Hari Sabtu tanggal 14 Maret 2020 yang lalu kami bertiga melakukan perjalanan wisata dari Indramayu ke Cirebon. Kami bertiga tidak naik kendaraan pribadi melainkan kendaraan umum yakni menggunakan bus. Karena sudah lama tidak merasakan lagi naik bus antar kota.
Walaupun busnya menggunakan Air Conditioner, tetapi sepanjang perjalanan dipenuhi dengan pengamen dan pedagang asongan yang silih berganti dari tempat saya naik hingga daerah perbatasan dengan Cirebon.Â
Sesampainya di Pasar Sandang terbesar di Jawa Barat yakni Pasar Tegal Gubug, bus tiba-tiba mengambil jalur kanan dan melaju bukan di jalurnya melainkan berlawanan arah. Hal ini tentu membahayakan penumpang dan pengguna jalan lain. Tapi bagi yang sering naik bus di jalur pantura tentu hal ini sudah dianggap wajar apalagi jalur yang dilalui dalam kondisi macet.
Penumpang yang menuju arah Cirebon dan Kuningan sangat banyak, dan membuat bus penuh sesak oleh penumpang. Semula masih terasa udara dari pendingin ruangan kini berganti peluh keringat karena berdesak-desakan.
Sesampainya di hotel kami beristirahat sebentar, karena ada janji dengan salah seorang Kompasianer akhirnya kami langsung menuju tempat yang sudah ditentukan. Kami bicara banyak hal tentang ngeblog di Kompasiana, dan banyak hal lainnya termasuk mulai menyinggung informasi terbaru tentang Virus Corona yang mulai melanda Indonesia. Setelah puas ngobrol dengan salah satu kompasianer tersebut, saya pamit untuk kembali ke hotel.
Di grup whatsapp guru sudah mulai ramai bahwa Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten sedang rapat dadakan untuk memutuskan besok masuk sekolah atau belajar di rumah. Hingga akhirnya pada saat saya dan keluarga makan mie get Cirebon muncul kabar bahwa mulai besok para pelajar dari tingkat TK, SD, SMP, SMA dan SMK belajar di rumah. Mendengar kabar tersebut, saya berbicara dengan istri dan anak saya bahwa virus corona sudah semakin menyebar ke berbagai daerah sehingga semua siswa mulai Senin akan belajar di rumah.
Malam itu sudah banyak siswa menanyakan keputusan apakah besok masuk sekolah atau tidak. Tetapi karena surat resmi dari dinas belum keluar maka pihak sekolah sepakat untuk masuk dengan catatan siswa diberi sosialisasi tentang virus corona.
Saya diminta oleh wakasek untuk menjelaskan tentang ciri-ciri seseorang yang terkena virus corona, dimana gejalanya adalah seperti demam, masuk angin, flu, pilek, batuk, tenggorokan kering layaknya penyakit pada umumnya tetapi yang membedakan virus ini akan masuk ke sistem pernafasan sehingga orang yang terkena akan sesak nafas dan bisa meninggal dunia.
Setelah para siswa diberi tugas oleh bapak dan ibu gurunya masing-masing. Para pelajar langsung di pulangkan ke rumahnya masing-masing. Begitu juga bapak dan ibu gurunya langsung pulang menuju ke rumah masing-masing.
Setelah pemberitaan di media mainstream dan televisi yang bertubi-tubi mengenai Covid-19 atau virus corona, maka masyarakat mulai panik. Banyak orang yang berburu bahan makanan untuk persediaan selama beberapa hari di supermarket atau minimarket.
Ada pula nasabah yang mulai menarik simpanan dari bank secara tidak porposional dengan melakukan penarikan simpanan di bank secara besar-besaran (rush), selain itu banyak pula yang melakukan transaksi spekulasi sekedar mencari keuntungan pribadi, dan melakukan panic selling atau panic redeeming terhadap beberapa produk.
Ditambah lagi penyebaran-penyebaran informasi hoax di media sosial dan aplikasi perpesanan semakin masif  yang membuat orang semakin panik. Mereka seakan-akan ditakuti bahwa orang yang terkena virus corona hidupnya tidak akan lama lagi. Padahal ada banyak orang yang sembuh dari virus Covid-19.
Tetapi sebagai seorang guru dan juga blogger yang tinggal di desa, saya merasakan kehidupan di desa berbeda sekali dengan kehidupan di kota yang diberitakan di televisi, dan media mainstream atau media sosial. Masyarakat desa tidak terlalu berlebihan menghadapi virus Corona.Â
Inilah beberapa bukti perilaku cerdas masyarakat desa dalam menghadapi penyebaran virus Corona dan membantu pemerintah dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan :
Pertama, Percaya, tawakal dan ikhtiar Kepada Sang Pencipta. Masyarakat desa tetap percaya dan tawakal kepada Allah SWT dengan segala hal termasuk dalam menghadapi musibah virus Corona dengan berpasrah dan menyerahkan semuanya kepada Allah SWT sehingga mereka tidak ada kekhawatiran berlebihan.Â
Mereka pasrah dan berserah diri sambil berikhtiar atau berusaha secara sungguh-sungguh baik dalam mencari nafkah atau mengatasi penyebaran virus corona. Mereka yakin bahwa hidup dan mati sudah diatur oleh Sang Pencipta yang penting sudah tawakal dan ikhtiar. Â Â
Ketiga, Tidak ada panic buying. Masyarakat di desa membeli bahan makanan atau barang-barang kebutuhan sehari-hari sewajarnya baik di pasar maupun mini market. Terbukti barang-barang di mini market pun tidak ada yang sampai kosong seperti beras, dan minyak sayur.
Mereka sudah sejak lama makan dan minum seadanya dan tidak berlebihan. Lauk pauk cukup dengan tahu, tempe atau ikan yang didapat dari memancing di sungai. Selain itu yang penting ada lalapan dan sambal terasi.
Sayurannya di dapat dari yang mereka tanam seperti labuh atau kembang labuh, kacang panjang, oyong atau emes, dan lain-lain. Buah-buahan dari pinggir pekarangan rumah seperti jambu air, jambu biji dan mangga. Â
Tetapi Pemerintah Desa dan Kecamatan Gabuswetan Kabupaten Indramayu bekerjasama dengan Dinas Kesehatan atau Puskesmas sudah melakukan tindakan preventif dengan mengadakan penyemprotan desinfektan di jalan, hingga ke rumah-rumah agar terhindar dari virus corona.
Begitu juga dengan instansi pemerintah, swasta, Â minimarket, tempat makan, dan jasa keuangan seperti bank sudah menyediakan air mengalir dengan sabun untuk menghindari penyebaran virus Corona.Â
Kelima, Perekonomian tetap berputar. Walaupun di desa tetapi akses internet sudah menjangkau hampir semua wilayah. Sejak pembatasan terhadap berkumpulnya orang, maka kini marak pesanan makanan atau jualan secara online. Bahkan ada beberapa orang yang sudah memanfaatkan pembayaran secara online untuk membeli barang atau makanan secara online. Â
Walaupun beberapa orang desa ada yang tidak paham dengan teknologi, dibantu oleh mereka yang melek teknologi dengan menjadi reseller barang kebutuhan sehari-hari atau makanan yang dibuat oleh pedagang tradisional.
Ketujuh, Cinta Rupiah. Masyarakat desa lebih mencintai rupiah ini terbukti dengan tidak ada yang memborong dolar dan menjualnya lagi pada saat harganya tinggi. Mereka lebih suka menggunakan uang rupiah untuk keperluan sehari-hari. Sehingga akan terjaga stabilitas rupiah untuk orang-orang desa.
Jadi walaupun sebagian masyarakat desa berpendidikan rendah tetapi kita harus belajar dari mereka dalam banyak hal. Mungkin dengan cara-cara ini, sistem keuangan di Indonesia akan stabil dan bisa membantu pemerintah mengatasi penyebaran virus Corona atau Covid-19.Â
Oleh karena itu, kita tidak usah malu untuk belajar kepada orang-orang desa dalam menghadapi ketidakpastian terutama dalam menghadapi wabah pandemi global ini dan menjaga stabilitas sistem keuangan. Mereka tetap hidup sederhana, aman damai dan semoga bisa tetap sehat lahir dan batin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H