Belum lagi persoalan-persoalan yang meluas hingga urusan politis. Penunjukkan mitra pelatihan yang digugat karena diduga ada yang ketidakwajaran dalam proses penentuannya. Â
Mulanya, program Kartu Prakerja yang diinisasi oleh Presiden Joko Widodo sejatinya merupakan salah satu program ideal sebagai bagian meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Selain itu, program Kartu Prakerja sebagai salah satu program untuk mengatasi persoalan penggangguran di Indonesia.
Wabah virus Covid-19 akhirnya membuat Kartu Prakerja tak lagi berjalan sesuai konsep ideal tersebut. Pandemi Corona yang berujung kepada pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) membuat perpaduan antara pelatihan offline dan online  tidak bisa berjalan sesuai rencana. Padahal pelatihan ini merupakan kunci utama meningkatkan  SDM.
Walhasil, pelatihan harus dilakukan secara online (daring).  Sulit rasanya berharap banyak hanya dari  pelatihan online bisa  meningkatkan kualitas SDM.  Kontroversi (lagi-lagi) muncul setelah pelatihan online berbeaya Rp 1 juta untuk setiap peserta ini, ternyata materinya  dengan mudah didapat di konten-konten youtube. Gratis lagi.
Kemudian dari sisi calon peserta yang mendaftar semakin banyak. Mereka yang usahanya hancur, pekerja yang dirumahkan maupun di-PHK gegara pandemi Corona, ramai-ramai mendaftar.  Mereka yang mendadak miskin yang tidak masuk dalam berbagai pintu  bantuan sosial (bansos), pada akhirnya memanfaatkan program Kartu Prakerja.
Ini pun berpengaruh terhadap orientasi dan motivasi  mengikuti pelatihan. Tak dipungkiri bilamana ada yang mengikuti pelatihan daring sekadar formalitas supaya memperoleh sertifikat hingga insentifnya cair.  Adalah sah-sah saja ada yang berorientasi seperti itu tatkala  ikut program Kartu Prakerja.
Mereka punya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Kebutuhan hidup yang hanya bisa diperoleh bilamana memiliki uang. Oleh karenanya, insentif Kartu Prakerja sebesar Rp 600.000 per bulan itu tak ternilai manfaatnya untuk menyambung hidup.
Hal itu pun dipahami oleh Presiden Joko Widodo yang kemudian menjadikan program Kartu Prakerja sebagai program semi bansos.  Kemudian ada usul dari  Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, supaya biaya pelatihan dialihkan sebagai bansos.
Usulan yang masuk akal. Dengan budget yang konon kabarnya hingga triliunan rupiah, biaya pelatihan memang lebih bermanfaat diberikan secara tunai sebagai bansos. Dana pelatihan sebesar Rp 1 juta yang diberikan tunai ke peserta, setidaknya bisa dipakai memenuhi kebutuhan hidup di tengah kesulitan seperti sekarang ini.
Hanya saja, implementasinya tidak mudah. Perpres No 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi  Kerja  melalui Program Kartu Prakerja sebagai payung hukum program Kartu Prakerja, harus terlebih dulu direvisi atau diganti. Tanpa ada payung hukum yang baru, tentu saja ada risiko hukum yang harus ditanggung.
Amburadul-nya program Kartu Prakerja menunjukkan ketidaksiapan program ini mengantisipasi perubahan sebagai dampak pandemi Corona. Pandemi Corona yang berdampak luas belum  secara cepat direspons dengan perubahan sistem pelaksanaan program Kartu Prakerja. Akibatnya, program Kartu Prakerja terkesan amburadul  dengan salah satu parameter berupa keluhan yang bisa dilihat di Instagram resmi program ini.