam Bahasa Arab). Saya tidak melihat sama sekali ciri budaya Islam Indonesia dalam animasi tersebut.Â
Hal yang sangat disayangkan menurut saya, karena budaya Islam Indonesia sangatlah beragam, dan sangat menarik apabila ditampilkan dalam sebuah film animasi anak anak karya bangsa Indonesia sendiri.Â
Penampilan identitasi Islam Indonesia akan menjadi ciri khas dari animasi Nussa, dan bukan tidak mungkin akan diapresiasi oleh banyak pihak, karena menampilkan Islam Indonesia.Â
Seperti hal nya animasi Upin Ipin yang sangat diminati oleh banyak anak anak di Indonesia, karena kekhasan nya seperti logat Melayu, cara berpakaian, makanan, kebiasaan orang Malaysia, dan lainnya. Hal inilah yang sayangnya tidak ditemukan sama sekali dalam animasi Nussa.Â
Awalnya saya menduga panggilan Umma mengambil dari salah satu Bahasa daerah di Indonesia, tapi ternyata saya salah besar. Tidak ada sama sekali unsur Islam Indonesia, apalagi budaya daerah yang dimasukkan.Â
Dan sayangnya lagi, dua tahun ditayangkan, tidak ada sama sekali revisi atau pembaharuan dalam karakter atau cerita Nussa, seolah olah dibuat ala kadarnya saja. Karakter Nussa misalnya kenapa tidak memakai kopiah atau peci, dan baju koko saja? Hal sederhana yang sangat Indonesia.