Comte pun juga berpendapat bahwa teori harus berdasar fakta empiris yang dapat dilihat oleh mata, terukur dan dapat digeneralisasi. Berdasarkan pemikiran Comte tersebut, positivisme mempunyai karakteristik realitas yang obyektif, tunggal dan bebas nilai. Bebas nilai artinya teori hanya boleh dikembangkan di satu ruang lingkup ilmu pengetahuan, kalau di luar ilmu yang dimaksud itu tidak boleh. Padahal hasil penelitian di ilmu tertentu bisa menjadi sumber rujukan bagi ilmu lain.
Karakter realitas positivisme dikritik oleh beberapa tokoh ilmuwan maupun filsuf. Di tahun 1970-1980, isi kritik terhadap positivisme menyatakan bahwa metode penelitian ilmu alam tidak cocok diterapkan di penelitian ilmu sosial. Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki akal dan perasaan. Sehingga perasaan dan pandangan manusia terhadap sesuatu tidak bisa diukur.Â
Hasil yang tidak bisa diukur atau dinyatakan dalam angka perlu menggunakan metode dan pendekatan yang tidak kuantitatif. Tokoh pendukung pendekatan yang tidak kuantitatif adalah Karl Popper, Thomas Kuhn serta filsuf bermazhab frankfurt.
Atas kritik-kritik positivisme, lahirlah post positivisme. Post positivisme menekankan penjelasan-penjelasan kualitatif. Karakter realitas post positivisme adalah  subyektif, jamak dan tidak bebas nilai. Meninjau kekurangan pada positivisme, para pendukung post positivisme berusaha mengurangi kelemahan pada positivisme. Hipotesis dan kontrol tetap menjadi tukuan dari post postivisme.
Post positivisme tidak menggeser positivisme
Post positivisme dan positivisme adalah dua aliran filsafat yang berbeda namun keduanya memiliki asumsi dan logika yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Jadi keduanya bertujuan tidak untuk dipertentangkan tetapi untuk saling melengkapi kekurangan masing-masing. Jadi yang semula penelitian ilmu sosial banyak menggunakan pendekatan kuantitatif, kemudian menambah menggunakan pendekatan kualitatif. Hal tersebut tentunya memperkaya analisis data dan membahas hasil penelitian dari berbagai sisi.Â
Kombinasi positivisme dan post positivisme untuk penelitian
Peneliti dapat menggunakan positivisme atau post positivisme saja. Bisa juga menggunakan dua-duanya. Tentu saja tergantung Tujuan penelitian yang ingin dicapai dan variabel yang diamati. Jika ingin menggunakan kombinasi keduanya, bisa diamati skema di bawah ini.
Berdasarkan skema di atas, positivisme diawali dengan menentukan dan menetapkan teori sebagai dasar penelitian. Teori yang sudah ditentukan, direview apakah benar-benar sesuai dan relevan dengan rumusan masalah serta tujuan penelitian. Jika sudah fix, hipotesis (dugaan hasil penelitian) dibuat sesuai teori dan jawaban dari rumusan masalah.Â
Penelitian melalui pengamatan/pengukuran variabel ditujukan untuk memperoleh data. Data-data yang terkumpul akan dianalisis sesuai metode analisis yang digunakan. Data yang sudah dianalisis kemudian diinterpretasi. Tahap interpretasi adalah penafsiran data yang masih bersifat matematis menjadi hasil yang mudah dipahami. Hasil interpretasi akan menjadi rujukan untuk menarik kesimpulan.