Transaksi Digital Pilihan di Masa PandemiÂ
Pandemi Covid-19 belum ada tanda-tanda berakhir. Hampir setahun pandemi membuat terbatasnya mobilitas  serta mengakselerasi berbagai perilaku yang sebelum pandemi  tak banyak  dilakukan orang. Penggunaan teknologi digital pun mulai merambah ke berbagai kegiatan sehari-hari sehingga ekonomi digital justru semakin menggeliat di saat pandemi Covid-19 ini.
Dalam obrolan dengan penulis belum lama ini, Chief Digital Startup, E-Commerce (DEF) Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, Nur Javad Islami, mengakui ekosistem digital terakselerasi oleh kondisi pandemi Covid-19. "Pandemi Covid-19 mengakselerasi ekosistem digital semakin cepat. Masyarakat semakin banyak memanfaatkan teknologi digital dalam kegiatan sehari-hari. Termasuk dalam berbagai kegiatan ekonomi," imbuhnya.
Apa yang dikatakan Jeff --panggilan karibnya- memang ada benarnya. Pemberlakuan  pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mengharuskan siapa pun berkegiatan di rumah saja. Beruntung meski secara fisik dibatasi mobilitasnya, namun dengan teknologi digital  siapa pun masih bisa melakukan kegiatan ekonomi.
Di masa  PSBB Proporsional hingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) seperti sekarang ini, memang mobilitas antarmanusia di luar rumah sudah mulai  bergeliat. Toh, pemanfaatan teknologi digital tetap menjadi pilihan. Masih merebaknya kasus Covid-19 menjadi alasan tetap adanya kekhawatiran orang tertulari virus saat berkegiatan di luar rumah.
Oleh karenanya, bertransaksi digital yang bisa dilakukan di rumah melalui telepon seluler (ponsel) dianggap lebih aman dari penularan virus Covid-19. Ketimbang berbagai transaksi kegiatan ekonomi dilakukan secara konvensional. Baik itu dengan pembayaran transaksi melalui m-banking, maupun platform uang elektronik.
Menurut Jeff berdasarkan data Sharing Vision peningkatan transaksi digital di masa pandemi Covid-19 bisa dilihat dari pertumbuhan 37,8 persen (YoY) di quarter ketiga tahun 2020. Kemudian di saat yang sama transaksi menggunakan uang elektronik yang naik 24,42 persen (YoY).
Sementara versi Bank Indonesia (BI), mengutip keterangan pers Gubernur BI, Perry Warjiyo, pada 18 Desember 2020 lalu, menyebutkan pada November 2020 transaksi uang elektronik meningkat 20,27 persen (YoY) yakni menjadi Rp 19,33 triliun dibandingkan November 2019 yang sebesar Rp16,08 triliun. volumenya mencapai 392,88 juta transaksi dengan nilai Rp 15,87 triliun. Untuk transaksi digital banking tumbuh 29,89 persen (YoY) pada Oktober 2020 dengan nilai transaksi naik sebesar 2,11 persen.
Vaksinasi Covid-19 yang telah dimulai diperkirakan tidak berpengaruh  besar terhadap perilaku masyarakat yang telah terbiasa bertransaksi digital. Jeff bahkan optimis transaksi digital terus bertumbuh.
Tolak ukurnya adalah semakin masif-nya transaksi digital saat ini. Bahkan, transaksi digital mulai merambah ke pedagang di pasar tradisional. Lantas, Jeff membeberkan  hasil survei Sharing Vision di 35 pasar tradisional se-Bandung Raya Juni 2020 silam.
Hasilnya, Â sebanyak 58 persen responden mengakses transaksi digital dengan menggunakan layanan mobile banking dan 83 persen pedagang telah memanfaatkan penjualan secara daring. Indikator lainnya berupa penggunaan Quick Response (QR) Code sebagai alat transaksi pembayaran secara digital yang sudah menjangkau hingga ke usaha mikro kecil dan menengah.
Di Indonesia implementasi QR Code sebagai transaksi pembayaran diimplemetasikan berbentuk Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Acuannya adalah Peraturan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia Nomor 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standard Nasional QR Code.
Sebagai  implementasi Blue Print Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025, QRIS merupakan alat transaksi digital yang mudah dan aman melalui ponsel. QRIS, mengutip laman Bank Indonesia (BI) telah dapat digunakan di seluruh toko, pedagang, warung, parkir dan transaksi lainnya berlogo QRIS, bagi seluruh aplikasi pembayaran dari penyelenggara baik bank maupun nonbank baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Sejak diimplementasikan Januari 2020, sebanyak 5,8 juta merchant telah tersambung secara nasional dengan QRIS. Sementara di tahun 2021 ini, target tinggi dilambungkan BI yakni sebanyak 12 juta merchant, termasuk UMKM.
Untuk menarik minat pemanfaatan QRIS, BI mengeluarkan kebijakan Merchant Discount Rate QRIS hingga 0 persen. Kebijakan bagi merchant UMKM ini diberlakukan hingga 31 Maret 2021 mendatang.
Ibarat dua mata sisi uang, transaksi digital, termasuk penggunaan QRIS, memang tak luput dari risiko. Pelaku kejahatan siber mengincar pengguna QRIS sebagai obyek kejahatannya. Menurut Jeff, kejahatan scam QR Code telah banyak terjadi di berbagai negara seperti Tiongkok dengan berbagai modus.
Di antaranya mengganti QR Code di merchant dengan QR Code yang dibuat sendiri oleh pelaku. Adapun modus lainnya dengan memalsu QR Code.
Oleh karenanya Jeff berpendapat upaya pencegahan kejahatan scam menjadi sangat penting di saat upaya memasyarakatkan penggunaan QRIS di Indonesia. Pasalnya, belum semua orang paham dengan QR Code sehingga berpotensi menjadi korban kejahatan scam.
Sejatinya, BI terus melakukan sosialisasi penggunaan QRIS ini secara luas, termasuk melalui media massa. Tetapi, sayangnya literasi masyarakat masih rendah sehingga upaya sosialisasi QRIS kerap kali diabaikan.
Akibatnya, masyarakat belum sepenuhnya aware terhadap penggunaan QRIS, terutama dalam aspek keamanan bertransaksi. Ketidaktahuan masyarakat dikuatirkan dimanfaatkan pelaku kejahatan siber.
Karena target QRIS ini memiliki jangkauan luas hingga ke pelosok, tentu saja target tersebut harus diimbangi dengan peningkatan literasi masyarakat sebagai target QRIS. Kampanye secara masif baik melalui media cetak dan media sosial belumlah cukup.
BI berikut pemangku kepentingan lainnya ada baiknya melibatkan  pemangku kebijakan di tingkat bawah seperti RW dan RT.  Sosialisasi  hingga ke tingkat bawah ini bisa langsung menjangkau masyarakat sebagai target pengguna QRIS.
Edukasi  dan literasi merupakan bagian penguatan perlindungan konsumen sebagaimana termauktub dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No22/20/PBI/2020 tentang Perlindungan Konsumen BI yang mulai berlaku sejak 22 Desember 2020. Menjadi penting mengedukasi masyarakat tentang amannya  bertransaksi QRIS. Sebab, hal itu bisa mengakselerasi orang beralih dari transaksi tunai ke transaksi digital QRIS.
Melalui media sosial resminya, BI membagikan  tips transaksi digital aman terjaga. Yakni melindungi data pribadi dengan menjaga kerahasiaannya serta melakukan pengkinian data. Lalu, bertransaksi di kanal resmi serta mengadu ke pusat panggilan masing-masing bank atau PJSP. Selain itu BI melalui Contact  Centre BICARA 131 menerima aduan serupa bilamana pengaduan ke masing-masing bank dan PJSP belum menemukan kata sepakat.
Adapun kejahatan scam, phising bisa dikatagorikan sebagai kejahatan siber sehingga ada sanksi hukumnya bisa mengacu kepada UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta UU KUH Pidana. Sementara UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sejauh ini belum menjangkau konsumen ekosistem digital.
Perlindungan aset konsumen terhadap penyalahgunaan, perlindungan data dan atau informasi konsumen serta penanganan penyelesaian pengaduan yang efektif juga menjadi cakupan dari PBI No 22/20/PBI/2020. Â Bahkan ada sanksi administratif bagi penyelenggara yang melanggar ketentuan mulai teguran tertulis hingga pencabutan izin.
Itu  berlaku bagi konsumen  produk dan atau jasa dari penyelenggara yang diatur dan diawasi BI. Seperti, penyelenggara Sistem Pembayaran, Kegiatan Layanan Uang, Pasar Uang, Pasar Valuta Asing  dan lain-lainnya.
Dengan prinsip meliputi Selain sederet payung hukum tersebut, tetap saja dibutuhkan kecermatan, ketelitian dalam bertransaksi digital. Dengan perilaku cermat dan teliti, konsumen setidaknya bisa diminimalisir potensi menjadi obyek kejahatan.
Jeff hanya satu di antara sekian banyak orang di Indonesia yang telah memanfaatkan transaksi digital. Pemanfaatan  transaksi digital yang telah dilakukan banyak orang, termasuk Jeff, melontarkan optimisme prospek positif transaksi digital ini.
Optimisme yang otomatis mengerek pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan berkisar 4,8%-5,8% Â sebagaimana resolusi ala BI di tahun 2021 ini. Â (Didit B. Ernanto)*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H