Mohon tunggu...
didit budi ernanto
didit budi ernanto Mohon Tunggu... Freelancer - menulis kala membutuhkan

(ex) jurnalispreneur...(ex) kolumnispreneur....warungpreneur

Selanjutnya

Tutup

Money

Melongok Konsep Circular Economy Ala GGF

5 September 2020   08:18 Diperbarui: 5 September 2020   08:09 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pengolahan limbah juga dilakukan di perkebunan GGF lainnya yang tersebar antara lain di di Lampung, Blitar dan Bali. Salah satu produk turunan yang mampu dihasilkan dengan memiliki nilai ekonomis tinggi adalah keripik pisang cavendish.

Pisang cavendish yang dipakai sebagai bahan baku merupakan buah reject yang tidak bisa masuk ke pasar modern. Dengan diolah menjadi keripik, tentu saja pisang cavendish tetap memiliki nilai ekonomi tinggi. 

Proses pengolahannya melibatkan ibu-ibu rumah tangga yang tinggal di sekitar perkebunan di Lampung. "Tentu saja dalam pengolahannya, kami tetap melakukan pendampingan untuk alih teknologi. Sebab, biasanya yang dipakai sebagai bahan baku itu jenis pisang kapok, bukan jenis pisang cavendish," sebut Arief.

Kini, berlahan tapi pasti, keripik pisang cavendish ini mulai diminati. Tidak mustahil kelak menjadi ikon oleh-oleh khas Lampung.

Konsep Circular Economy yang berkelanjutan ini diharapkan mampu menjaga dan memelihara lingkungan dengan baik. Menurut Arief, perusahaan berkomitmen menghasilkan produk terbaik dengan cara ramah lingkungan.

Adalah Sarjono, peternak sapi di Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah, Lampung, yang merasakan benefit dari konsep Circular Economy berkelanjutan ini. Bersama sekitar 85 peternak sapi lainnya yang tergabung dalam Kelompok Peternak Limosin Astomulyo, Sarjono juga menjadi bagian dari implementasi konsep Circular Economy GGF.

Hasil limbah kulit nanas yang telah diolah menjadi asupan rutin untuk penggemukan  sapi-sapi yang diternakkan. "Setiap hari sapi tumbuh 0,8 sampai 1,1 kg per ekor," ungkap Sarjono dalam webinar terpisah bertajuk, "GGF Membangun Sosial Ekonomi Masyarakat melalui Program Kemitraan Perusahaan," Rabu, 12 Agustus 2020.

Sapi-sapi tersebut kemudian dipanen dalam 4 bulan-5 bulan. Selain memenuhi kebutuhan GGF,  untuk kemudian dijual secara swadaya ke berbagai kota di Jabodetabek dan Sumatera.

Menurut Sarjono, saat ini Kelompok Peternak Limosin Astomulyo ini memiliki aset sebanyak 1500 ekor sapi senilai lebih kurang Rp 20 miliar. Peningkatan yang signifikan setelah sejak tahun 2009 bergabung sebagai mitra plasma GGF.

Pemberian pakan berupa olahan kulit nanas merupakan bagian dari manajemen pakan yang diberikan GGF. Selain itu, peternak juga tidak perlu pusing-pusing membuang limbah ternak sapinya.

Sebab, kotoran sapi yang dihasilkan dari peternakan tersebut kemudian diolah menjadi kompos yang dipergunakan bagi keperluan pemupukan perkebunan GGF. Secara keseluruhan tak kurang dari 209 ribu kompos yang mampu dihasilkan. Selain itu, limbah diolah menjadi biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun