Guru, Tidak Boleh Berpolitik Praktis
Oleh Didi SuprijadiÂ
Aktifis Buruh
"Jangan melibatkan guru dalam politik dan Guru jangan jadi korban politik: demikian, pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia saat menyampaikan pidato arahan dalam Pembukaan Kongres Guru Indonesia , Kongres PGRI XXl tahun 2013 di Istora Senayan Jakarta, Â
" Masih adanya ekses dan penyimpangan di daerah yang memungkinkan guru menjadi korban ,misalnya karena politik dan Pilkada, guru sering jadi korban, karena guru dipaksa menjadi tim sukses, kalau tidak mau dipindah,ini tidak boleh terjadi." Lanjut , Presiden menambahkan.
 Menurut Presiden agar segera laporkan ke Kemendikbud dan Kemendagri tembusan ke Presiden dan lakukan Konferensi Pers untuk menghindarkan fitnah.
Kongres Guru Indonesia Kongres PGRI XXl dilaksanakan Tanggal 1 s.d. 5 Juli 2013 Bertempat di Gedung Istana Olah Raga ( Istora) kompleks Gelora Bung karno Senayan Jakarta. Tema kongres, Peran Strategis PGRI sebagai Organisasi Profesi Guru Indonesia dalam Mewujudkan Guru yang Bermartabat Menuju Pendidikan Bermutu
Kongres dihadiri oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono beserta dengan seluruh anggota kabinetnya, sekaligus Presiden membuka dengan resmi Kongres Guru Indonesia.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani menilai pemecatan seorang guru karena perbedaan pilihan politik dalam Pilkada serentak 2018 hanya satu contoh belum dewasanya masyarakat dalam memahami demokrasi. Kasus semacam ini biasa terjadi karena pola pikir masyarakat yang belum siap menerima perbedaan pilihan politik.
Hal ini disampaikan Muzani menanggapi kasus Rabiatul Adawiyah, seorang guru yang dipecat oleh sekolah SDIT Daarul Maza, Bekasi karena memilih Ridwan Kamil - Uu Ruzhanul Ulum pada Pilgub Jabar 2018.
"Jadi itu adalah efek dari sebuah ketidaksiapan dari masyarakat kita dalam perbedaan, dan itu terjadi di mana-mana, biasa," kata Muzani di sela acara halal bi halal bersama Pengurus Ranting dan Sayap Partai Gerindra DKI Jakarta yang digelar di rumah dinasnya, Kemang Selatan, Jakarta Selatan, Minggu (1/7). CNN, 1 Juli 2018.13.42 wib.
Kasus kasus yang disampaikan Muzani hanya sebagian kecil saja yang terungkap, persoalan ekses pilkada yang menimpa guru, masih banyak lagi terutama setelah di berlakukannya otonomi daerah , dimana urusan guru diserahkan kepada pemerintah daerah.
Bagaimana Guru dilibatkan dalam persoalan politik praktis?
 Yulianto Kadji ,(Mengkritisi,Pelibatan Guru dalam Politik Praktis Pilkada},
Jumat 09 Desember,2016 14:20: Ada tiga pola dilakukan untuk melibatkan guru dalam politik praktis Pilkada.
Pertama, melalui kepala sekolah, kepala sekolah dijadikan sebagai pembina kelurahan. Secara psikologis bila seorang kepala sekolah dalam satu kelurahan dijadikan pembina dalam rangka politik praktis maka rakyat sekitar akan patuh atas arahan nya.
Kedua, Melalui Pengawas sekolah. Â Pengawas sekolah sebagai penanggung jawab kecamatan. Melalui pengawas sekolah komunitas guru dapat diarahkan sesuai pilihan tertentu.
Ketiga, melibatkan guru melalui kegiatan secara langsung politik praktis. Terkadang ada kegiatan yang selama ini tidak pernah ada, giliran menjelang pilkada ada saja berbagai kegiatan yang dilakukan untuk komunitas guru.
Mengapa Guru Sering dilibatkan  Persoalan Politik Praktis?
Ada beberapa alasan, dilibatkan nya guru dalam politik praktis oleh oknum tertentu, disamping jumlah guru merupakan  personal terbanyak dibanding dengan pegawai Satuan Kerja  lainnya. Guru paling tidak neko neko bila dapat perintah dari atasannya.
Seringkali  setiap ada  kegiatan dinas, guru dijadikan ajang sosialisasi calon atau orang yang didukung oleh organisasi baik yang resmi maupun organisasi yang sengaja dibuat untuk itu. Janji janji perbaikan kesejahteraan guru,perbaikan sarana Pendidikan hingga janji promosi jabatan, bagian rayuan dari orang orang suruhan yang melibatkan guru dalam politik. Tidak jarang dalam suatu instansi tertentu ada orang yang dijadikan sebagai mata mata untuk memantau kegiatan guru , apalagi salah satu calon Gubernur, Bupati atau Walikota seorang petahana, maka kebebasan guru untuk mengambil putusan sedikit terkendala.
Belum lagi ancaman mutasi, penurunan jabatan hingga pemeriksaan  pengelolaan dana BOS merupakan strategi intrik para team sukses bentukan orang orang yang tidak bertanggung jawab dalam rangka pemilu, pileg maupun pilkada.
Penggiringan, rayuan dan ancaman merupakan bagian yang terberat di atasi oleh guru saat saat ada momen pemilu, pileg maupun pilkada.
Perlu diketahui setelah adanya otonomi daerah dimana pengelolaan Pendidikan terdapat pada pemerintah daerah. Guru guru SD, SMP pengelolaannya ada pada Dinas Pendidikan Kabupaten atau Kota dalam hal ini Bupati atau Wali Kota ,sedangkan Guru guru SMA,SMK dan SLB pengelolaannya ada pada Dinas Pendidikan Provinsi dalam hal ini Gubernur. Â Bisa dibayangkan bila ada Gubernur, Bupati atau Wali Kota menjadi petahana atau orang dekatnya maju menjadi ikut Kontestan. Â
Sikap Organisasi Guru PGRI ?.
Jauh sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluhkan tentang ekses pemilu dan pilkada terhadap masyarakat khususnya Guru, PGRI telah menyatakan sikapnya tentang Pemilu dan Pilkada, hal ini dinyatakan dalam pernyataan bidang politik saat Konferensi Pusat l pada tahun 2004, menjelang pemilu 2004.
Pernyataan Konferensi Pusat l PGRI Masa Bakti tahun 2003 -- 2004, Nomor; V/ Kep/ Kon Pus,/ XlX /2004. Ada 5 point dalam pernyataan Konferensi Pusat  PGRI yang berlangsung di Hotel Inna Wisata Jakarta. Dari 5 point tersebut point ke 2 adalah masalah politik.
Dalam pernyataan Konferensi Pusat point ke 2 sebagai berikut, bahwa PGRI menyadari dan memahami bahwa pemilu 2004 merupakan wahana demokrasi pada era reformasi menuju  kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan masyarakat  yang Adil dan Makmur. Kami juga mencermati bahwa perilaku Birokrasi dan Politis pada era reformasi ini belum menunjukan kinerja yang benar benar menampakan komitmennya terhadap perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya berkenaan dengan usaha mencerdaskan kehidupan bangsa dan kesejahteraan rakyat,  Oleh karena itu PGRI,
1.Mendukung penyelenggaraan pemilu, untuk memilh wakil wakil rakyat dan Presiden wakil Presiden tahun 2004 secara Luber,Jujur dan Adil dengan menjaga persatuan dan kesatuan Nasional dalam wadah NKRI
2.Menyerukan kepada seluruh Guru untuk menggunakan hak pilihnya pada pemilu 2004 dengan menetapkan pilihannya pada calon waki rakyat dan pemimpin bangsa yang amanah dengan kriteria, (a) menunjukan kwalitas kepemimpinan yang utuh (b),benar benar dikenal oleh rakyat, khususnya guru. (c), memiliki keunggulan paripurna dan (d) memiliki komitmen yang kuat untuk membangun Sumber Daya Manusia dan secara jelas berpihak kepada dunia Pendidikan dan guru.
3. Menghimbau kepada seluruh anggota masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dengan menolak ajakan siapapun untuk "Golput".
4. Menolak praktek praktek kriminal yang menodai dunia Pendidikan seperti penggunaan ijasan palsu dan gelar palsu, memberikan iming iming kepada  guru untuk tujuan sesaat, menggunakan guru untuk kepentingan yang tidak proporsional, serta praktek poliik uang demi kemenangan dalam pemilu , dan
5. menyerukan agar pejabat politik ( Gubernur, Bupati dan Walikota) dapat dipilih langsung oleh rakyat dan menolak sepenuhnya praktek praktek politik uang dan KKN dalam pemilihan pejabat politik dimaksud.
Dengan berpegang pada hasil Konferensi Pusat l PGRI, maka seluruh Guru anggota PGRI dapat menjadikan hasil Konferensi Pusat sebagai acuan dan pedoman dalam menghadapi Pemilu, Pileg maupun Pilkada.
Tentu yang paling utama dalam hal kegiatan politik  kiranya dilakukan dengan  bertanggung jawab dengan cara tidak cawe cawe untuk melibatkan guru. Begitu juga sebaliknya guru dan organisasinya agar memperkuat diri dan mempunyai daya tawar tinggi agar tidak terjebak pada kegiatan politik praktis yang merugikan.
Patut  direnungkan oleh semua pihak seperti point 4 hasil Konferensi Pusat, yaitu Menolak praktek praktek kriminal yang menodai dunia Pendidikan seperti penggunaan ijasah palsu dan gelar palsu, memberikan iming iming kepada  guru untuk tujuan sesaat, menggunakan guru untuk kepentingan yang tidak proporsional, serta praktek politik uang demi kemenangan dalam pemilu.
Perlu diingat kepada seluruh guru anggota PGRI tentang sifat dasar PGRI sesuai AD/ART, bahwa PGRI bersifat Unitaristik, Independen dan Non Politik praktis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H