Mohon tunggu...
Didno
Didno Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Youtuber

Guru yang suka ngeblog, jejaring sosial, nonton bola, jalan-jalan, hobi dengan gadget dan teknologi. Info lengkap didno76@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ditinggal Ayah sejak Kecil

16 September 2014   04:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:34 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi wali kelas ibarat memiliki seribu cerita dari anak didik. Ada anak yang berkemampuan lebih dalam hal menerima pelajaran, ada juga yang lambat menerima pelajaran. Ada anak orang yang mampu, anak orang biasa dan anak orang tak punya.

Berbagai persoalan kehidupan pun harus mereka lalui seperti ditinggal orang tua ke luar negeri, berpisah dengan orang tua karena bercerai atau bahkan harus berpisah dengan orang tuanya untuk selama-lamanya karena dipanggil Sang Pencipta. Tapi ada juga siswa yang ditinggal orang tuanya entah kemana hingga kini.

Salah satu siswi saya ini ditinggal ayahnya sejak dia masih SD (Sekolah Dasar). Dia memiliki kakak laki-laki satu-satunya. Sewaktu ditinggal ayahnya yang menjadi tulang punggung keluarga adalah ibunya. Tapi sejak beberapa tahun terakhir dia tidak bisa lagi memberikan nafkah untuk anaknya karena terkena stroke.

Awalnya yang terkena stroke sebagian badannya sehingga beberapa anggota tubuhnya masih bisa digerakan walaupun tidak sempurna. Tapi beberapa tahun kemudian penyakitnya semakin parah sehingga dia hanya bisa bergerak badannya dengan menggunakan pantatnya untuk ke kamar mandi dia harus ngesot atau merayap jika tidak ada orang di rumahnya.

Anak laki-lakinya kini sudah berkeluarga dan memiliki anak satu, tinggalnya tidak dengan ibunya lagi sehingga yang tinggal di rumah tersebut adalah siswi saya tersebut dan ibunya. Beruntung rumah neneknya bersebelahan sehingga kalau ada apa-apa tinggal meminta bantuan kepada neneknya tersebut.

Selama beberapa hari, siswi ini tidak masuk sekolah karena harus menunggu ibunya yang penyakit strokenya semakin parah. Kini ibunya tidak bisa bergerak sama sekali dia hanya terbaring di kasur di dalam rumahnya.

Karena sudah tiga hari tidak masuk sekolah saya pun akhirnya menjenguk ke rumahnya. Ketika tiba di rumah saya di persilakan masuk oleh neneknya, dan si nenek tersebut yang mengantarkan saya ke dalam rumah siswi saya tersebut.

Sesampai di dalam rumah saya melihat sekujur tubuh yang terbaring lemah tidak berdaya. Tubuhnya tidak mampu digerakan hanya suara dan tangan kanannya saja yang masih bisa digerakan, sementara kaki dan bagian tubuh yang lainnya tidak bisa digerakkan.

Ketika saya datang si anak langsung menangis. Saya pun bertanya kepada ibunya “bu kenapa anak ibu ini sering tidak masuk sekolah?”. Kemudian sang Ibu menjawab “karena selama ini dia menjaga saya, karena saya sudah tidak bisa lagi kemana-mana”. Mendengar jawaban tersebut saya tertegun melihat kondisi ibunya yang tidak bisa bergerak kemana-mana.

Jadi selama ini yang masak, mencuci pakaian ibu, dan mengantar ibu ke kamar mandi anak ibu?, kata saya kepada ibunya. Dia pun menjawab “iya pa..dia yang melakukan semuannya dari masak, mencuci pakaian dan juga mengantar ibu ke kamar mandi”. Tapi sebenarnya saya sudah mengatakan kepada anaknya untuk pergi sekolah pa..

Oh jika seperti ini ada sekolah yang tidak mengharuskan siswanya untuk belajar tiap hari, tetapi bisa masuk saat ujian saja yaitu di SMP Terbuka. Demikian ucap saya memberikan solusi yang terbaik agar anaknya tetap sekolah. Tetapi ibunya langsung menjawab “anaknya tidak mau kalau sekolahnya di SMP Terbuka dia ingin sekolah seperti yang lainnya yaitu di SMP Negeri”.

Baiklah bu kalau kondisinya seperti ini saya akan memberikan kelonggaran kepada anak ibu untuk tetap sekolah walaupun mungkin sering izin. Demikian ucap saya memberikan solusi terbaik kepada ibunya. Lalu saya pun bertanya kepada si anak “kamu masih mau sekolah di SMP Negeri”, dia pun menjawab “mau pa.. saya ga mau sekolah di SMP Terbuka tapi pengen tetap sekolah di SMP Negeri”.

Mendengar jawaban tersebut kemudian saya mengiyakan agar si anak tetap sekolah. Melihat kondisi seperti itu saya mengambil beberapa gambar foto ibunya yang terbaring sakit tersebut lalu mengunggahnya di jejaring sosial. Melihat foto-foto tersebut banyak teman-temannya yang iba untuk membantu kondisi keluarga tersebut.

Kemudian saya bertanya sedikit kepada ibunya mengenai ayahnya. Dimana ayanya sekarang bu?, Dia menjawab “anak ini sudah ditinggal ayahnya sejak masih SD, ketika itu ayahnya pergi ke Sumatera tetapi kabar terakhir dia sudah menikah lagi dan mempunyai anak dengan isteri barunya. Sejak saat itu sang ayah tidak pernah menengok anaknya lagi hingga sekarang.

Mendengar penjelasan tersebut, hati saya semakin tidak karuan karena kalau kejadian ini menimpa diri saya, belum tentu saya tegar menghadapi kehidupan ini. Tetapi siswi ini terlihat begitu tegar menerima kenyataan hidupnya.

Keesokan harinya saya meminta petugas OSIS untuk menggalang dana untuk berobat ibunya siswi tersebut. Tidak disangka dari sumbangan teman-temannya dan alumni di jejaring sosial terhimpun dana hingga jutaan rupiah. Uang tersebut kemudian saya serahkan kepada orang tuanya secara langsung. Saya menjenguk ibu dan siswi tersebut bersama teman-temannya agar mereka bisa memotivasi siswi tersebut untuk sekolah lagi.

Ibunya dengan nada lirih mengucapkan terima kasih banyak atas segala bantuan dari teman-temannya, semoga amalnya diganti dengan yang lebih besar dan diterima oleh Allah SWT. Lalu saya pun mengamininya.

Seperti biasa saya pun menceritakan keadaan siswi tersebut kepada guru-guru yang lain, ternyata ada salah satu guru yang memberi perhatian lebih. Lalu dia berkata “pa saya akan nyumbang buat dia uang jajan setiap minggunya” mendengar pernyataan guru tersebut saya mengucapkan terima kasih.

Uang jutaan tersebut katanya digunakan untuk berobat ke dokter, dan tukang pijat agar penyakit strokenya segera sembuh tapi berita buruk datang saat liburan sekolah, ibunya yang sakit stroke tersebut dipanggil oleh Yang Maha Pencipta. Sayangnya berita kematian ibu siswi saya tersebut tidak sampai ke telinga saya yang waktu itu memang sedang berlibur di tempat isteri saya di Puncak.

Rupanya Allah SWT punya rencana tersendiri untuk siswi saya tersebut. Ibunya yang selama ini dirawatnya harus meninggalkan dia. Kini murid saya tersebut hidup dengan nenek dan kakaknya, mereka pun hidup apa adanya.

Sekarang dia ke sekolah mendapat uang jajan dari kakak dan neneknya. Beruntung di sekolah masih ada orang-orang yang menyayanginya. Rekan guru yang waktu saya menjadi wali kelasnya sampai saat ini masih memberikan uang jajan kepada siswi tersebut setiap minggu. Guru yang lain juga memberikan bantuan dengan memberikan buku LKS secara gratis kepada siswi tersebut.

Mudah-mudahan dia kelak menjadi anak yang berprestasi dan bisa menghidupi dirinya sendiri, saudaranya dan bisa bermanfaat bagi orang lain. Amiiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun