Di Indonesia implementasi QR Code sebagai transaksi pembayaran diimplemetasikan berbentuk Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Acuannya adalah Peraturan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia Nomor 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standard Nasional QR Code.
Sebagai  implementasi Blue Print Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025, QRIS merupakan alat transaksi digital yang mudah dan aman melalui ponsel. QRIS, mengutip laman Bank Indonesia (BI) telah dapat digunakan di seluruh toko, pedagang, warung, parkir dan transaksi lainnya berlogo QRIS, bagi seluruh aplikasi pembayaran dari penyelenggara baik bank maupun nonbank baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Sejak diimplementasikan Januari 2020, sebanyak 5,8 juta merchant telah tersambung secara nasional dengan QRIS. Sementara di tahun 2021 ini, target tinggi dilambungkan BI yakni sebanyak 12 juta merchant, termasuk UMKM.
Untuk menarik minat pemanfaatan QRIS, BI mengeluarkan kebijakan Merchant Discount Rate QRIS hingga 0 persen. Kebijakan bagi merchant UMKM ini diberlakukan hingga 31 Maret 2021 mendatang.
Ibarat dua mata sisi uang, transaksi digital, termasuk penggunaan QRIS, memang tak luput dari risiko. Pelaku kejahatan siber mengincar pengguna QRIS sebagai obyek kejahatannya. Menurut Jeff, kejahatan scam QR Code telah banyak terjadi di berbagai negara seperti Tiongkok dengan berbagai modus.
Di antaranya mengganti QR Code di merchant dengan QR Code yang dibuat sendiri oleh pelaku. Adapun modus lainnya dengan memalsu QR Code.
Oleh karenanya Jeff berpendapat upaya pencegahan kejahatan scam menjadi sangat penting di saat upaya memasyarakatkan penggunaan QRIS di Indonesia. Pasalnya, belum semua orang paham dengan QR Code sehingga berpotensi menjadi korban kejahatan scam.
Sejatinya, BI terus melakukan sosialisasi penggunaan QRIS ini secara luas, termasuk melalui media massa. Tetapi, sayangnya literasi masyarakat masih rendah sehingga upaya sosialisasi QRIS kerap kali diabaikan.
Akibatnya, masyarakat belum sepenuhnya aware terhadap penggunaan QRIS, terutama dalam aspek keamanan bertransaksi. Ketidaktahuan masyarakat dikuatirkan dimanfaatkan pelaku kejahatan siber.
Karena target QRIS ini memiliki jangkauan luas hingga ke pelosok, tentu saja target tersebut harus diimbangi dengan peningkatan literasi masyarakat sebagai target QRIS. Kampanye secara masif baik melalui media cetak dan media sosial belumlah cukup.
BI berikut pemangku kepentingan lainnya ada baiknya melibatkan  pemangku kebijakan di tingkat bawah seperti RW dan RT.  Sosialisasi  hingga ke tingkat bawah ini bisa langsung menjangkau masyarakat sebagai target pengguna QRIS.