PGRI, Menghadapi Pilkada Serentak.
Oleh, Didi Suprijadi
Aktifis Buruh
Pengantar.
Menyikapi beberapa permintaan dari para kolega terkait Pilkada serentak, ayah didi mencoba menulis pengalaman tentang hubungan politik dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Tulisan ini tidak mewakili lembaga manapun, ini sekedar berbagi pengalaman saja, bukan petunjuk apalagi arahan. Bila ada yang tidak berkenan mohon maaf dan perlu koreksi. Selamat Membaca.
l. Pendahuluan.
"Selamat siang bapak ibu,Mohon infonya, adakah edaran dari PB PGRI terkait dengan Pilihan Kepala Daerah..? Jika ada, mohon dishare ya Terimakasih ", demikian pertanyaan salah satu pengurus PGRI yang disampaikan melalui grup aplikasi WhatsApp PGRI Bergerak Serentak, awal September 2024 lalu.
Grup aplikasi PGRI Bergerak Serentak, dibuat oleh Ketua Umum PB PGRI pada tanggal, 16 Juni 2023 dengan jumlah anggota 374 orang, terdiri dari pengurus PGRI dari segala tingkatan seluruh Indonesia.
Sebulan sejak pertanyaan di sampaikan dalam grup WhatsApp, tentang PGRI, terkait pemilihan Kepala Daerah serentak (Pilkada). Tidak satupun jawaban atau komentar yang didapat, entah karena tidak paham tentang pertanyaannya atau takut membicarakan  Pilkada di dalam Grup WhatsApp. Pilkada nya sendiri akan dilaksanakan serentak  28, Nopember  2024, di seluruh Indonesia.
Pertanyaan terkait Pilkada sesungguhnya hal yang biasa dan wajar, apalagi yang bertanya seorang guru aktifis PGRI, hanya saja seringkali urusan Pilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) maupun Pemilihan Presiden ( Pilpres) di kalangan Guru anggota PGRI sangat sensitive. Sangat sensitive karena menyangkut politik praktis yang seringkali di hubungkan dengan jabatan dan status PNS/ASN anggota PGRI.
Praktek di lapangan seringkali anggota PGRI yang berstatus PNS atau ASN jenjang SD /SMP Â sering terpengaruh oleh atasannya yaitu Bupati atau Walikota. Begitu juga dengan anggota PGRI yang berstatus PNS atau ASN jenjang SMA,SMK dan SLB sering terpengaruh oleh atasannya yaitu Gubernur, begitu juga dengan status AD /ART PGRI yang belum luwes dan familier dengan politik. Â
 Sering terjadi ekses akibat kegiatan Pilkada. Aktif ikut terlibat Pilkada, dianggap menyalahi aturan netralitas, tidak ikut atau tidak memihak dianggap tidak berpartisipasi dalam pemenangan, apalagi bila salah satu calonnya merupakan seorang Petahana. Sudah banyak kasus menimpa guru anggota PGRI akibat ekses Pilkada.
Oleh sebab itu dalam tulisan ini disampaikan beberapa cerita pengalaman bagaimana organisasi sebesar PGRI menyikapi politik praktis menghadapi Pilkada, Pileg dan Pilpres.
Bagaimana hubungan PGRI dengan politik saat orde Baru, Reformasi dan Pasca Reformasi. Sikap apa yang akan diambil oleh organisasi PGRI menghadapi Pilkada serentak Bulan Nopember 2024?.
Trik dan strategi apa yang akan diterapkan oleh PGRI menghadapi keriuhan politik Pilkada tetapi netralitas tetap terjaga serta silaturahmi meningkat.
2.PGRI Hubungan  Politik Orde Baru.
Kongres PGRI masa bakti XV di Jakarta tanggal 16 -- 21 Juli 1984 membuat salah satu keputusan yang sangat monumental dalam sejarah perjalanan PGRI, yaitu PGRI dalam menyikapi masalah politik Orde Baru.
Surat Keputusan Kongres Nomor: X/Kongres/PGRI/1984 tentang Pernyataan Kongres PGRI XV, salah satu konsideran keputusannya menyebutkan, bahwa PGRI sebagai organisasi profesi, pengemban hakekat orde baru yang dijiwai oleh semangat juang dan pengabdian, serta berorientasi pada pembaruan dan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila, mempunyai tanggung jawab sejarah untuk menjawab tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia di dalam rangka menyukseskan pembangunan Nasional.
Dalam surat lampiran Keputusan Kongres tentang Pernyataan dalam point Vll menyatakan tentang, Â Tri Sukses Golkar.
Disebutkan bahwa PGRI adalah satu satunya organisasi profesi guru di Indonesia, yang telah menentukan sikap politiknya untuk menyalurkan aspirasi politiknya, melalui Golkar sebagaimana ditegaskan dalam Anggaran Dasar PGRI.
Ada semacam kesepakatan tidak tertulis antara Pemerintah Orde Baru dengan PGRI, bahwa saluran politik bagi anggota dan pengurus PGRI yang ikut menjadi peserta Pemilu untuk menjadi anggota legislatif sudah punya tempat tersendiri, yaitu di Golongan Karya. Jadi apabila ada anggota atau pengurus PGRI yang ingin ikut menjadi peserta Pemilu di luar Golkar, dibolehkan tetapi harus keluar dari anggota PGRI.
Dengan demikian Politik PGRI sesuai Keputusan Kongres, adalah politik monoloyalitas kepada pemerintah. Hanya ada satu saluran partai politik yaitu Golkar, maka bila tidak mengikuti, diizinkan untuk keluar dari anggota PGRI.
3.Politik PGRI Masa Reformasi.
Kongres XVlll di Lembang, Bandung , memutuskan PGRI kembali ke jati dirinya seperti saat PGRI di lahirkan, yaitu PGRI sebagai organisasi perjuangan, profesi dan ketenaga kerjaan. Keputusan ini sangat tepat dan sesuai dengan semangat Reformasi, sehingga masyarakat, termasuk anggota PGRI, bebas mengeluarkan pendapat dan pandangan masing-masing.
Dengan kembalinya PGRI kepada jati diri semula, maka PGRI bebas juga menentukan pilihan politiknya, bukan hanya bernaung di bawah Golkar , tetapi bebas memilih Partai Politik yang saat itu tumbuh bak jamur di musim hujan, dimana jumlah partai politik mencapai 40 buah.
Saking semangat nya menyambut era Reformasi dan kebebasan, ada sebagian pengurus PGRI yang mendirikan partai politik. Partai politik tersebut diberi nama Partai Mencerdaskan Kehidupan Bangsa (PMKB) dan mendaftar sebagai partai peserta Pemilu.
Pada masa itu PGRI mengambil sikap bebas memilih politik, ikut partisipasi boleh, menjadi pengurus  partai politik dipersilahkan.
4. PGRI Pemilihan Presiden Pertama
Pemilihan Presiden secara Langsung yang pertama  kali dilangsungkan tahun 2004, lima pasangan Capres dan cawapres sebagai kandidat, yaitu 1. Hamzah Haz - Agum Gumelar, 2.Amien Rais - Siswono Yudohusodo, 3. Megawati Soekarnoputri - Hasyim Muzadi, 4. Wiranto - Salahuddin Wahid dan 5. Soesilo Bambang Yudhoyono - Yusuf Kalla. Kelima pasangan itu menjadi peserta pemilu presiden 2004 berdasarkan Keputusan KPU nomor : 36/2004.
Dengan alasan karena pengurus baru saja konsolidasi di masa era Reformasi, sekaligus juga baru pertama kali pelaksanaan pemilihan Presiden secara langsung, maka di ambil Keputusan bersama, bahwa PB PGRI untuk mencoba mendekat ke seluruh lima pasangan calon presiden dan menawarkan programnya.
Kecenderungan politik PGRI saat itu tidak jelas berpihak kemana? Sebelum pelaksanaan pemilihan presiden belum terlihat kemana arah kemauan politik pemerintah dan PGRI.
PB PGRI pimpinan Mohammad Surya saat itu memberi jarak kepada 5 capres-cawapres, hanya saja ke 5 capres-cawapres menjelaskan visi,misi dan program nya kepada PB PGRI.
5. .Peristiwa Pertemuan Tawangmangu
Kelincahan kepemimpinan Muhammad Surya dalam mengelola PGRI dan arah politiknya perlu diacungi jempol, sebagai orang yang matang dalam dunia pendidikan dan pergerakan Muhammad Surya dapat mendekat ke semua calon Presiden dan memberikan program program PGRI kepada 5 Calon Presiden.
Pertemuan Tawangmangu Solo yang diprakarsai oleh pengusaha muda sekaligus anggota Dewan Penasehat PB PGRI, Setiawan Jodi antara PB PGRI dan Pengurus Pengurus PGRI Provinsi dengan Soesilo Bambang Yudhono, merupakan pertemuan yang perlu dicatat sebagai bagian kompromi politik.
Dalam pertemuan di udara dingin nan sejuk puncak Gunung Lawu Tawangmangu, Karanganyar, Solo, Muhammad Surya meski tidak secara nyata menyatakan dukungan kepada calon presiden, Muhammad Surya menyatakan bahwa teman teman menyandarkan harapannya kepada Soesilo Bambang Yudhoyono yang saat itu maju calon Presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla.
Dalam pertemuan tersebut Muhammad Surya atas nama Ketua Umum PB PGRI memberikan 5 harapan kepada calon Presiden.Pertama, harapan presiden terpilih segera mengesahkan Undang Undang Guru, Kedua, realisasi pelaksanaan amandemen UUD 45 dan UU sisdiknas yang menetapkan 20% APBN atau APBD dianggarkan untuk pendidikan, Ketiga,Presiden terpilih diharapkan bisa menyelesaikan mutu, distribusi,kesejahteraan serta manajemen Guru, Keempat, Guru diharapkan mendapatkan pengaturan gaji tersendiri, Kelima, Harapan terakhir agar pemerintah memprioritaskan masalah Pendidikan.
Pada masa itu PGRI mengambil sikap netral terhadap pemilihan presiden tetapi keduanya saling menyampaikan harapan nya. Calon presiden menjelaskan visi misi dan program nya, sedangkan PB PGRI menyampaikan harapan nya.
6..PGRI dan Pemilu Pasca Reformasi.
 Kongres Guru Indonesia atau  Kongres PGRI XXl di laksanakan Tanggal 1 s.d. 5 Juli 2013 Bertempat di Gedung Istana Olah Raga (Istora)  kompleks Gelora Bung Karno Senayan Jakarta.
Ada 17 rekomendasi kongres yang dihasilkan, salah satunya  adalah dalam bidang politik nasional, yang tertuang dalam  Surat Keputusan Nomor : Vlll/Kongres XXl/PGRI /2013. Serta Surat Keputusan Nomor : V/Kongres/XXl/PGRI /2013,tentang Program Umum. Dalam Program Umum dimana salah satu  nya adalah Program memperjuangkan penempatan kader PGRI dalam jabatan ekskutif maupun legislatif untuk kepentingan pencapaian tujuan organisasi.
Dengan landasan surat keputusan hasil Kongres XXl PGRI di semua tingkatan berusaha melaksanakan program tersebut. Hampir di Setiap Provinsi banyak calon legislative Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Â berasal dari pengurus PGRI, Â begitu juga dengan calon legislatif DPR/DPRD.
Untuk jabatan ekskutif pgri mempunyai program menempatkan anggota terbaiknya untuk mengisi jabatan jabatan structural, jangan dibalik orang structural dijadikan pengurus PGRI.
Ada motto saat itu Pengurus PGRI terbaik adalah Guru yang baik.
 maka wajar bila ada anggota PGRI yang baik diusulkan menjadi pejabat structural.
Dasar Keputusan Kongres XXl diperbolehkan nya anggota PGRI atas nama dirinya untuk mencalonkan anggota legislatif maupun dicalonkan eksekutif.
7 .Praktek Baik Pemilihan Presiden
Seperti lazimnya organisasi masa lainnya, dalam menyikapi politik, maka PGRI mempunyai keinginan juga untuk melihat perkembangan politik.
Dalam menyikapi perkembangan politik PGRI berkeinginan mengetahui visi misi calon Presiden. Tahun 2014 dilangsungkan pemilihan presiden secara langsung. Ditetapkan ada 2 pasangan calon presiden dan wakil presiden yaitu Prabowo Subianto Djojohadikusumo berpasangan dengan Hatta Rajasa, kemudian Joko Widodo berpasangan dengan Jusuf Kalla, maka PGRI merasa perlu untuk mengundang kedua calon Presiden .
Dalam Rakorpimnas PGRI, Juni 2014 menjelang pilpres dilaksanakan, diundang kedua calon presiden untuk memberikan visi misinya kepada Pengurus Provinsi dan Kabupaten Kota PGRI seluruh Indonesia. Hadir dalam Rakorpimnas PGRI masa bhakti XXl di hotel Sahid Jakarta, calon presiden Prabowo Subiyanto  Djojohadikusumo di sesi pertama dan Joko Widodo di sesi kedua.
Kedua calon Presiden menyampaikan visi misi dan program nya sedangkan pengurus PGRI menyampaikan harapan harapan nya.
Pengurus Besar PGRI bersikap netral dalam menghadapi pemilihan presiden di tahun 2014. Sampai berakhirnya Rakorpimnas tidak ada pernyataan politik untuk mendukung salah satu calon Presiden. Begitu juga ke dua calon Presiden setelah memaparkan visi misinya, tidak ada pernyataan resmi dan menjanjikan apa apa di depan para peserta Rakorpimnas.
8. Sifat PGRI.
Pada Kongres XX, ditetapkan bahwa PGRI adalah organisasi yang bersifat :
(a) unitaristik, tanpa memandang perbedaan ijazah, tempat kerja, kedudukan, agama, suku, golongan, gender, dan asal-usul,
(b) independen, berlandaskan pada prinsip kemandirian organisasi dengan mengutamakan ke mitra sejajar an  dengan berbagai pihak, dan
(c) nonpartai politik, bukan merupakan bagian dari dan berafiliasi kepada partai politik. Â
PGRI memiliki dan melandasi kegiatannya pada semangat demokrasi, kekeluargaan, keterbukaan, dan tanggung jawab etika, moral, serta ketaatan hukum.
Sifat unitaristik, independen dan non partai politik dimaknai bahwa sifat politik PGRI adalah politik yang diabdikan pada tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang didalamnya terbangun etika moral, kekeluargaan dan ketaatan hukum.
 Politik PGRI selalu menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan golongan manapun serta taat kepada pimpinan negara, siapapun pimpinan negara nya.
9. Bagaimana PGRI menyikapi Pilkada Serentak?
Uraian tulisan diatas dari poin 1 hingga poin 9 menjelaskan sikap dan strategi politik menghadapi pemilihan Presiden dan pemilihan legislatif oleh PB PGRI , sedangkan pemilihan kepala daerah baik Provinsi, Kabupaten dan Kota berada di kepengurusan PGRI Provinsi, Kabupaten dan Kota. Wajar bila ada pengurus Provinsi, Kabupaten dan Kota memohon petunjuk dalam menghadapi Pilkada serentak di daerah.
Pengurus PGRI di daerah bukan ingin mengikuti politik praktis menghadapi Pilkada tetapi ingin menghindari ekses akibat Pilkada. Pengurus PGRI berkeinginan netralitas tetap terjaga sesuai sifat PGRI tetapi terhindar dari ekses buruk korban Pilkada.
Untuk itu semua, pengurus provinsi, kabupaten dan kota dapat menerapkan strategi pada poin 7 yaitu praktek baik pemilihan presiden.
Pengurus provinsi kabupaten dan kota beserta seluruh anggota tetap menjaga netralitas sesuai sifat PGRI tetapi pengurus tidak boleh anti politik.
Pilkada serentak 28 Nopember, bila hitung mundur dari sekarang 8 Oktober 2024 tinggal 50 hari lagi . Maka Pengurus mewakili anggota perlu mengetahui visi misi dan program calon kepala daerah, sebaliknya pengurus juga perlu menyampaikan harapan harapan nya kepada calon kepala daerah.
Secara teknis bisa saja para calon kepala daerah diundang untuk bersilaturahmi dalam rangka menyampaikan visi, misi dan program nya sekaligus pengurus PGRI menyampaikan harapan harapan nya dalam suatu kegiatan organisasi. Momen hari Guru Nasional dan hari ulang tahun PGRI tahun 2024 dapat dipertimbangkan untuk dijadikan acara peningkatan silaturahmi saling menyampaikan gagasannya dalam rangka Pilkada.
10. Penutup.
Pengalaman adalah guru terbaik kehidupan. Sejarah politik PGRI sepanjang Negara berdiri penuh dinamika. Hubungan politik dengan PGRI masih naik turun terlihat seperti mengikuti zaman dan pemimpin nya.
Sejarah membuktikan politik PGRI sejak orde lama, orde Baru hingga Reformasi  belum menemukan jati diri nya, masih dipengaruhi oleh berbagai faktor kepentingan.
Paling pertama dan utama adalah pengurus PGRI di segala tingkatan wajib menjaga netralitas sesuai sifat PGRI.
Bila menghadapi acara 5 tahunan baik Pilkada, Pileg maupun Pilpres , maka Pengurus PGRI di segala tingkatan, tetap menjaga jarak dengan kontestan tetapi harapan harapan PGRI harus  tersampaikan. Silaturahmi ditingkatkan , Netralitas sifat PGRI terjaga dan harapan harapan PGRI tersampaikan.
Bila kondisi tidak memungkinkan termasuk bakal terjadi ekses , maka Pengurus PGRI wajib mengutamakan kepentingan anggota.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H