Kondisi yang tidak berubah ini, bahkan hanya akan semakin mendekatkan negara Indonesia pada dampak negatif pasar bebas, dimana negara kita akan rentan terhadap krisis ekonomi, kemiskinan yang justru meningkat dan ketimpangan sosial ekonomi yang semakin lebar. Tidak ada keuntungan yang dapat diambil oleh masyarakat menengah ke bawah dengan penerapan MEA.Â
Saya kira, teori Robert Gilpin tentang "trickle down effect" di mana dengan pemberlakuan pasar bebas lapisan masyarakat paling bawah juga akan mendapat manfaatnya dengan rembesan ke bawah kesejahteraan oleh masyarakat kapital, tidak menemukan fakta dan realitanya.Â
Kita bayangkan saja, semakin besar keuntungan yang didapatkan oleh seseorang semakin besar pula keinginan orang tersebut untuk melindungi dan mempertahankan keuntungan tersebut, bukan malah semakin besar pula untuk berbagi (share), peduli (care) dan menciptakan kondisi persaingan yang adil (fair).Â
Maka, kita menemukan realita bahwa pasar bebas bukan merupakan solusi mengentaskan kemiskinan atau mengurangi kesenjanggan. Pasar bebas merupakan kepentingan para pemilik modal besar dan negara-negara maju untuk kepentingan kapitalisasi perekonomian di seluruh dunia.
Jelas penerapan MEA pada 2016 dan seterusnya ini, bukanlah merupakan kepentingan masyarakat, dan masyarakat tidak mendapatkan keuntungan yang besar yang bisa mensejahterakan bersama. MEA hanya menciptakan "orang-orang kalah" baru pada sebagian masyarakat. Lalu, beranikah kita masyarakat (bukan pemerintah) untuk keluar dari MEA? Sebagaimana Brexit di Eropa? Wallahu'alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H